Tuesday, December 3, 2024

Hemat Dengan Rumpon Cerdas

Rekomendasi
- Advertisement -

Rumpon cerdas menghemat biaya operasional para nelayan saat menangkap ikan.

Modul rumpon cerdas dipasang di atas rakit. (Dok. Ridwan Budi Prasetyo)

Trubus — Menurut peneliti Balai Besar Teknologi Konversi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (B2TKE BPPT), Ridwan Budi Prasetyo, S.T., kelompok nelayan biasanya memasang lebih dari 2 rumpon di area memancing ikan. Rumpon merupakan tempat tinggal atau tempat berkumpul (berbiak) ikan yang sengaja dibuat orang untuk memudahkan penangkapan ikan, terbuat dari benda-benda bekas, seperti becak dan ban.

Permasalahan timbul bila nelayan mulai banyak memasang rumpon dan jarak antarrumpon berjauhan. Mereka harus mendatangi rumpon satu per satu untuk mengecek rumpon yang paling banyak ikannya. Aktivitas itu membuat biaya operasional penangkapan ikan menjadi boros. Untuk mengatasi permasalahan itu, Ridwan dan rekan-rekan memadukan sistem teknologi informasi dengan teknologi rumpon tradisional.

Rumpon cerdas
Ridwan membuat modul sistem informasi rumpon cerdas. Modul itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu modul yang dipasang di sekitar rumpon dan modul server di darat. Modul rumpon berfungsi menghitung jumlah ikan yang berlalu-lalang di sekitar rumpon. Modul lalu mengirimkan hasil perhitungan itu secara teratur dalam jangka waktu tertentu dan kontinu ke modul server.

Ia melengkapi modul rumpon dengan beberapa peralatan, seperti sistem daya, alat pendeteksi ikan, alat pengendali, dan modem global system for mobile communications (GSM). Sistem daya berperan memberikan daya listrik untuk ketiga alat lainnya. Sumber energi listrik berasal dari panel surya dan aki. Ada pun alat pendeteksi ikan berfungsi untuk mendeteksi keberadaan ikan.

Rumpon terbuat dari daun kelapa.

“Jantung” dari bekerjanya sistem itu adalah alat pengendali atau controller yang berfungsi mencatat jumlah data (frekuensi) keberadaan ikan, lalu mengirimkan data kuantitatif keberadaan ikan melalui jaringan GSM ke modul server. Alat itu juga dapat melaporkan semua gangguan pada sistem, seperti pencurian dan kegagalan sistem. Modem GSM berfungsi sebagai sarana komunikasi antara modul rumpon dengan modul server melalui jaringan GSM.

Sementara modul server yang berada di darat berfungsi menerima data-data kuantitatif keberadaan ikan dari modul-modul rumpon yang dipantau, serta melayani permintaan data melalui layanan SMS ke pengguna. Modul server terdiri atas beberapa peralatan, seperti komputer server dan modem GSM sebagai penerima atau receiver.

Modul server pada prinsipnya berfungsi untuk mengumpulkan data kuantitatif ikan yang berada di sekitar rumpon. Namun, pada umumnya alat pendeteksi ikan sederhana tidak dilengkapi dengan peranti output data. Informasi keberadaan ikan yang terdeteksi hanya muncul di monitor dengan suara “beep” yang muncul sebagai tanda. Oleh sebab itu perlu modifikasi atau pengembangan teknologi pada alat pendeteksi ikan agar bisa mendapatkan data jumlah ikan.

Salah satu alternatif ialah menggunakan suara “beep” melalui pengeras suara sebagai sumber data keberadaan ikan. Sinyal suara itu diubah menjadi pulsa, lalu dihitung frekuensinya. Data frekuensi itu kemudian dikirim ke controller. Rangkaian transistor dan resistor pada controller lalu mengubah sinyal suara ‘beep” menjadi level tegangan yang dapat dibaca oleh microcontroller.

Selanjutnya bagian program yang menghitung jumlah pulsa yang dikeluarkan alat pengonversi dalam selang waktu tertentu. Menurut Ridwan modul server tidak perlu menggunakan komputer dengan spesifikasi tinggi. Alat modem yang dipakai adalah modem yang mempunyai port seri dengan kartu subscriber identity module (SIM) dari provider yang mempunyai jangkauan dan kualitas sinyal yang baik.

Sederhana
Pada komputer itu juga terdapat aplikasi yang dibuat menggunakan bahasa pemograman visual basic. Cara kerja rumpon cerdas itu relatif sederhana. Menurut Ridwan modul yang terpasang di rumpon akan mengirimkan data setiap jam. Selanjutnya modul server menerima data, menyimpannya di komputer, dan menampilkan data di layar monitor. Bila para pengguna ingin mendapatkan informasi keberadaan ikan di sekitar rumpon, kirimkan pesan singkat ke nomor modul server dengan isi teks “Info”.

