FX Wakijo dan keluarganya menampung, mengolah, dan mengonsumsi air hujan dalam 3 tahun terakhir. Mereka merasa lebih bugar.
Senja basah oleh hujan hujan yang menderas di Kota Bekasi, Jawa Barat. Fransiskus Xaverius Wakijo menyambut hujan dari langit itu dengan 2 ember berkapasitas masing-masing 120 liter. Warga Bekasi itu menampung air hujan di samping rumahnya. “Kualitas air hujan yang dibarengi kilat paling bagus,” kata pria 49 tahun. Menurut Wakijo air hujan yang disertai kilat sudah terelektrolisis.

Dampaknya nilai Total Dissolve Solid (TDS) rendah. TDS merupakan benda padat yang terlarut yaitu semua mineral, garam, logam, serta kation-anion yang terlarut di air. Pengalaman ayah satu orang anak itu, rata-rata nilai TDS air hujan selalu kurang dari 60. Adapun saat hujan disertai kilat nilainya kurang dari 20. Artinya air mendekati murni. Alumnus Universitas Terbuka Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar menampung air hujan sejak Januari 2015.
Mengolah air hujan
Wakijo yang berprofesi sebagai guru Sekolah Dasar Strada Budi Luhur 1 itu merasakan faedah dari air hujan. Pada Desember 2014 Wakijo meriang. Seorang teman memberikan air putih untuk konsumsi. Berselang 2 jam konsumsi air itu Wakijo merasa bugar. Mengetahui air yang dikonsumi adalah air hujan, Wakijo pun rutin mengolahnya. Tiga tahun terakhir Wakijo dan keluarga tidak lagi membeli air minum.
Mereka memanfaatkan air hujan hasil tampungan sebagai air minum. Namun, pengolahan air hujan berbeda dengan air putih biasa yang direbus atau distilasi (lihat boks: Olah Air Hujan). Menurut Wakijo air hujan basa bersifat membersihkan sehingga kotoran yang ada di dalam tubuh keluar. “Tiga tahun kami sekeluarga bugar karena konsumsi air hujan,” kata Wakijo. Artinya air hujan menjadikan tubuh bersih sehingga berbagai macam penyakit enggan datang.

Adapun air hujan asam kaya oksigen, pemanfaatannya bisa untuk menyembuhkan luka luar dan nutrisi untuk tanaman. Wakijo pun berkreasi menggunakan dua air hujan hasil elektrolisis itu sebagai penyegar wajah dikemas pada semprotan mini. “Air hujan basa untuk membersihkan, sedangkan air hujan asam kaya oksigen agar wajah lebih berseri,” katanya. Ia tidak memperjualbelikan alat dan produk air hujan.
Pasalnya budaya konsumsi air hujan adalah gerakan agar setiap masyarakat bisa memanfaatkan dan mengolah air hujan sendiri. Anak ke-5 dari 10 bersaudara itu kerap membuka pelatihan dan bersedia mengajari siapa pun yang mau belajar hingga bisa mengolah air hujan sendiri. Menurut Peneliti Pertama Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Budi Harsoyo, pemanenan air hujan adalah solusi pemecahan terhadap masalah krisis sumberdaya air di perkotaan.
Pasalnya, panen air hujan adalah pengelolaan sumberdaya air di daerah perkotaan secara terintegrasi, efektif, dan efisien. Kegitan pemanenan air hujan juga bermanfaat sebagai alternatif upaya konservasi air. (Muhamad Fajar Ramadhan)