Ribuan tanaman tin varietas brown turkey, flanders, dan blue giant tumbuh subur dan produktif di sembilan rumah tanam. Produksi 250 kg per pekan.
Lima greenhouse seluas 3.000 m² tanpa sekat berbentuk terowongan itu tampak mentereng. Pemandangan di dalam greenhouse serupa, yakni dua ban mobil bekas berdiameter 38—40 cm. Pemilik rumah tanam itu, Geby Nurdin Koa, menumpuk dua ban mobil menjadi satu, mengisi dengan media tanam. Geby mencampur sekam mentah, sekam bakar, tanah, pupuk kandang kotoran kambing, dan pasir kali dengan perbandingan 1:2:2:1:2.
Petani di Kabupaten Subang, Jawa Barat, itu lalu menanam tin di tengah-tengah ban. Di sebuah greenhouse itu tumbuh 3.000 tin di pot khusus itu. Artinya Geby memerlukan 6.000 pot. “Saya menggunakan ban bekas karena pertumbuhan tin lebih bagus dan subur,” ujar petani tin sejak 2015 itu. Tumbuh dalam pot ban, tanaman anggota famili Moraceae itu tidak memerlukan penyiraman setiap hari karena ban mampu menjaga kelembapan tetap.
Matang bergantian
Geby meletakkan pot berjarak 1 m x 1 m. Jarak itu sangat rapat sehingga menjadi hutan tin. Setiap tanaman setinggi 1,5—2 m dengan 3—4 cabang tumbuh keempat arah. Cabang-cabang setinggi 1 m itu terikat ke tali majun yang menjulur dari atas. Buah-buah bulat sebesar bola pingpong bergelayut disetiap ketiak daun hingga ke pucuk tanaman. Buah-buah itu matang secara bergantian, mulai dari buah paling bawah, kemudian buah di atasnya menyusul.
Ayah 2 orang anak itu menuai rata-rata 30 kg buah per pekan per greenhouse atau total dari 9 greenhouse sekitar 200—250 kg tin per pekan. Geby mengembangkan varietas brown turkey, flanders, dan blue giant. “Saya memilih varietas-varietas itu karena tin itu paling banyak diminta pasar,” ujarnya. Harga jenis buah tin brown turkey dan flenders Rp250.000 per kg, sedangkan buah tin blue giant Rp300.000 per kg.
Pria kelahiran Jakarta, 38 tahun lalu itu itu bekerja sama dengan beberapa pasar buah dan pasar swalayan di Jakarta, Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera, dan Kalimantan. Pasokan 30 kg per pekan belum mencukupi kebutuhan pasar. Oleh karena itu, Geby terus memperbanyak bibit hasil steek supaya dapat memenuhi kebutuhan buah ara di tanahair. Geby memiliki 300 pohon induk untuk perbanyakan. Ia menghasilkan 300 bibit per bulan.

Geby pun memberikan penyiraman secara otomatis melalui sistem fertigasi. Pria asli Kupang, Nusa Tenggara Timur, itu memberikan fermentasi kotoran kambing sebagai sumber utama nutrisi tanaman. Geby memberikan 2 kg pupuk kambing, selain itu ia juga dan melarutkan nutrisi AB mix 500 ml dalam 1 liter air, mengaduk rata, dan mengalirkan nutrisi itu lewat jaringan fertigasi. Suami dari Siti Nuraini itu memasang pipa di bawah wadah atau pot berupa tumpukan dua ban.
Setiap tanaman mendapat 1—2 pipa spaghetti cube yang mengalirkan nutrisi secara terkontrol. Melalui pipa itu Geby mengalirkan air dan pupuk ke setiap tanaman. Frekuensi pemberian pupuk 2 kali sepekan. Durasi sekali pemberian pupuk 5 menit setara 1,5 liter nutrisi per tanaman dalam sepekan. Demikian pula pemberian air juga 3—4 kali sepekan. Durasi dan volume air per tanaman sama.
Pada waktu yang telah ditetapkan alat penyiraman bekerja mengairi tanaman dengan pupuk atau air. Dengan demikian efisien dalam waktu pengerjaan dan mudah melakukannya. Namun, nutrisi AB mix tidak memberikan pengaruh besar pada pertumbuhan tin. Geby hanya memberikan pupuk kotoran kambing sebagai nutrisi utama. Pemberian pupuk pun dilakukan setiap 3—4 bulan sekali.

Tren
Kebun tin pria kelahiran 30 Agustus 1980 itu terkontrol, baik dari media, pupuk, fasilitas, dan greenhouse, sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi. Pertumbuhan tanaman pun optimal. Hasrat Geby mengebunkan tin antara lain karena nilai historis. Berbagai kitab suci agama besar seperti Alquran dan Injil mencantumkan tin. Untuk mewujudkan impian berkebun tin, Geby membangun baru tiga greenhouse masing-masing seluas 600 m² pada 2016 dengan produksi rata-rata 15 kg per hari.
Ia menambah lima rumah tanam baru pada 2017. Kini di atas lahan 5.000 m² itu berdiri sembilan rumah tanam mewah. Keruan saja Geby menanam modal cukup gemuk. Sebagai gambaran untuk membangun sebuah rumah tanam 200—500 m² pekebun di Indonesia memerlukan dana Rp80 juta. Geby mengebunkan tin di dalam rumah tanam untuk mencegah serangan hama dan penyakit karat daun. Cendawan batang memicu serangan penyakit yang menurunkan produksi hingga 60%.
Demikian pula wadah tumbuh yang menyedot anggaran cukup besar. Harga sebuah ban bekas Rp6.000. Dengan populasi 3.000 tanaman, Geby memerlukan 6.000 ban bekas setara Rp36 juta. Geby mengatakan ban bekas itu mampu bertahan hingga 20—30 tahun. Jika ia menggunakan pot plastik berdiameter 60 cm hanya bertahan 5—7 tahun. Selain itu harga pot relatif mahal, mencapai Rp30.000—Rp50.000 per pot.
Geby memprediksi titik impas pada tahun ke-2. Kini 6 karyawan membantu Geby mengelola kebun buah kerabat murbei itu di Subang berketinggian 700 meter di atas permukaan laut itu. (Tiffani Dias Anggraeni)