Thursday, January 16, 2025

Dua Varietas Padi Hasil Pemuliaan Melalui Iradiasi Sinar Gama, Potensi Poduksi Lebih Tinggi

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id–Petani di Desa Demakijo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, Yudo Prihatin menanam varietas padi Rojolele Srinuk. Ia mengungkap hasil panen lebih tinggi dari biasanya.

Misalnya Yudo memanen 8—9 ton padi per hektare (ha) pada Oktober 2022. Lazimnya Yudo menuai 7 ton per ha. Selain itu, ia mendapat harga lebih tinggi yakni Rp5.000 per kg gabah kering panen (GKP). Sebelumnya hanya Rp4.000—Rp4.200 per kg GKP. 

“Nasi enak, pulen, dan aromatik,” ujar Yudo.

Ia juga memanen padi pada umur 100 hari setelah semai (hss).  Yudo memperoleh hasil panen padi lebih tinggi karena ia menanam varietas Rojolele Srinuk. 

Kepala Bidang Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHP), Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, Kabupaten Klaten, Lilik Nugraharja, S.T.P., M.Eng., menuturkan, sejatinya Rojolele merupakan galur padi Kabupaten Klaten. Kementerian Pertanian (Kementan) merilis varietas Rojolele pada 2003. 

Radiasi gama 

Meski nasi yang dihasilkan pulen dan wangi, kelemahan Rojolele yakni mudah rebah karena tinggi bisa mencapai 146—155 cm. Selain itu, umur tanaman mencapai 155 hss. Oleh karena itu, pada 2013 Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan DPRD Klaten menginisiasi pengembangan varietas Rojolele.

“Usul Bupati sejak 2012 dan sempat bekerja sama dengan perguruan tinggi,” ujar Lilik.

Pemulian  Rojolele Srinuk bekerja sama dengan  Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Salah satu pemulia padi Rojolele Srinuk, Dr. Sobrizal  menuturkan bahwa padi itu berasal dari proses iradiasi benih Rojolele dengan sinar gama berdosis 200 grey (Gy) .

Rojolele Srinuk (kiri) dan Rojolele (kanan). Foto: Dok. Sobrizal

“Tujuan radiasi membuat keragaman  tanaman yang menghasilkan mutasi gen,” ujar peneliti ahli utama di Pusat Riset Tanaman Pangan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), itu.  

Dengan iradiasi sinar gama itu deoxyribonucleic adic (DNA) biji tanaman menjadi terputus-putus dan menyambung kembali  secara acak sehingga menghasilkan mutasi. Ia dan tim menentukan target iradiasi itu untuk menghasilkan padi cepat panen dan tanaman yang tidak terlalu tinggi agar tidak mudah rebah. 

Target lainnya memperbanyak populasi tanaman. Sobrizal mengiradiasi benih Rojolele dengan sinar gama berdosis 200 Gy dan 300 Gy. Masing-masing benih sebanyak 1 kg. 

Hasil panen pertama sebanyak 10.000 malai per dosis itu sebagai mutasi. “Asumsi tanam random populasi M1 20.000 malai,” ujar Sobrizal.

Selanjutnya penanaman kembali dan menghasilkan 200.000 tanaman per dosis sebagai generasi ke-1.  Sobrizal dan tim mulai menyeleksi pada generasi ke-2 dengan target umur dan tinggi tanaman. Hasil seleksi berupa 700—800 tanaman dengan karakter beragam. 

Selanjutnya pemurnian hingga generasi ke-6, ia mendapat sekitar 25—26 tanaman murni untuk uji ketahanan hama dan penyakit seperti wereng batang cokelat dan hawar daun bakteris.  Setelah uji fisik dan organoleptik terdapat 8 galur hasil seleksi. Dalam proses seleksi selalu menyertakan varietas pembanding. Selanjutnya uji multilokasi di Klaten.

 “Pemkab meminta hanya di Klaten,” ujar Sobrizal. 

Keunggulan 

Setelah melalui serangkaian tahap uji, menghasilkan  tiga galur unggulan yakni Rojolele Srinuk (A 10), Rojolele Srinar (A 82.1), dan Rojolele Sriten (A 106.1). Namun hasil pelepasan sidang varietas yang lolos yakni Rojolele Srinuk dengan SK Nomor 482/HK.540/C/10/2019 dan Rojolele Srinar (SK Nomor 481/HK.540/C/10/2019). 

Sobrizal menuturkan, kedua varietas yang dilepas itu hasil dari iradiasi sinar gama dosis 200 Gy. Rojolele Srinuk dan Rojolele Srinar memiliki umur tanaman 120 hss dengan tinggi tanaman 113 cm. Bandingkan dengan Rojolele 155 hss dengan tinggi 146—155 cm. 

Potensi hasil Rojolele Srinuk 9,22 ton gabah kering giling (GKG) per ha dengan rata-rata hasil 8,07 ton per ha GKG. Rojolele Srinar memiliki potensi hasil 9,75 ton/ha/ GKG dengan rata-rata hasil 8,42 ton/ha/GKG.  Sementara  potensi hasil varietas Rojolele 4,2 ton/ha/GKG. 

Rojolele Srinuk agak tahan wereng batang cokelat (WBC) biotipe 1, agak tahan blas ras 073, dan agak tahan tungro inokulum Purwakarta. Untuk Rojolele Srinar agak tahan WBC biotipe 1,2,3, tahan blas ras 073, agak tahan blas ras 173, dan agak tahan tungro inokulum Garut dan inokulum Purwakarta.  

Baik Rojolele Srinuk dan Srinar tahan kerebahan. Rojolele Srinuk dan Rojolele Srinar cocok untuk penanaman di ekosistem sawah wilayah Kabupaten Klaten. 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Wamentan Soroti Harga Gabah, Tegaskan HPP Gabah Rp6.500 per Kilogram

Trubus.id–Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono menyoroti harga gabah yang hanya mencapai Rp5.000 per kilogram.  Ia menegaskan bahwa harga tersebut sangat...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img