Kementerian Pertanian merilis pala banda sebagai varietas baru pada 2010. Bila kita hitung sejak Perjanjian Breda (1667) ketika Belanda dan Inggris membarter Manhattan, Amerika Serikat, dengan Pulau Banda, pelepasan varietas itu terjadi 343 tahun kemudian. Produktivitas pala banda mencapai 5.000 buah per pohon setahun. Itu produksi optimal ketika pohon berumur 15 – 50 tahun.
Sejatinya Provinsi Maluku memiliki 6 jenis pala, yakni Myristica fragrans, M. argentea, M. fatua, M. speciosa, M. sucedona, dan M. malabarica. Namun, baru pala banda M. fragrans yang menjadi primadona dan bernilai jual tinggi. Itu lantaran fragrans mengandung minyak asiri yang khas. Keunggulan itu membuat penjajah Belanda memonopoli perdagangan pala pada abad ke-17. Bukan mustahil saat itu pemerintah Belanda juga melakukan budidaya pala. K. Heyne dalam Tumbuhan Berguna Indonesia mencatat bahwa budidaya pala hanya ada di pulau seluas 180 km2 sejak pemerintahan kolonial Belanda.
Selain Pulau Banda, keragaman pala tertinggi juga terdapat di Pulau Siau yang termasuk wilayah Kabupaten Sangihe, Sulawesi Utara, dan Papua. Pohon anggota famili Myristicaceae itu juga tumbuh di Pulau Jawa. Kehadiran pala di tanah Jawa tercacat saat Marcopolo melakukan perjalanan menuju Tiongkok pada 1271 – 1295. Ketika itu Marcopollo melihat masyarakat mengebunkan pala.
Produksi tinggi
Luas penanaman pala nasional mencapai 75.062 ha yang tersebar di 19 provinsi. Dari luasan itu, lahan pala terluas di Provinsi Maluku Utara, mencapai 33%, Nanggroe Aceh Darussalam (23%), Sulawesi Utara (18%), dan Maluku (12%). Dari Maluku dan Maluku Utara itulah 60% pasokan pala dunia berasal dari Maluku. Total produksi pala dunia sekitar 10.000 – 12.000 ton per tahun. Produksi fuli berkisar 1.500 – 2.000 ton.
Pada zaman penjajahan Belanda, 1633 – 1638, kepulauan yang terdiri dari 13 pulau kecil itu mengekspor 1.404.894 kg biji pala dan 404.046 kg fuli. Pada 2006, volume ekspor gelondong pala mencapai 2.245 ton dengan nilai US$4.317, biji pala 7.579 ton (US$ 21.014), dan fuli 6.878 ton (US$25.562). Total volume ekspor pala mencapai 16.702 ton dengan nilai US$ 50.893.
Jumlah pekebun pala banda mencapai 1.120 kepala keluarga yang tersebar di Pulau Banda Besar, Pulau Naira, dan Pulau Ay. Sementara total luas area tanaman pala milik pemerintah daerah di kepulauan yang terdiri atas 13 pulau kecil itu 3.739 ha dengan perkiraan populasi 394.632 pohon. Dari jumlah pohon pala itu, 311.084 pohon di antaranya merupakan tanaman rakyat.
Pala banda berproduksi sejak umur 7 – 80 tahun rata-rata 2.000 – 5.000 buah per pohon per tahun. Tanaman pala berumur 25–50 tahun menghasilkan 160 kg buah per pohon per tahun, terdiri atas daging buah, biji (22,50 kg), dan fuli (3 kg). Total produksi biji kering 0,6 – 1 ton per ha setahun. Masyarakat setempat memegang tradisi sasi, yakni waktu terbaik untuk panen pala. Pada kasus pala, waktu terbaik panen ketika buah benar-benar tua sehingga kualitasnya terjaga. Jika mereka melanggar waktu panen sesuai dengan yang telah ditentukan, maka mereka mendapat sanksi.
Bibit
Berdasarkan hasil analisis proksimat, buah pala mengandung 7,15% minyak. Bila produsen mengolah minyak pala, akan memperoleh 8,05% lemak (mentega), 73,91% komponen terpenoid, dan 18,04% komponen aromatik. Komponen utama dari senyawa aromatik adalah myristicin. Rendemen minyak asiri pada biji tua, yakni umur panen 7 bulan sejak muncul bunga, sekitar 10 – 11%. Jumlah itu lebih tinggi bila menggunakan biji muda, umur panen 3 bulan, 13,07%. Kadar minyak dari fuli lebih tinggi, rata-rata 21% daripada minyak biji pala.
