
Khasiat air basa masih pro-kontra. Penelitian ilmiah membuktikan khasiatnya.
Tujuh tahun terakhir ramai beredar produk air minum basa di tanah air. Air basa adalah sebutan untuk air minum hasil elektrolisis—termasuk air hujan hasil proses serupa— yang memiliki tingkat keasaman (pH) berkisar 8—11. Tingkat keasaman air minum rata-rata 6—7. Air minum basa itu berfaedah membantu menyeimbangkan tingkat keasaman tubuh yang berlebihan akibat pola makan yang kurang seimbang.
Menurut Edy Siswantoro dari Program Studi Ilmu Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Dian Husada Mojokerto, Jawa Timur, air basa dihasilkan dari proses ionisasi untuk mengurai rangkaian molekul air. Akibatnya sel-sel tubuh lebih mudah menyerapnya. Makin tinggi jumlah molekul air yang mampu diserap oleh tubuh, maka makin tinggi pula kesempatan bagi tubuh memenuhi kebutuhan molekul air harian.
Kontroversi
Selain itu kandungan antioksidan dalam air basa mampu membantu tubuh untuk menangkal radikal bebas. Antioksidan bekerja dengan cara memberikan elektron pada molekul radikal bebas sehingga menetralkan sifat buruk dari radikal bebas. Antioksidan membantu tubuh mengatasi penyakit degeneratif. Penyakit itu disebabkan asam lemak tak jenuh dalam jaringan sel yang terserang radikal bebas sehingga terjadi reaksi antarsel dan menghasilkan senyawa peroksida yang merusak sel.
Faedah air basa itu menyebabkan kontroversi di tanah air, terutama dalam hal kemampuan air basa mempengaruhi pH darah sehingga menjadi basa. Kondisi darah yang basa diduga membuat tubuh menjadi lebih sehat. Menurut dokter spesialis gizi klinis Siloam Hospitals, Jakarta, dr. Samuel Oetoro, Sp.G.K., sebetulnya pH darah itu netral. “Organ paru-paru dan ginjal yang mengatur pH darah menjadi asam atau basa, bukan dari air yang kita minum,” tuturnya.
Samuel menjelaskan pH darah tidak dipengaruhi air minum yang dikonsumsi. Secara medis, setiap minuman dan makanan yang dikonsumsi masuk ke dalam lambung. Asam lambung yang ber-pH 2—3 mengurai makanan dan minuman yang dikonsumsi. Artinya, saat keluar dari lambung, makanan dan minuman yang sudah dicerna akan bersifat asam. Makanan dan minuman selanjutnya turun ke usus.
Di sana pH makanan dan minuman menjadi netral. Pada kondisi itulah tubuh menyerap hasil pencernaan. “Konsumsi air basa tidak berbahaya, tapi tidak ada efeknya untuk tubuh, tidak ada pengaruh apa-apa,” ujar Samuel. Menurut Samuel tubuh baru memerlukan bantuan untuk mengatur pH darah dalam kondisi kritis, yakni saat organ paru-paru dan ginjal tidak berfungsi baik.
“Pada kondisi itu cairan basa dimasukkan lewat infus sehingga langsung masuk ke dalam darah, bukan dari air yang diminum,” kata Samuel. Di satu sisi klaim tentang khasiat air basa mengundang pro dan kontra para tenaga medis. Di sisi lain, kontroversi itu justru mendorong para peneliti untuk membuktikan faedahnya bagi kesehatan secara ilmiah. Salah satunya dilakukan Edy Siswantoro dan rekan yang meriset efek konsumsi air basa menurunkan kadar gula darah acak pasien diabetes mellitus tipe 2.
Kadar gula turun
Dalam penelitian itu Edy membagi responden diabetes mellitus tipe 2 menjadi 4 kelompok masing-masing terdiri atas 7 orang. Lokasi penelitian di Puskesmas Brangkal, Kecamatan Brangkal, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Selama penelitian, responden tetap mengonsumsi obat diabetes mellitus, yaitu glibenklamid dan metformin yang diberikan oleh tenaga kesehatan.
Edy memberikan air ba

sa sebagai terapi nonfarmakologis untuk mendampingi terapi farmakologis kepada penderita. Pada kelompok A, Edy memberikan air ber-pH netral (pH 7) kepada pasien selama 14 hari. Adapun pada kelompok B ia memberikan air basa ber-pH 8, kelompok C ber-pH 9,5, dan kelompok D kombinasi pH 9 dan 11,5. Hasil penelitian menunjukkan, gula darah acak pasien pada kelompok A (pH 7) dan B (pH 8) tidak berbeda nyata.
Penurunan kadar gula darah acak yang signifikan terjadi pada kelompok C (pH 9,5) dengan penurunan kadar gula rata-rata 6,85714 mg/dl. Penurunan signifikan juga terlihat pada kelompok D (kombinasi pH 9,5 dan 11,5) yang rata-rata turun 14,85714 mg/dl. Dari hasil itu Edy menyimpulkan bahwa hanya air basa ber-pH 9,5 dan kombinasi pH 9,5 dan 11,5 yang efektif membantu menurunkan gula darah acak pasien diabetes mellitus.
Menurut Edy penurunan kadar gula darah itu berkat kandungan antioksidan pada air basa. Antioksidan pada air basa membantu organ tubuh, terutama pankreas, kembali bekerja optimal memproduksi insulin yang dibutuhkan tubuh.
Uji klinis

Penelitian lain tentang faedah air basa juga dilakukan staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Nahwa Arkhaesi dan Galuh Hardaningsih. Dalam penelitian itu Nahwa melakukan uji klinis tentang pengaruh pemberian air basa terionisasi terhadap kualitas hidup anak berusia 6—14 tahun yang menderita asma. Penelitian dilakukan terhadap 36 anak penderita asma. Nahwa memberikan air basa terionisasi dengan pH 9,8 sebanyak satu botol berkapasitas 600 ml setiap hari. Penelitian berlangsung selama 14 hari.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kualitas hidup anak asma usia 6—14 tahun sebelum pemberian air basa terionisasi menunjukkan angka di bawah nilai kualitas hidup anak sehat. Adapun setelah mengonsumsi air basa terionisasi, nilai keseluruhan kualitas hidup anak asma meningkat menjadi hampir seperti anak sehat pada umumnya.
Air basa terbukti berefek positif memperbaiki kondisi pasien melalui modulasi sel-sel imun tubuh. Pada kasus distres pernapasan seperti asma, adanya kadar PaCO2 yang cenderung tinggi dalam darah dapat menyebabkan penurunan pH darah yang biasa disebut asidosis respiratorik. Darah dan lingkungan saluran napas yang cenderung asam dapat memicu sel-sel inflamasi menjadi hiperreaktif.
Akibatnya derajat asma makin berat dan makin tinggi pula frekuensi munculnya serangan asma. Air basa berefek antialergi dengan mengaktifkan sel-sel imun TH-2 yang berperan menekan gejala asma sehingga mengurangi frekuensi timbulnya gejala. Terlepas dari benar atau tidaknya khasiat air basa, tak ada salahnya bila mencoba untuk mengonsumsinya. (Imam Wiguna)