Anak muda spesialis olahan kelapa seperti gula semut, briket tempurung, dan virgin coconut oil dengan omzet miliaran rupiah. Membuka pasar dengan memanfaatkan teknologi pemasaran digital.
Trubus — Para perempuan pekerja itu cekatan menyortir gula semut untuk kemudian dikemas ke dalam kantong plastik transparan. Pekerja lain mengemas gula semut itu dalam kantong berwarna cokelat muda atau paper bag berlapis plastik food grade. Itulah salah satu aktivitas di pabrik maklon yang digunakan Sandilla Tristiany. Ia menjual gula semut dalam jumlah kemasan 5–25 kg. Perempuan muda 26 tahun itu memproduksi gula semut sejak 2012.

Menurut Sandilla total produksi gula semut mencapai 30 ton per bulan. Ia memasok pasar ekspor ke Australia, New Zeland, Yunani, Polandia, dan Inggris hingga 30 ton per bulan. Ia berhasil membuka pasar ekspor pada 2011 setelah memasarkan produk petani kelapa melalui internet pada portal seperti alibaba dan tradekey secara gratis. Sejatinya permintaan pasar mananegara lebih besar daripada kemampuan pasokan itu. Sayang, produksi gula semut Sandilla masih terbatas.perempuan pekerja itu cekatan menyortir gula semut untuk kemudian dikemas ke dalam kantong plastik transparan. Pekerja lain mengemas gula semut itu dalam kantong berwarna cokelat muda atau paper bag berlapis plastik food grade. Itulah salah satu aktivitas di pabrik maklon yang digunakan Sandilla Tristiany. Ia menjual gula semut dalam jumlah kemasan 5–25 kg. Perempuan muda 26 tahun itu memproduksi gula semut sejak 2012.
Serbakelapa

Pasar luar negeri menghendaki gula semut berwarna cokelat terang dengan kemanisan 75–80%, kadar air 3%, dan memiliki sertifikat organik. Selama ini Sandilla mampu memenuhi standar kualitas itu. Menurut Sandilla harga jual gula semut ke mancanegara bervariasi, antara US$2,20—US$2,50 per kg. Dengan harga terendah saja, omzet i-trade—nama perusahaan Sandilla—sangat fantastis, miliaran rupiah per tahun.
Selain itu Sandilla juga memasok dalam negeri antara lain ke industri, hotel, dan beberapa kafe. Menurut Sandilla standar mutu gula semut untuk pasar domestik relatif sama dengan pasar ekspor, hanya tidak membutuhkan sertifikat organik. Volume pasokan mencapai 20 ton per bulan.
Di samping gula semut, Sandilla juga memproduksi briket arang batok kelapa di bawah PT Mata Energi Nusantara. Volume produksi briket mencapai 50 ton per bulan. Ia membuat briket kotak berukuran 22 mm x 22 mm x 22 mm. Sandilla mengatakan briket berbahan tempurung kelapa itu mengandung kalori lebih dari 7.000 kkal/kg. Briket itu banyak digunakan untuk shisha dengan abu berwarna putih.

Alumnus Universitas Indonesia itu memasarkan briket ke Amerika Serikat, Jerman, Rusia, dan negara-negara di Timur Tengah. Briket hanya mengisi pasar ekspor. Ia menjual briket US$0,8 – US$1 per kg. Briket berbentuk kubus, per kilo terdiri atas 96 atau 72 buah dengan ukuran berbeda. Adapun biaya produksi briket mencapai Rp8.500 per kg.
Untuk memproduksi gula semut, Sandilla melibatkan 660 petani kelapa di Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet dan Desa Ponjen, Kecamatan Karanganyar, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah dan arang batok kelapa melibatkan ratusan petani arang di Indragiri Hilir, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
Kemitraan

