Beras analog sebagai sumber karbohidrat alternatif selain nasi.
Puji Astuti mendidihkan air di dalam alat penanak nasi elektrik. Setelah mendidih, ia memasukkan butiran beras ke dalam air, lalu menutup penanak nasi hingga matang. Cara menanak nasi itu berbeda dengan cara menanak nasi menggunakan penanak nasi elektrik sehari-hari. Warga Ciracas, Jakarta Timur, itu biasanya memasukkan beras ke dalam air tanpa mendidihkan dahulu. Cukup masukkan beras ke dalam air, lalu nyalakan alat penanak nasi hingga nasi matang.
Hari itu Puji tidak menanak nasi dari beras padi. Ia memasak beras analog atau beras buatan berbahan dasar jagung. Sosoknya persis beras, tetapi berbahan baku biji jagung. Itulah sebabnya nasi dari beras analog itu beraroma jagung rebus. Menurut Puji rasa nasi itu terasa lebih hambar, tidak seperti nasi dari beras yang terasa sedikit manis. “Ini seperti makan nasi bercitarasa jagung,” kata Puji. Namun, tekstur nasi lebih kenyal ketimbang nasi dari beras.
Beras buatan
Menurut dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Slamet Budijanto, beras analog atau beras buatan adalah butiran beras yang terbuat dari sumber karbohidrat lokal nonpadi. Sumber karbohidrat yang diolah menjadi beras analog di antaranya jagung, singkong, sorgum, ubi, sukun, dan pisang. “Di luar negeri beras analog terbuat dari butiran beras yang hancur, kemudian diolah dan dibentuk kembali hingga menyerupai beras utuh,” ujar penemu beras analog itu.
Proses pemasakan beras analog berbeda dengan beras asal padi. Sebelum memasak, kita tak perlu mencuci beras analog. Tinggal didihkan air, perbandingan air dan beras saat pemasakan cukup 1:1. Kemudian masukkan beras analog ke air mendidih itu. Jika memasukkan beras ke penanak elektrik ketika air masih dingin menyebabkan butiran beras analog hancur. Sebab pada dasarnya beras tiruan itu berasal dari tepung. Nasi pun jadi lengket.
Puji memasak beras analog berbahan tepung jagung produksi PT Fits Mandiri, produsen beras analog di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Menurut Manager Operasional PT Fits Mandiri, Retno Wulandari, sebetulnya banyak bahan pangan sumber beras analog. Namun, karena keterbatasan bahan baku, kini perusahaan itu baru menggunakan tepung jagung sebagai bahan baku beras analog.
Untuk mengolah tepung jagung menjadi beras analog tidak dapat berdiri sendiri, tapi perlu tambahan bahan lain, seperti tepung sagu, minyak sayur, dan air agar dapat menggumpal sehingga dapat dibentuk butiran beras. Retno menuturkan beras analog memiliki berbagai keunggulan. Kandungan gizi beras analog dapat diatur sesuai keperluan. Beras analog dapat diolah dengan indeks glikemik rendah, serat tinggi, dan kandungan gizi tinggi.
Oleh sebab itu beras analog dapat juga dimanfaatkan untuk mengatasi masalah malnutrisi dengan menambahkan beberapa nutrisi mikro penting ke dalam bahan baku beras analog, seperti vitamin A dan E, zat besi, dan niasin. Beras analog juga dapat dikembangkan sebagai beras fungsional untuk kebutuhan khusus, seperti untuk penderita diabetes, kolesterol tinggi, atau kebutuhan diet lainnya.
Alternatif
Slamet Budijanto mengatakan, ia menciptakan beras analog berbahan nonpadi sebagai sumber karbohidrat alternatif agar tidak bergantung terus pada konsumsi nasi. Menurut Slamet kini masyarakat Indonesia konsumen nasi terbesar ke-3 di dunia, yakni mencapai 124 kg per kapita per tahun. Dengan produksi 75-juta ton padi atau setara 46-juta ton beras, Indonesia masih saja mengeluhkan kekurangan beras.
“Padahal sangat banyak sumber karbohidrat alternatif yang dapat dikonsumsi menggantikan padi,” ujarnya. Namun, untuk menghadirkan sumber karbohidrat lain sebagai makanan pokok di atas meja makan sulit. “Masyarakat Indonesia terbiasa makan nasi,” kata Slamet. Oleh sebab itu ia berinovasi mengubah bentuk sumber karbohidrat nonpadi menjadi bentuk yang akrab bagi masyararakat Indonesia, yaitu butiran beras.
Menurut Retno walaupun menunjukkan tren kenaikan, permintaan beras analog di masyarakat masih rendah. Dalam satu pekan, ia hanya memproduksi beras analaog sebanyak 720 kg. Padahal, kapasitas produksi mesin mencapai 160 kg per jam. “Kesulitan terbesar adalah mengedukasi masyarakat tentang penggunaan beras analog,” kata Retno. Agar lebih menarik masyarakat, ia juga menambahkan beberapa varian rasa dalam produksinya antara lain rasa nasi uduk, liwet, rawon, soto ayam, dan soto daging. (Muhammad Awaluddin)