Friday, March 7, 2025

Akuaponik: Tumbuh di Antara Batu

Rekomendasi
Kangkung para siswa madrasah tumbuh subur di wadah drum.
Kangkung para siswa madrasah tumbuh subur di wadah drum.

Menanam sayuran akuaponik di drum, bermedia batu. Tumbuhkan minat bekebun dan berwirausaha dengan belajar akuaponik.

Ketika para siswa lain menghabiskan jam istirahat untuk bermain atau sekadar bercengkerama di warung, Misbahudin, Deden Mutasari, M Alif Rayhan, dan Latifudin berkebun di halaman sekolah. Siswa Madrasah Sirojul Wildan, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, itu membudidayakan kangkung dan nila dengan sistem akuaponik. “Saya ingin jadi pengusaha agribisnis akuaponik. Nanti uang hasil usaha itu mau saya buat biaya kuliah,” ujar Deden Mutasari, siswa kelas XI Madrasah Aliyah itu.

Mereka memanfaatkan 2 drum plastik berkapasitas 100 liter. Latifudin sebagai ketua kelompok bersama kawan-kawannya membelah masing-masing drum menjadi dua bagian sehingga menjadi 4 wadah. Mereka lantas mengisi drum dengan batu kerikil dan menggunakannya sebagai media tanam. Di media itulah Latifudin menebarkan benih kangkung yang ia rawat dan panen setelah 35—45 hari pascatanam.

Sayuran hasil akuaponik tampil cantik dan segar.
Sayuran hasil akuaponik tampil cantik dan segar.

Pasang surut
Menurut Wildan Maulana, pembimbing pertanian di madrasah itu, Latifudin dan kawan-kawan menggunakan sistem pasang surut. Sistem itu sederhana dan perawatannya mudah. Tanaman sayuran daun seperti kangkung, bayam, dan selada cocok dengan sistem itu. “Sayuran tak perlu dipupuk karena mendapat nutrisi dari kotoran ikan,” ujarnya.

Keunggulan sistem itu, ketersediaan oksigen di akar tanaman maksimal sehingga tanaman tumbuh sehat dan risiko busuk akar semakin kecil. Musababnya, tanaman bebas dari genangan air setiap 3 menit. “Sistem pasang surut cocok untuk pemula,” kata pengelola grup Belajar Bareng Akuaponik di situs pertemanan dunia maya itu.

Eri Setiadi SSi, MSc, periset di di Instalasi Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi, Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menuturkan hal senada. “Prinsip pasang surut menggunakan tekanan udara. Artinya media tanaman terendam air dalam waktu tertentu hingga ketinggian tertentu,” ujarnya. Menurut alumnus Fakultas Biologi Universitas Nasional itu, keunggulan sistem pasang surut mencegah berhentinya aliran air karena listrik mati. Harap mafhum, aliran air yang berhenti menyebabkan media tanam kering sehingga pertumbuhan tanaman tidak maksimal bahkan bisa mati.

Wildan Maulana (paling kiri berdiri) dan Halida Agustina (berdiri paling kanan) bersama para siswa dan tamu Madrasah Sirojul Wildan.
Wildan Maulana (paling kiri berdiri) dan Halida Agustina (berdiri paling kanan) bersama para siswa dan tamu Madrasah Sirojul Wildan.

Idealnya pada sistem itu air mengalir selama 24 jam tanpa henti. “Air pasang surut selama 3 menit,” ujar Wildan. Untuk mengatur proses itu, para siswa menggunakan alat pengendali pasang surut air dalam wadah media tanam atau biasa disebut bell sipon.

Selain drum, para siswa juga menggunakan talang air sebagai wadah tanaman. Dengan media tanam berupa batu saja, kangkung itu tetap bisa tumbuh. “Akarnya mencengkeram batu kerikil sehingga tanaman tetap bisa tumbuh dan bisa dipanen,” kata Wildan.