Di kedua desa gula semut itu tercatat 660 petani yang menyadap nira sebagai bahan baku gula semut. Jika petani menyadap mayang, maka pohon Cocos nucifera itu tak menghasilkan buah. Rata-rata kepemilikan seorang petani mencapai 20—40 pohon. Mereka menanam pohon anggota famili Arecaceae itu di lahan sendiri. Ada juga yang masih menyewa lahan milik orang lain.
Mereka membudidayakan kelapa secara organik, tanpa penambahan pupuk kimia dan pestisida kimia. Kini 247 petani i-trade telah tersertifikasi organik melalui auditor bernama BIOCert. I-trade adalah perusahaan manufaktur dan perdagangan khususnya, ekspor, penyimpanan, serta distribusi.
I-trade berfokus pada komoditas pertanian yang didedikasikan untuk industri Indonesia di berbagai sektor, seperti makanan, pakan, dan kimia hijau. Melalui i-trade Sandilla memfasilitasi pertemuan pembeli secara langsung dengan petani. Ia melakukan riset pasar, riset produk, pelatihan, dan perbaikan administrasi kelompok tani. Sandilla berhasil memperkenalkan petani dengan produk-produk inovatif dan sehat (organik).
Para petani kemudian mengolah nira menjadi gula semut dan tempurung buah kelapa menjadi arang batok kelapa. Mereka menyetorkan komoditas itu kepada Sandilla yang akan meningkatkan kualitas antara lain dengan pengolahan dan pengemasan yang apik. Anak ke-2 dari 3 bersaudara itu lantas memasarkan ke berbagai negara. Kerja sama saling menguntungkan itu terjalin sejak 2012.
Pemberdayaan petani
Sandilla membeli gula semut dengan harga Rp21.000 per kg. Ia mencoba membatasi pembelian dari pengepul dan membeli langsung ke petani, karena sulit untuk menghilangkan posisi pengepul di lapangan. Harga itu untuk gula serbuk yang masih basah. Sandilla harus mengayak dan mengoven lagi untuk meningkatkan mutu. Para petani meraih keuntungan memadai dan memperoleh jaminan pasar.
Bandingkan dengan sebelum 2012, ketika mereka memproduksi dan memasarkan gula kelapa—bukan gula semut—secara mandiri. Pada saat itu nilai jual gula kelapa hanya Rp 8.000 per kg. Padahal, untuk mendapatkan 1 kg gula semut memerlukan 10 liter nira hasil sadapan 20 pohon kelapa. Petani harus memanjat 40 kali dengan rata-rata tinggi pohon 20 meter.

Itulah sebabnya kehidupan mereka memprihatinkan. “Banyak petani kelapa yang makan nasi aking,” kata Sandilla mengenang. Sisa-sisa nasi yang tak termakan, mereka bersihkan dan keringkan di terik matahari untuk dikonsumsi ulang. Itulah yang disebut nasi aking. Cita-cita Sandilla memiliki usaha yang berdampak sosial secara berkelanjutan terwujud pada 2013.
Ketua Kelompok Pemuda Sumber Rejeki (KPSR) yang memiliki pohon kelapa itu menyambut baik kehadiran Sandilla. Pada 2014 Cindy—sapaan Sandilla—mendirikan i-trade dengan motto “connecting world needs”, yang berupaya menjaga keberlangsungan hidup yang lebih baik untuk petani-petani kecil di Indonesia. Misinya melatih para petani untuk menanam dan memproses hasil bumi agar sesuai dengan permintaan pembeli, memasarkan dan mengekspor produk para petani menggunakan aplikasi pasar digital.
Sandilla memang berhasrat mandiri secara finansial. Keinginan kuat itu terpatri ketika mendiang ayahnya tak terselamatkan akibat gagal ginjal. Seluruh harta keluarganya hampir habis untuk mengobati ayahnya. Ia pernah bekerja sebagai jurnalis sebuah koran, relawan di Papua Barat, analis data di sebuah lembaga swadaya masyarakat, dan memberdayakan perempuan narapidana di lembaga pemasyarakatan Pondokbambu, Jakarta Timur.
Namun, bekerja sebagai karyawan tidak pernah memberikan kepuasan batin bagi Cindy. Itulah sebabnya Cindy memutuskan untuk fokus berbisnis gula semut dan briket arang batok kelapa. Bisnis gula itu itu bukan hanya manis bagi Sandilla tetapi juga para petani kelapa di Purbalingga. “Petani Indonesia tidak boleh punah hanya karena tidak mampu menjual produknya. Bukan takdir petani Indonesia untuk miskin di ladang yang begitu kaya,” kata Sandilla. (Marietta Ramadhani)