Trubus.id — Institut Pertanian Bogor baru saja merilis varietas padi unggul baru. Varietas padi yang diberi nama IPB 10G Tanimar itu merupakan inovasi hasil kolaborasi dengan Kementerian Pertanian (Kementan). Padi IPB 10G Tanimar merupakan varietas unggul baru (VUB) padi gogo atau padi untuk lahan kering.
Menurut Prof. Bambang S. Purwoko, pemulia padi IPB 10G Tanimar, keunggulan yang ada pada padi IPB 10G Tanimar yakni produktivitas tinggi mencapai 5,5 ton per hektare, dengan potensi hasil lebih dari 7 ton per hektare.
Selain itu, padi IPB 10G Tanimar juga berumur genjah, 114 hari sejak tanam (HST) serta tahan terhadap 4 ras penyakit blas, penyakit utama padi gogo. Varietas padi IPB 10G Tanimar ini baru dilepas pada 12 Juli 2022 oleh Menteri Pertanian RI dengan Surat Keputusan Nomor 1830/HK.540/C/07/2022.
Prof. Bambang menuturkan, padi merupakan basis utama dalam menunjang ketahanan pangan nasional. Ia menilai hingga saat ini produksi padi nasional terfokus pada lahan sawah irigasi, terutama di Pulau Jawa dan Bali. Namun, saat ini lahan sawah irigasi yang produktif tersebut sudah banyak dikonversi untuk kepentingan nonpertanian.
Oleh karena itu, lanjutnya, harus dilakukan upaya pengembangan pertanaman padi ke lahan-lahan kering yang potensial untuk produksi pangan. Padi gogo merupakan jenis padi yang adaptif terhadap kondisi lahan kering.
Varietas unggul padi gogo merupakan komponen teknologi utama dalam usaha pengembangan dan peningkatan produksi padi di lahan kering.
Menurut data Kementan, potensi lahan kering di Indonesia sangat besar yakni 28.577.848 hektare. Fakta ini sesuai untuk tanaman padi gogo sekitar 5 juta hektare termasuk ladang, tegalan dan lahan yang tidak diusahakan menjadi perluasan areal tanam baru (PATB).
Aspek lain, konversi lahan menjadi infrastruktur lain juga berdampak pada bergesernya lahan kering subur ke lahan kering suboptimal. Lahan kering suboptimal yang potensial untuk pertanian dikelompokkan menjadi lahan kering masam dan lahan kering beriklim kering.
“Pada kedua jenis lahan tersebut tidak terlepas dari masalah umum, seperti kesuburan tanah yang rendah selain cekaman abiotik seperti cekaman kekeringan di lahan kering beriklim kering dan keracunan aluminium (Al) di lahan kering masam,” kata Bambang, seperti dikutip dari laman IPB University.
Dengan hadirnya padi IPB 10G Tanimar, beragam kendala tersebut diharapkan dapat diatasi. Hal itu karena keunggulan khusus dari IPB 10G Tanimar yakni agak toleran terhadap cekaman kekeringan dan keracunan aluminium sehingga dapat diadopsi oleh petani padi gogo di kedua jenis lahan kering suboptimal tersebut.
“Dari segi kualitas gabah dan berasnya, IPB 10G Tanimar memiliki rendemen beras pecah kulit 80,4 persen, rendemen beras giling 75 persen, dan rendemen beras kepala 80 persen. Tekstur nasinya sedang dengan kadar amilosa 23,9 persen,” imbuhnya.
Lebih lanjut, menurut Prof. Bambang, padi IPB 10G Tanimar dianjurkan ditanam mengikuti kaidah Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) padi gogo pada lahan kering sampai ketinggian 600 meter di atas permukaan laut (m dpl). Namun, karena IPB 10G juga bersifat amfibi, varietas ini juga dapat ditanam di lahan sawah, baik beririgasi maupun tadah hujan.
Selain mempunyai ketahanan terhadap penyakit blas, padi IPB 10G juga dilengkapi dengan ketahanannya terhadap dua Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) utama padi sawah, yaitu tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III dan IV, serta agak tahan terhadap 2 biotipe wereng batang cokelat, yakni biotipe 1 dan 2.
Hal itu terbukti dari penanaman padi IPB 10G Tanimar di lahan sawah irigasi seperti yang telah dicoba oleh petani di Karang Ploso-Malang, produktivitasnya dapat mencapai lebih dari 9 ton per hektare.
Pemulia padi IPB 10G Tanimar di antaranya, Prof. Bambang S. Purwoko (Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian-IPB University) sebagai ketua tim dengan anggota tim, Dr. Iswari Saraswati Dewi (Balai Besar Biogen, Kementan) dan Dr. Priatna Sasmita (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Kementan).