Trubus.id—Jika Anda mencari domba perah, awassi bisa menjadi pilihan. Pasalnya domba awassi tergolong domba ekor gemuk dan domba perah. Produksi susunya sekitar 1,5—3 liter per hari dengan lama laktasi sekitar 200 hari. Ambingnya tergolong besar.
Menurut peneliti domba di Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Ir. Bambang Setiadi, M.S., awassi mudah beradaptasi di lingkungan panas dan kering. Selain itu awassi juga relatif tahan terhadap beberapa penyakit dan parasit.
Sebagai domba perah, performa anak lebih baik dibandingkan dengan domba lokal. Produksi susu domba awassi bagus sehingga kebutuhan susu anak tercukupi, sedangkan domba lokal jauh lebih sedikit.
Domba awassi termasuk domba jinak dan sifat keindukan cukup baik. Awassi dapat dimanfaatkan untuk persilangan (crossing) dengan domba lokal sebagai domba potong. Namun, untuk perkawinan dengan domba lokal yang lebih kecil perlu bantuan.
Bambang memprediksi masyarakat Indonesia menggemari domba awassi karena yang jantan bertanduk besar. “Sebagian masyarakat ada yang menyukai domba jantan bertanduk bila untuk kurban,” tutur Bambang.
Menurut Bambang kemungkinan awassi kurang cocok di daerah dengan kelembapan dan curah hujan tinggi karena termasuk domba yang memilik wol. Perlu pengamatan serius di lokasi pembibitan juga lantaran termasuk domba eksotis.
Hal itu terkait kemungkinan adanya penyakit eksotis yang dapat masuk ke Indonesia. Demikian pula performa reproduksi apakah sama atau lebih rendah dibandingkan dengan domba lokal.
Martinus Alexander, salah seorang peternak yang memelihara domba awassi. Peternak domba dan kambing di Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu mendatangkan 75 awassi dari Australia pada 2018.
“Ada 15 jantan dan 60 betina berusia sekitar setahun,” kata Alexander.
Ia merawat domba (Ovis aries) di kandang dan hamparan seluas 5 hektare di Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Menurut Alexander perawatan awassi sama dengan domba lokal.
Ia adaptif di Indonesia dan sama saja dengan domba lokal soal pemberian pakan dan minum. Namun, pertambahan bobot awassi lebih optimal. Kemungkinan karena secara genetik domba awassi lebih responsif terhadap pemberian pakan.
Alexander berharap kehadiran awassi di Indonesia membantu para peternak untuk memaksimalkan hasil produksinya baik sebagai pedaging atau perah.
“Harapannya para penjual awassi juga jujur menyampaikan ke pembeli dari segi kemurnian darah domba itu. Hal itu agar peternak kita tidak dibodohi dengan awassi abal-abal yang justru bisa merusak citra awassi itu sendiri,” kata Alexander.