![](https://majalahtrubus.com/wp-content/uploads/2019/03/Trubus-Edisi-Maret-2019-Highrest-91-2-128x300.jpg)
tanaman hias incaran pehobi.
Hobi tanaman hias menjadi sumber penghasilan.
Trubus — Kebun itu tak seberapa luas, hanya 100 meter persegi. Sebuah rumah tanam sederhana seluas 50 m2 beratap plastik ultraviolet berdiri di lahan itu. Iwan memanfaatkan rumah tanam untuk pembesaran beragam jenis tanaman hias seperti seperti anthurium, begonia, philodendron, dan monstera. Petani tanaman hias Ciapus, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu mampu memasarkan 50 pot tanaman per bulan.
Harga sebuah tanaman beragam, antara Rp50.000—Rp15 juta tergantung jenis, bentuk, dan ukuran tanaman. Konsumen Iwan biasanya berkunjung ke Ciapus untuk mencari tanaman hias. Selama ini Ciapus berketinggian 250 meter di atas permukaan laut sohor sebagai sentra tanaman hias. Hasil perniagaan tanaman hias berupa omzet rata-rata Rp 15 juta sebulan. Itu baru dari pasar domestik.
Primadona janda bolong
Selain memasok pasar lokal, sejak 2018 Iwan juga rutin mengekspor berbagai tanaman hias seperti Philodendron spiritus sancti, Monstera adansonii variegata, dan Monstera deliciosa variegata. Negara tujuan ekspor beragam, yakni Korea Selatan, Jepang, dan Hongkong. Pemuda 32 tahun itu tak kesulitan membuka pasar ekspor. Iwan hanya memotret tanaman hiasnya itu dengan apik. Pelanggan dengan mudah memantau foto hasil unggahannya di media sosial.
![](https://majalahtrubus.com/wp-content/uploads/2019/03/Trubus-Edisi-Maret-2019-Highrest-91-1-300x201.jpg)
Menurut Iwan pasar mancanegara menghendaki tanaman hias yang unik dan masih jarang di negara asal. Iwan mesnyaratkan nominal pembelian seorang pembeli di luar negeri minimal US$500 setara Rp7 juta per sekali kirim. Sebab, Iwan belum memiliki badan usaha sendiri. Tanpa pembatasan minimal, pembeli bakal membayar biaya kirim yang terlalu mahal. ”Kalau pengiriman dalam negeri, berapa pun saya layani. Kasihan kadang ibu-ibu kan cuma butuh sedikit,” ujar pemuda kelahiran Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah itu.
Pengiriman tanaman hias ke manacanegara rata-rata setiap 3 bulan. Keruan saja ekspor menggelembungkan pundi-pundi Iwan. Iwan tak kesulitan untuk mendapatkan jenis terbaru. Ia berupaya menjaga silaturahmi dengan sesama pebisnis tanaman hias. Ketika menemukan jenis anyar yang potensial, naluri bisnisnya pun bergerak. Ia membeli indukan tanaman itu, merawat, memperbanyak, kemudian memasarkannya.
Sekadar contoh ketika menghubungi pelanggannya dari Jepang, ia melihat janda bolong yang elok. Ia langsung membeli tanaman bernama ilmiah Monstera adansonii itu. Kini Iwan memiliki 4 tanaman janda bolong berbagai ukuran. Kini janda bolong menjadi primadona. Para kolektor memburunya. Apalagi di Indonesia keberadaan tanaman itu jarang. “Di Filipina harga 2 daun monstera variegata setara Rp15 juta,” kata Iwan yang sangat memerhatikan perawatan janda bolong itu.
Media sosial
![](https://majalahtrubus.com/wp-content/uploads/2019/03/Trubus-Edisi-Maret-2019-Highrest-92-1-246x300.jpg)
Iwan menggeluti bisnis tanaman hias sejak 2008. Semula Iwan hanya ikut pamannya yang berpindah dari Cilacap ke Kabupaten Bogor. Pamannya bekerja sebagai pemasok tanaman hias yang kerap membawa pulang 1—2 tanaman menuju kampung halamannya. Pada 2008 pamannya mempercayakan Iwan sebagai koordinator pembibitan tanaman hias di Ciapus. Tugas utamanya adalah mengawasi tugas 7 pekerja membibitkan bromelia.
Ketika itu Iwan menjual dan membeli atau barter tanaman hias dengan para kolektor. Ia menikmati pekerjaan sebagai pedagang tanaman hias. Itulah sebabnya ia memutuskan memutuskan berhenti sebagai penanggung jawab sejak 15 Oktober 2018. Sejak itu ia mantap berwirausaha tanaman hias. Kini puluhan jenis tanaman hias mengisi sudut kebunnya.
Iwan mengandalkan media sosial seperti Instagram untuk memasarkan tanaman hias. Ia kerap berbagi keindahan sekaligus mempromosikan tanaman-tanamannya. Iwan menampilkan sisi estetik tanaman-tanaman kesayangannya. Umpan halaman medsosnya pun terlihat apik dan menarik. “Tetapi jangan terlalu banyak memanipulasi foto sampai bertolak belakang dengan kondisi aktualnya,” kata Iwan. (Hanna Tri Puspa Borneo Hiutagaol)