
Cara baru budidaya padi: metoda hazton
Cara Tambah Rejasemita menanam padi di luar kelaziman. Petani di Desa Pegalongan, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itu menggunakan bibit berumur 25 hari. Perbedaan paling mencolok Tambah membenamkan 20 bibit di setiap lubang tanam. Padahal, petani lain biasanya menancapkan maksimal 5 bibit. Jarak tanam juga lebih longgar, 30 cm x 40 cm, sedangkan petani lain memakai jarak tanam 20 cm x 20 cm.
Pada Februari 2014 itu Tambah membudidayakan Oryza sativa di lahan pribadi seluas 1.400m2. Petani padi sejak 2007 itu menanam varietas mekongga yang lazim digunakan. Petani lain menertawakan cara tanam padi ala Tambah. “Tanam padi seperti itu tidak efektif karena nanti bulirnya kecil,” kata Tambah menirukan ucapan tetangga. Meski kesal ia bergeming.

Metode hazton
Pada Mei 2014 petani yang meragukan cara Tambah bertani tersadar. Saat itu Tambah menuai 1.190 kg gabah kering panen (GKP). Sebelumnya ia hanya menuai 840 kg GKP. Artinya produksi padi Tambah meningkat 41%. Saat itu harga GKP Rp4.000 per kg sehingga Tambah meraih omzet Rp4,76-juta. Setelah dikurangi ongkos produksi Rp1,68-juta, ia mendapat laba Rp3,08-juta.
Menurut Tambah ongkos produksi bertambah. Sebelumnya ia hanya mengeluarkan maksimal Rp1,4-juta. “Saya tetap untung meski ongkos produksi bertambah. Sebab hasil panen lebih tinggi,” kata pria berumur 48 tahun itu. Penambahan ongkos produksi terutama untuk pembelian bibit dan pemupukan. Harap mafhum populasi yang semakin banyak tentu saja menambah kebutuhan bibit.
Tambah memerlukan 14 kg bibit saat itu, lazimnya 6 kg bibit. Artinya kebutuhan bibit meningkat 2 kali lipat lebih dari semula. Cara bertanam padi ala Tambah itu sohor dengan nama hazton. Kepala Dinas dan Kepala Seksi Tanaman Buah Dinas Pertanian Kalimantan Barat, Ir H Hazairin MS dan Ir Anton Kamarudin MS yang kali pertama mengembangkan metode hazton pada 2012.

Sebutan hazton berasal dari gabungan nama Hazairin dan Anton. “Ada juga yang mengartikan hazton, hasilnya berton-ton,” kata Anton. Hazton muncul karena Hazairin dan Anton “galau” produksi padi di Kalimantan Barat rendah, 3,1 ton per ha. Menurut mereka hasil panen padi utamanya berasal dari indukan, bukan anakan. Oleh karena itu mereka menduga makin banyak indukan, semakin tinggi panen.
Percobaan sederhana pun dilakukan. Mereka menanam padi dalam pot. Beberapa pot berisi 1—2 bibit, sedangkan sisanya ditanam 20—30 bibit. Hasilnya malai keluar serempak pada pot yang berisi banyak bibit. Sementara malai padi dalam pot berisi 1—2 bibit tidak serempak. Dimulai dari indukan, lalu anakannya terakhir bermalai. Dampaknya gabah yang dihasilkan tidak seragam. Ada yang terlalu tua hingga mengeras, yang lainnya masih kehijauan.

Sumbang inflasi
Mereka mengulangi percobaan itu dua kali lagi menggunakan 40 pot dan 960 pot dengan beberapa varietas padi berbeda. Agar lebih meyakinkan mereka menerapkan hazton langsung di lahan. Hasil percobaan semakin meneguhkan hazton mendongkrak hasil panen. Menurut Anton keunggulan lain hazton yakni tanaman bebas serangan keong mas. Sebab pada umur 25 hari batang tanaman keras sehingga tidak disukai hama bercangkang itu.
“Bibit juga lebih adaptif saat di lahan sehingga hampir tidak ada tanaman yang mati,” ucap Anton yang alumnus Ilmu Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor itu. Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Purwokerto sangat berperan pada penanaman padi metode hazton di lahan Tambah. “Budidaya padi dengan metode hazton merupakan Program Sosial Bank Indonesia di Purwokerto,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto periode Oktober 2013–Juli 2015 Rahmat Hernowo.
Kantor BI Purwokerto menaruh perhatian pada budidaya padi karena beras pangan strategis. Rahmat yang sejak September 2015 ditempatkan di Tokyo, Jepang, berharap hazton bisa memakmurkan petani kapan pun dan di mana pun. Sebab dengan luasan sama produksi padi menggunakan hazton lebih banyak ketimbang cara konvensional. “Metode hazton bisa jadi alternatif penanaman padi,” kata Rahmat yang juga alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Manajer Unit Komunikasi dan Koordinasi Kebijakan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto, Djoko Juniwarto, mengatakan pada 2014 tingkat inflasi nasional mencapai 7,6% dan beras penyumbang inflasi terbesar yakni 3,6%. “Artinya ada yang perlu diperbaiki,” kata Djoko. Penyebabnya beragam dari terhambatnya pasokan beras dan produksi padi yang masih minim.
Terutama produksi padi nasional masih rendah yakni 5,1 ton/ha. Produktivitas itu tidak cukup menghadapi persaingan pada Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Minimal produktivitas nasional 10 ton per ha. Solusinya dengan menggunakan teknologi budidaya peningkat hasil seperti hazton. Oleh karena itu Kantor BI Purwokerto menerapkan metode hazton di persawahan yang masuk ke dalam wilayah kerja lembaga plat merah itu.

Menyebar
Rahmat dan Djoko menyasar petani penggarap yang mempunyai lahan terbatas kurang dari 2.000 m2 atau tidak memiliki lahan sama sekali untuk menerapkan hazton. Pada 2014 Kantor BI Purwokerto menyewa lahan 10 ha di Patikraja, Banyumas, Jawa Tengah, dan menyerahkan pengelolaannya kepada 50 petani penggarap termasuk Tambah. Djoko berharap petani penggarap bisa membudidayakan padi ala hazton secara mandiri setelah 2 tahun dibantu BI Purwokerto.
Selain di Patikraja, Gabungan Kelompok Tani Sri Martani di Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, juga mengembangkan padi dengan metode hazton. “Total ada 8 ha lahan yang menggunakan hazton,” kata anggota staf Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) Kabupaten Cilacap. Kantor BI Purwokerto meyakini keberhasilan hazton karena sebelumnya Djoko bertugas di Kantor BI Perwakilan Kalimantan Barat.
Di provinsi yang beribukota di Pontianak itu Djoko juga menyewa lahan 5 ha yang ditanami padi dengan cara hazton pada 2013 dan sukses. Keberhasilan di Pontianak itu menyebar ke BI di daerah lain seperti Banten, Purwokerto, dan Jember. “Kami sangat berterima kasih kepada BI Kalimantan Barat yang menyebarluaskan metode hazton ke beberapa daerah,” kata Anton. Menurut Anton kini terdapat 1.500 ha lahan di berbagai daerah menggunakan metode hazton. (Riefza Vebriansyah)