Bukan hanya biji yang dapat menghasilkan rupiah. Daging buah yang selama ini terbuang, ternyata bahan potensial untuk manisan, sirop, selai, dan wine. Beragam produk olahan itu berpotensi meningkatkan pendapatan pekebun. Tentunya dengan memperhatikan rantai pemasaran dan kualitas serta kuantitas produk. Oleh karena itu pemerintah pusat dan daerah mesti berperan dalam pengembangan potensi itu.
Contoh dalam seleksi pohon sumber benih untuk pengembangan pala banda. Idealnya hanya pohon sehat dan dewasa, berumur di atas 20 tahun yang layak menjadi sumber benih. Hasil pengamatan dan identifikasi di Pulau Banda, terdapat 1.000 pohon produktif sebagai sumber benih. Jika setiap pohon menghasilkan 1.000 biji berkualitas per tahun, maka tersedia 8 ton biji setara 1-juta bibit per tahun. Oleh karena itu Pulau Banda berpotensi menghasilkan 1-miliar bibit per tahun.
Namun, penanaman pala banda bukan tanpa kendala. Bactrocera hercules kerap menyerang tanaman. Hama penggerek batang itu membuat lubang berdiameter 1,5 – 2,0 cm sampai keluar serbuk kayu. Bila pekebun membiarkannya, bakal berujung kematian. Selain itu, hama juga mengincar buah yang wangi. Kumbang Dacynus sp, misalnya, mengisap buah; Areoceum foriculatus, menyerang buah yang telah jatuh.
Pala banda juga tak lepas dari serangan penyakit antara lain busuk buah kering akibat cendawan Stigmina myrtaceae. Biasanya cendawan itu menyerang tanaman muda berumur 5 – 6 bulan saat musim hujan. Sedangkan Colletotrichum gloesporioides menyukai buah yang hampir ranum. Cendawan itu biang keladi timbulnya penyakit antraknosa atau busuk buah basah. Akibatnya buah tampak melepuh, berubah warna menjadi cokelat, dan gampang rontok.
Idealnya pengendalian hama dan penyakit itu menerapkan konsep pe-ngendalian secara hayati. Kalau pun memakai bahan kimia, dosisnya sedikit. Musababnya, penggunaan bahan kimia berlebihan merusak ekosistem. Dengan cara itu keseimbangan lingkungan tetap terjaga. Jika beragam upaya itu kita tempuh, kejayaan pala banda sebuah keniscayaan. (Achmad Sarjana dan Sugiyanto, peneliti di Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon)
Pala Banda
Karakter Utama |
Deskripsi |
Daerah asa-usul |
Pulau Banda |
Tinggi pohon (umur 15-20 tahun) |
5 – 10 m |
Bentuk daun |
Obovat |
Bentuk kanopi pohon |
Agak piramidal sampai piramidal |
Lebar kanopi |
4 – 5 m |
Produktivitas rata-rata |
0,6 – 1,0 ton biji kering/ha/tahun |
Umur produktif optimal |
15 – 50 tahun |
Umur pohon mulai berbunga |
5 tahun |
Umur buah matang (dipanen) |
7 – 9 bulan |
Sifat pembungaan/Pembuahan |
Setelah berbunga untuk pertama kali, selanjutnya berbunga/berbuah sepanjang tahun |
Produksi buah |
2.000 – 5.000 buah/pohon/tahun |
Bobot buah |
50 – 80 g |
Bentuk buah |
Bulat sampai oval |
Warna kulit buah |
Kuning gading |
Bobot biji basah |
10 – 12 g |
Bentuk biji |
Bulat sampai agak oval |
Warna batok biji tua |
Hitam kecokelatan mengilap |
Bobot fuli basah |
1,5 – 3 g |
Warna fuli segar |
Merah darah |
Rendemen minyak asiri biji tua |
10 – 11 % |
Kandungan miristisin |
10 – 13 % |
Kandungan safrol |
2,4 – 2,5 % |
Ketahanan terhadap hama/penyakit |
Relatif tahan penggerek batang, Batocera spp |
Sumber: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Ambon