Ikan
Dengan teknik akuaponik para siswa juga membudidaya ikan. “Total ada 80 ikan nila di dalam intermediate bulk container (IBC) berkapasitas 800 liter,” ujar Wildan. Untuk menaikkan air, sebuah pompa 300 watt mendorong air melalui pipa ke semua wadah budidaya termasuk wadah sayuran. “Sistem akuaponik yang bagus menggunakan satu pompa untuk semua wadah dalam satu instalasi. Hal itu untuk memudahkan pengontrolan dan perbaikan jika ada kerusakan,” kata alumnus Jurusan Fisika, Universitas Indonesia itu.

Para siswa antusias membudidayakan sayuran dan ikan dengan sistem akuaponik.
Para siswa antusias membudidayakan sayuran dan ikan dengan sistem akuaponik.

Selain aliran air lancar, di dalam wadah budidaya ikan itu juga tak ditumbuhi lumut. Harap mafhum keberadaan lumut mengganggu sirkulasi air. Para siswa mengecat wadah dengan dua lapisan warna. “Lapisan pertama hitam agar sinar matahari tidak tembus. Lapisan kedua putih agar sinar matahari terpantulkan sehingga udara di dalam wadah tetap stabil,” kata Wildan.

Sejak dibuat 6 bulan silam, Latifudin dan kawan-kawan baru panen sayuran sekali. Sementara ikan nila baru seukuran tiga jari orang dewasa. Totalnya 700 batang atau 25 ikat kangkung dari 3 wadah. Sebuah wadah untuk budidaya bayam tetapi gagal panen. Musababnya, “Setelah dicek bell sipon tidak bekerja,” kata lelaki kelahiran 29 Juli 1983 di Bandung, Jawa Barat, itu.

Hal itu membuat pengairan di media tanam tidak terjadi pasang. “Akibatnya media tanam bagian tengah dan atas jadi kering-kerontang,” kata Wildan. Hasil panen itu belum sempat mereka jual, hanya dibagi-bagi ke orang sekitar, sebagian lagi mereka bawa pulang untuk keluarga.

 Intermediate bulk container (IBC) yang tak ditumbuhi lumut karena dicat dengan dua lapis warna.
Intermediate bulk container (IBC) yang tak ditumbuhi lumut karena dicat dengan dua lapis warna.

Selaku guru bimbingan dan penyuluhan sekaligus ketua yayasan Al Mishbahul Ulum Qur’an, Halida Agustina menuturkan, kegiatan agribisnis seperti akuaponik membangkitkan jiwa kewirausahaan para siswa. Mereka antusias mengikuti budidaya sayuran dan ikan dengan akuaponik itu. Bahkan beberapa sudah membeli peralatan untuk berakuaponik sendiri di rumah. “Dengan bekal keterampilan bercocok tanam, para siswa bisa mandiri sekaligus bisa membantu orang tua,” ujar Halida.

Yayasan itu menaungi Madarasah Tsanawiyah, Aliyah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), rumah baca, serta rumah tahsin dan tahfiz atau tata cara membaca dan menghapal Qur’an. Jumlah siswa seluruhnya 450 anak. Saat ini yayasan itu berupaya meningkatkan kecintaan para siswa terhadap dunia pertanian. “Sekarang banyak orang kota yang semangat belajar pertanian, sementara orang desa malah tidak semangat. Padahal, dunia pertanian sampai kapan pun tidak bisa kita tinggalkan,” ujar alumnus jurusan Manajemen Sumber Daya Manusia Universitas Ibn Khaldun Bogor itu. (Bondan Setyawan)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

“Magotisasi di Jatisari: Inovasi Warga dalam Pengolahan Sampah

Trubus.id–Setiap Rukun warga (RW) 01, Kelurahan Jatisari, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, mendapatkan seperangkat alat pengolah sampah organik. Pengolahan sampah...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img