Atasi penyakit nilam dengan musuh hayati.
Edi Sudiyadi baru dua pekan menanam nilam ketika penyakit itu datang meluluhlantakkan tanaman muda. Layu bakteri—penyakit itu—bagai merampok laba pekebun di Kutacane, Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, itu. Lima hektar nilam varietas sidikalang terserang penyakit layu bakteri gagal terselamatkan. Edi Sudiyadi biasanya memperoleh
100 kg minyak nilam dari lahan 1 ha. Dengan harga minyak nilam saat itu Rp300.000—Rp400.000 per kg, ia merugi Rp40-juta per hektar atau Rp200-juta per 5 hektar.
Keesokan pagi ia bergegas menyemprotkan pestisida hayati atas saran Dr Ir Sukamto, MAgrSc, peneliti hama dan penyakit nilam di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro). Edi menyemprotkan pestisida hayati itu dengan konsentrasi 10 cc per liter. Sepekan setelah aplikasi, 50% dari total tanaman nilam yang terserang layu terselamatkan. Edi menanam nilam di lahan 35 ha.
Rp100-juta
Dengan menyemprotkan pestisida hayati itu, 50% dari hasil panen, senilai Rp100-juta terselamatkan. Menurut Sukamto penyebab penyakit layu pada tanaman nilam adalah bakteri Ralstonia solanacearum. Penyakit itu kerap muncul karena pekebun menggunakan benih yang terkontaminasi. “Faktor lain, kebun yang akan ditanami nilam sudah terkontaminasi bakteri Ralstonia solanacearum,” kata alumnus Universitas Tohoku, Jepang, itu.
Sejak 1979 penyakit layu bakteri ditemukan di tanaman nilam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. “Pada 2007, penyakit itu meluas di Jawa dan Kalimantan,” ujar Sukamto. Menurut pria kelahiran 1966 itu, luas serangan layu bakteri dapat mencapai 80% dari total luas lahan. Sukamto mengatakan gejala serangan penyakit layu bakteri berupa layunya tanaman muda dan tua. “Layu itu terjadi dari cabang ke cabang secara tidak teratur,” ujarnya.
“Baru pukul 10 pagi tanaman terlihat layu, padahal kondisi air tercukupi,” ujar Edi mengisahkan gejala serangan pada pengujung 2010 itu. Tanaman akan mengalaminya dalam waktu 2—5 hari setelah terinfeksi. Pada saat bersamaan ada cabang yang layu dan sehat, pada perkembangan lebih lanjut seluruh bagian tanaman layu dan mati. Pada tanaman berumur 1—3 bulan, kematian terjadi 6 hari setelah terserang. Sementara pada tanaman berumur 4—5 bulan, kematian terjadi 1—2 pekan setelah gejala terlihat.
Jaringan batang dan akar tanaman yang terserang membusuk, sedangkan kulit akar sekundernya mengelupas. Menurut Sukamto, saat diiris melintang, batang yang terserang memperlihatkan warna hitam sepanjang jaringan yang layu sampai kambium. “Bila cabang yang layu dipotong, akan tampak lendir seperti susu. Begitu pula bila direndam di dalam air bersih,” tuturnya.
Bakteri baik
Untuk mencegah layu bakteri pekebun dapat menempuh banyak cara. Penggunaan pestisida hayati hasil karya Balittro salah satu cara yang manjur. Menurut Sukamto, pestisida hayati itu mengandung bakteri baik untuk nilam dan tanah seperti Pseudomonas fluorescen, Bacillus sp, dan Micrococus sp. “Bakteri Micrococus menjadi musuh alami bakteri Ralstonia solanacearum,” ujar ayah 1 anak itu. Aplikasikan pestisida nabati di lahan terserang 2 kali per bulan.
Namun, penyemprotan di lahan yang belum pernah terserang cukup 1 kali dalam 1 siklus budidaya untuk pencegahan. Konsentrasi penyemprotan 10 cc per liter. Pestisida itu tidak mencemari lingkungan karena merupakan produk organik. Selain aplikasi pestisida hayati, khusus untuk lahan yang pernah terserang layu bakteri ialah dengan menjaga kebersihan dan membuang seluruh tumbuhan (eradikasi) untuk mengurangi inokulum.
“Berakan lahan terinfeksi bakteri selama 2—3 tahun dan cabut tanaman terserang serta membakar atau menguburnya,” kata Sukamto. Cara lain untuk pencegahan ialah melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang bakteri layu, seperti padi dan jagung, memperbaiki saluran drainase ketika curah hujan tinggi, dan menggunakan bibit dari tanaman sehat di kebun yang belum terserang penyakit layu.
Nematoda
Selain layu bakteri, organisme lain pengganggu nilam yang tak kalah merugikan bagi pekebun adalah nematoda. Nematoda menyerang akar tanaman nilam, kerusakan akar menyebabkan berkurangnya pasokan air ke daun, sehingga stomata menutup, akibatnya laju fotosintesis menurun. Menurut Sukamto, beberapa jenis nematoda yang menyerang tanaman nilam Pratylenchus brachyurus, Meloidogyne incognita, dan Radhopolus similis.
Menurut peneliti dari Balittro, Dr Ir Rr Setyowati Retno Djiwanti, nematoda termasuk hama yang harus diwaspadai pekebun nilam. “Jika tak dikendalikan, serangan nematoda merugikan pekebun hingga 50%,” ujarnya. Gejala serangan nematoda daun berwarna kuning kemerahan, akar membusuk, atau terdapat benjolan-benjolan di akar.
Nematoda pada tanaman nilam dapat dikendalikan dengan budidaya yang intensif. Selain itu, tanaman disemprot musuh alami seperti bakteri Pasteuria penetrans dengan dosis 2 kapsul per tanaman setiap 6 bulan. Jika penyemprotan dengan musuh alami lainnya, jamur Arthrobotrys sp, dosis cukup 125 g per tanaman dengan interval 6 bulan.
Untuk menekan populasi nematoda pekebun mesti memberikan campuran: nematisida berbahan karbofuran dosis 3—5 g, bakterisida berbahan aktif streptomisin sulfat 2 g, dan fungisida berbahan aktif benomyl 2 g per tanaman. Dengan berbagai upaya itu, pekebun mudah mengendalikan penyakit nilam. (Bondan Setyawan)