Trubus.id—Masyarakat Kabupaten Paser, Kalimantan Timur memiliki tradisi mengoleskan “bubur” daun nangka di seluruh wajah sebelum ke ladang. Wajah mereka tak menghitam meski terpanggang sinar matahari ketika bekerja di ladang.
Tradisi serupa juga terdapat di Aceh. Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Mulawarman, Enos Tangke Arung, meriset kayu nangka sebagai pemutih. Enos ingin menyingkap tabir kayu nangka yang secara tradisional mampu menjadi tabir surya.
Dalam riset itu ia membandingkan kayu cempedak, keluwih, sukun, terap, dan nangka. Masing-masing sebanyak 2 kg. Ia menyampurkan 30 mikroliter ekstrak dalam larutan bufer.
Bila warna larutan menjadi cokelat, artinya ekstrak kayu itu gagal menghambat tirosinase. Namun, jika warna larutan menjadi bening atau putih, berarti mampu menghambat enzim yang berperan dalam pembentukan pigmen kulit atau dikenal dengan proses melanogenesis itu.
Perubahan warna itu biasanya terjadi 30 detik kemudian. Tirosiase itu enzim yang mengkatalisis oksidasi tirosin menjadi senyawa dopa. Dopa berubah menjadi dopa kuinon melalui proses polimerisasi.
Tirosinase menghasilkan melanin dan pigmen kulit yang dibentuk di dalam sel melanosit. Melanin memengaruhi warna kulit berbagai ras di dunia ini.
“Kalau enzim tirosinase dihambat artinya melanin tak terbentuk sehingga kulit pun menjadi putih,” kata Enos.
Pemutih yang beredar di pasaran mempunyai cara kerja serupa, yakni menghambat enzim tirosinase. Hasil riset Enos menunjukkan dari ekstrak 5 kayu, efek penghentian tirosinase paling kuat ada pada sukun, tarap, dan nangka.
Ketiga tanaman itu mempunyai 10 senyawa aktif yang berkhasiat sebagai pemutih. Senyawa itu seperti artokarpin. Kadar artokarpin sukun mencapai 2% dan nangka 0,4% per kg.