Peranti baru untuk menstabilkan suhu dan kelembapan ruang walet.
Bangunan berlantai tiga itu tampak mentereng. Di lantai satu dan dua, walet-walet itu bersarang. Walet sejatinya juga menghuni lantai tiga. Namun, volume produksi sarang walet di lantai tiga sangat rendah, hanya 10—20 g. Bandingkan dengan produksi sarang walet di lantai pertama yang mencapai 15 kg dan lantai kedua (3 kg). Pemilik bangunan itu, Joharno menduga walet enggan bersarang karena suhu di lantai 3 terlampau tinggi.
Peternak di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, itu mengatakan suhu di lantai ketiga 32—33ºC. Pantas saja produksi rendah karena suhu ruangan tidak bersahabat. Burung walet Collocalia fuchipaga menghendaki suhu ruangan 27—28ºC. Kejadian itu berlangsung selama 6 tahun.
Kotak plastik
Pada 2016 ia menggunakan alat pengatur suhu dan kelembapan bikinan konsultan walet dari Jakarta, Harry Wijaya. Joharno dan Harry saling kenal sejak 2011. Sejak saat itu Joharno memanfaatkan perlengkapan rumah walet seperti cakram suara walet dan parfum kreasi Harry. Tujuannya agar rumah walet milik Joharno bisa memproduksi sarang. “Saya cocok menggunakan produk dari Harry,” kata pria yang beternak walet sejak 2009 itu. Oleh karena itu Joharno tidak ragu menggunakan pengatur suhu dan kelembapan dari Harry.
Dua pekan berselang kian banyak burung anggota keluarga Apodiae itu yang bersarang di lantai ketiga. Pada hari ke-45 setelah pemasangan alat, Joharno memanen sekitar 2 kg sarang walet. Senyum kebahagiaan pun menghias wajah pria berumur 38 tahun itu. “Walet bersarang di lantai teratas karena suhu dan kelembapan ideal tercapai,” kata Harry. Hasil pengukuran Joharno menunjukkan suhu di lantai teratas berkisar 27—29ºC.
Sementara kelembapan mencapai 90%. Kini rumah walet berukuran 7 m x 5 m itu menghasilkan 20 kg sarang per 45 hari. Sebelumnya hanya 18 kg. Joharno mengatakan rumah walet seukuran itu bisa memproduksi hingga 40 kg. Ia memanen setiap 45 hari untuk menghindari sarang terlampau kuning. Sebab, tinggi setiap lantai hanya 2,5 m. Idealnya 3—4 m. Selain itu juga untuk menghalau serangan maling jika dipanen terlalu lama. Kini Joharno menggunakan alat pengatur suhu dan kelembapan kreasi Harry di setiap lantai.
Alat kreasi Harry itu berupa kotak plastik berukuran 80 cm x 40 cm x 50 cm yang dilengkapi 5 kipas kecil berdiameter sekitar 12 cm. Kipas tidak menimbulkan suara agar walet tetap nyaman. Dua kipas dipasang di salah satu sisi boks. Dua kipas lain berada di atas kotak. Sementara satu kipas dipasang di dinding rumah walet. Harry mengatakan pemasangan alat menyesuaikan suhu dan kelembapan lokasi rumah walet. Jika kelembapan tinggi dan suhu terlalu rendah, letakkan alat menghadap barat.
Udara lembap
Begitu pun sebaliknya. Setelah alat terpasang masukkan 30 liter air ke dalam boks. Setelah ia menyalakan alat, semua kipas hidup, kecuali kipas yang terpasang pada dinding rumah walet. Fungsi kipas yang terpasang di atas boks menyedot udara luar. Saringan udara terbuat dari kain juga bergerak ke atas dan ke bawah secara perlahan. Lama-kelamaan saringan udara basah karena terendam air. Kipas yang terpasang pada sisi boks meniup saringan udara yang basah.
Hasilnya udara lembap keluar dari dalam boks. “Udara lembap inilah yang nantinya menormalkan suhu dan kelembapan di dalam rumah walet,” kata Harry. Sementara kipas yang terpasang di atas boks berfungsi menyedot udara kotor di dalam rumah walet. Amonia dari kotoran walet pun dapat diminimalkan dengan alat ini. Dengan begitu sarang walet yang dihasilkan berwarna putih.
Menurut Harry alat dapat mengatasi asap akibat kebakaran hutan. Caranya letakkan kain basah di atas kipas penyedot. Lama-kelamaan asap dalam rumah walet berkurang. Menurut Harry pemakaian alat setelah 2 pekan bisa menjadikan suhu dalam rumah walet berkisar 28ºC dan kelembapan 80%. Ia menganjurkan peternak untuk menutup semua lubang pada rumah walet saat pemasangan pertama hingga suhu ideal tercapai.
Peternak tidak perlu takut rumah walet menjadi pengap. Sebab alat itu bekerja mensirkulasi udara sekaligus menormalkan suhu dan kelembapan. Alat bekerja selama 16 jam sehari pada pukul 04.00—11.00, 12.00—18.00, dan 23.00—02.00. Peternak tidak perlu repot menyalakan alat pada jam-jam itu. Musababnya Harry memasang pengatur waktu otomatis.
Peranti bekerja pada pukul 04.00 agar udara dingin dari luar masuk ke dalam boks. Alat juga minim perawatan. Harry memberikan penutup kayu pada kipas yang dipasang di atas boks. Tujuannya agar kipas tidak terkena kotoran walet. Kipas dapat diganti setiap 3—4 tahun. Peranti juga terbuat dari aluminum supaya tidak berkarat. Agar udara lembap tersebar merata peternak mesti memasang pipa 2 inci pada sirip-sirip tempat walet bersarang.
Rumah kayu
Harry menghitung investasi pipa mencapai Rp250.000 per lantai untuk rumah walet berukuran 4 m x 10 m. Sementara investasi alat saat ini sekitar Rp1,7-juta per unit. Pria berumur 46 tahun itu juga menyediakan boks lebih besar berukuran 1,5 m x 1 m x 0,8 m. Harry menjual produk yang disebut terakhir Rp2,2-juta per unit. Nilai itu masih harga promosi.
“Biaya investasi alat terbayar dengan dari hasil satu kali panen sarang walet,” kata pria yang terjun ke dunia walet sejak 2005 itu. Alat dapat dipakai lebih dari 10 tahun. Kini 6 dari 20 alat itu sudah terjual ke beberapa peternak di Palangkaraya (Kalimantan Tengah), Samarinda (Kalimantan Timur), dan Sintang (Kalimantan Barat). Harry menuturkan alat itu cocok untuk rumah walet yang terbuat dari kayu.
Musababnya alat penstabil suhu dan kelembapan milik Harry tidak menyemprotkan air. Alat serupa dari produsen lain mengandalkan air untuk membuat suhu dan kelembapan ideal. Lambat laun cendawan tumbuh pada kayu yang terkena siraman air. Apalagi kebanyakan rumah walet saat ini terbuat dari kayu, terutama di Pulau Kalimantan. Meski berdinding beton, sirip pun terbuat dari kayu. (Riefza Vebriansyah)