
Paruh bengkok asal Argentina cerdas, manja, dan dapat dilatih.
“Pago, kemari!” seru Pramono Harjanto. Ia tidak memanggil anak atau teman, melainkan sesosok burung yang terbang berputar-putar beberapa meter di atas Pramono dan teman-temannya. Mendengar perintah Pram—nama panggilan Pramono—Pago langsung melayang turun dan bertengger di bahu Pram. Pago adalah burung paruh bengkok jenis patagonian conure Cyanoliseus patagonus asal Argentina.
Setelah hinggap di bahu Pram, burung berbulu hijau cokelat itu segera menerima “imbalan” makanan berupa biji-bijian. “Patagonian conure salah satu koleksi favorit dan terbaru saya,” ujar pegawai sebuah Badan Usaha Milik Negara itu. Ia membeli Pago Rp10-juta pada Desember 2014. Pram terpikat keistimewaan patagonian conure berumur 5 bulan itu, yaitu cerdas dan mudah dilatih.
Menggali tebing
Nama patagonian menunjukkan habitat aslinya di lembah Patagonia, bagian selatan Argentina. Habitat asli patagonian conure adalah Argentina, Uruguay, dan Chile. Dalam Parrots: The Animal Answer Guide, Matt Cameron, peneliti burung peraih gelar doktor dari University of New England, Armidale New South Wales, Australia. menyatakan patagonian conure mempunyai sebutan burrowing parrot.
Di habitat asalnya, conure itu membuat sarang dengan menggali tanah sisi tebing hingga kedalaman 2,5 meter. Dengan panjang badan 45 cm dan bobot 450 g, patagonian conure lebih mirip macaw daripada conure. Patagonian conure menjadi klangenan dan banyak ditangkarkan di Chile, Argentina, Inggris dan Belgia. Selain cerdas, paruh bengkok itu juga mampu menirukan perkataan manusia dengan jelas sehingga popularitasnya semakin menanjak.

Meskipun Pago baru berumur setahun, Pram kerap mengikutkannya dalam kegiatan free flight. Dalam acara itu, burung dibiarkan terbang bebas untuk kembali kepada pemiliknya. Bagi burung yang belum terlatih, kegiatan itu riskan lantaran burung bisa kabur dan hilang akibat belum hapal dengan pemiliknya. Pram yakin dengan kemampuan Pago. Sebab, ia memperlakukan Pago bukan sekadar klangenan yang hanya dikurung dan dipamerkan ke orang-orang.
“Paruh bengkok bukan burung pajangan, pemilik harus aktif berinteraksi. Paruh bengkok adalah burung sosial yang hidup dalam kawanan. Bila diajak berinteraksi, mereka menganggap pemilik sebagai kawan sehingga cepat mengerti dan menirukan apa yang diajarkan,” kata Pram. Soal pemeliharaan, pata tidak rewel. Pakan biji-bijian dan sari buah berbentuk pelet.
Untuk menjaga kebersihan bulu, Pram menyemprotkan air 2 kali sehari. Patagonian alias pata adalah jenis burung yang lihai menyembunyikan masalah kesehatan lantaran menjadi mangsa hewan lain. Itu sebabnya pemilik harus jeli dan teliti agar penyakit atau gangguan kesehatan yang dialami pata bisa cepat ketahuan. Menurut Sutawijaya alias Cucu, pehobi sekaligus importir paruh bengkok di Jakarta Pusat, selain pata, jenis conure yang terbilang baru adalah red masked conure Aratinga erythrogenys. Warna bulu red masked conure dominan hijau cerah dengan sedikit merah di sekitar wajah hingga menyerupai topeng.

Rutin bermain
Seperti pata, red conure pun cerdas dan mudah menghapal trik serta kode-kode yang diajarkan. Selain itu, conure mudah akrab dengan manusia sehingga pehobi tidak pikir panjang menebus burung seharga Rp8-juta per ekor itu. Pada Desember 2014, Cucu mendatangkan pata dan red conure dari sebuah penangkaran di Belgia.
Mattie Sue Athan, ahli perilaku burung dari Amerika Serikat dalam Guide to Companion Parrot Behavior, red masked conure gemar bersuara keras sehingga tidak cocok dipelihara orang yang sensitif terhadap suara. “Kebiasaannya di alam yang lain adalah suka mengunyah buah dan biji-bijian. Berikan mainan berbahan karet yang tidak mudah koyak dan cabang alami untuk menyalurkan insting mengunyah red mask conure,” kata Cucu.
Pehobi burung paruh bengkok sejak 2005 itu pun menempatkan topeng merah koleksinya dalam kandang besar berukuran 60 m x 60 m setinggi 70 m dengan sebuah tenggeran untuk menampung burung dan semua mainan di dalamnya. Menurut Cucu kolektor pata dan red masked lazimnya berpengalaman memelihara atau melatih burung. Musababnya harga paruh bengkok benua Latin itu terbilang tinggi. Bagi pehobi pemula, Cucu menyarankan jenis sun conure yang terjangkau dan sama-sama mudah dilatih.

Salah satu kolektor sun conure adalah Ali dari Serpong, Tangerang Selatan. Menurut Ali, beberapa pehobi tanahair mulai mengoleksi sun conure sejak 2008, tetapi baru 3 tahun silam Ali membelinya. Ia membeli burung berwarna dominan kuning cerah berumur 3 bulan itu seharga Rp 3-juta. Sejak lepas dari pakan loloh, Ali segera melatih Aratinga solstitialis itu.
Pemilik sun conure harus rutin menyediakan waktu khusus untuk bermain dengan klangenannya. Penyelia di sebuah perusahaan kargo nasional itu pernah melewatkan waktu bermain. Burung kesayangannya melakukan protes dengan berteriak-teriak gaduh lantaran merasa terabaikan. Sun conure memiliki tubuh terkecil dibandingkan pata atau red masked.
Joseph M Forshaw, ahli burung atau ornitolog dari Badan Perlindungan Satwa Liar dan Taman Nasional Australia dalam Parrots of the World menulis, makanan sun conure di alam liar antara lain buah, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Makanan juga diberikan sebagai hadiah setiap kali usai berlatih atau bermain. Burung yang tersebar dari Brasil sampai Venezuela itu sangat aktif sehingga perlu kandang yang luas agar leluasa mengepakkan sayap dan terbang berputar.

Pehobi yang memelihara paruh bengkok kini semakin banyak dan tersebar di berbagai daerah. Burung yang dimiliki juga beragam, seperti berbagai jenis conure dan makaw yang memiliki fisik besar. Koh Afu, pehobi dari Cengkareng, Jakarta Barat, mengatakan, harga makaw mencapai Rp75-juta. Semua burung yang dijualnya rata-rata siap dilatih berbagai trik termasuk free flight.
Afu juga menyarankan untuk tidak menjual burung paruh bengkok lokal karena banyak jenis yang dilindungi dan populasinya di alam liar semakin menyusut. Kemunculan komunitas pencinta paruh bengkok menjadi sarana memperkenalkan burung paruh bengkok ke masyarakat luas sekaligus mengedukasi pentingnya pelestarian dan perlindungan burung liar. (Muhammad Hernawan Nugroho)