Trubus.id— Dusun Pogog, Desa Tengger, Kecamatan Puhpelem, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, menjadi tujuan pehobi ketika musim durian tiba. Di dusun itu setiap rumah memiliki 10—50 pohon yang menghasilkan 15—40 buah per pohon.
Total jenderal ada ribuan pohon durian monthong tumbuh subur di Dusun Pogog. Sekitar 50% tanaman berumur lebih dari 10 tahun, sisanya bervariasi 4—8 tahun maupun belum berproduksi. Bobot buah rata-rata 4 kg, sebagian mencapai 7—10 kg.
Para pemilik pohon membanderol Rp50.000 per kg setara Rp200.000 per buah (harga per Mei 2023). Artinya, pemilik pohon mengeruk sedikitnya Rp30 juta per tahun dari panen di pekarangan mereka.
Menurut pegiat durian Pogog, Rimo, harga jual bisa tinggi karena selain tergolong buah mahal, penjualannya tidak ada yang diijon. Ia menerapkan sistem satu pintu dengan membeli hasil panen mereka, menginventarisir, lalu menjual ke pembeli.
Di kediamannya Rimo menyimpan catatan produksi semua pohon durian di sana. Nama pemilik, jumlah pohon, umur, dan produksi tercantum di dalamnya. Cara itu memastikan pemilik pohon mendapat imbalan sesuai jumlah buah yang mereka panen.
Pemilik pohon durian merasakan keuntungan setelah memercayai cara Rimo memasarkannya. Oleh karena itu, makin sedikit yang berurusan dengan tengkulak penebas durian.
Pekebun menjadi antusias merawat raja buah unggul berharga tinggi itu. Salah satunya adalah upaya menyiram. Topografi Puhpelem dan sekitarnya yang berbukit-bukit mempersulit pasokan air saat kemarau. Kedalaman sumur minimal harus 25 m untuk memperoleh air. Akibatnya biaya pembuatan sumur mahal dan sulit terjangkau masyarakat sehingga tidak semua rumah punya.
Di 2 rukun tetangga (RT) beranggota sekitar 40 kepala kelaurga (KK) hanya ada 3 sumur, salah satunya di rumah Rimo. Meskipun begitu, beberapa warga tetap semangat untuk berkebun durian.