Selanjutnya modul server akan membalas dengan pesan singkat berisi keterangan atau data kesuburan ikan pada rumpon dalam jangka waktu 5 jam terakhir. Contohnya bila mengirimkan pesan singkat pada pukul 13.20, maka server akan memberikan data kesuburan ikan dari pukul 09.00—13.00. Ridwan menyatakan data jumlah ikan yang melewati suatu area tertentu yang dicatat oleh controller tidak berkorelasi langsung dengan jumlah ikan yang hadir. “Ikan yang lewat bisa saja merupakan ikan yang sama,” ujarnya.

Oleh sebab itu data harus dikoreksi dengan melakukan evaluasi melalui kegiatan penangkapan ikan di sekitar rumpon. Menurut Ridwan jangka waktu penyimpanan data jumlah ikan di modul rumpon dapat diatur dalam jangka waktu tertentu, misalnya sejam sekali. Data itu lalu dikirimkan ke modul server di darat melalui jaringan GSM. Modul server lalu membuat statistik data ikan dari rumpon.

Bila terdapat 10 rumpon yang diamati, maka server akan membuat statistik jumlah ikan pada masing-masing rumpon. Selanjutnya dari statistik itu dapat dilihat rumpon yang paling banyak ikannya. Modul server lalu memberikan informasi itu kepada para nelayan atau pengguna lain melalui layanan pesan singkat. “Dengan begitu penyampaian informasi menjadi lebih praktis, efisien, dan berguna,” jelasnya.

Uji coba
Ridwan dan rekan-rekan melakukan uji coba rumpon cerdas itu di Pantai Lovina, Bali, bekerja sama dengan Kelompok Nelayan Sinar Bahari, Desa Kaliasem, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng. Para nelayan anggota Kelompok Nelayan Sinar Bahari di Desa Kaliasem, biasanya memasang rumpon tradisional untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul. Para nelayan di sana membuat rumpon dari pelepah daun kelapa.

Daun kelapa itu mereka ikatkan pada tali tambang plastik berdiameter 1 cm dan bagian ujungnya diberi pemberat atau sinker. Selanjutnya para nelayan menenggelamkan rumpon sampai kedalaman 30 meter. Rumpon itu mereka kaitkan pada rakit bambu yang berfungsi sebagai pelampung atau buoy, dan penanda posisi rumpon. Mereka menempatkan rumpon pada dasar laut berkedalaman sekitar 100 meter.

Namun, ketika uji coba rumpon cerdas Ridwan memasang peralatan modul rumpon di atas rakit bambu selama 2 hari untuk mengetahui jumlah ikan yang berkumpul di sekitar rumpon. Hasil percobaan menunjukkan bahwa rekaman data keberadaan ikan di program setiap jam. Pada hari pertama peralatan terpasang pada pukul 10.00. Modul rumpon mencatat keberadaan ikan pada pukul 11.00 sebanyak 7 ekor.

Ada pun pada pukul 12.00 dan 13.00 tidak ada ikan yang terdeteksi. Pada pukul 14.00, 15.00, dan 16.00 terdeteksi sebanyak 8—12 ekor, sedangkan pukul 17.00 tidak ada ikan yang terdeteksi. Setelah matahari terbenam, yaitu pada pukul 18.00, keberadaan ikan yang terdeteksi meningkat tajam, yakni mencapai 67 ekor. Pada pukul 19.00, 20.00, dan 21.00 jumlah ikan yang terdeteksi 70—136 ekor.

Namun, pada pukul 22.00 dan 23.00 jumlah ikan yang terdeteksi menurun, yakni menjadi sekitar 44 ekor. Pada pukul 24.00 jumlah ikan yang terdeteksi kembali bertambah hingga menjadi 89 ekor, lalu bertambah lagi jumlahnya menjadi 135 ekor pada pukul 1.00. Selanjutnya pada pukul 2.00 jumlah ikan turun menjadi hanya 120 ekor. Pada pukul 3.00 dan 4.00 jumlah ikan bertambah lagi menjadi 138 ekor.

“Itu adalah jumlah terbanyak,” jelas Ridwan. Pada pukul 5.00 turun lagi menjadi 96 ekor ikan. Saat matahari terbit, yaitu pada pukul 6.00 jumlah ikan semakin menurun menjadi hanya sekitar 10 ekor. Setelah itu jumlah ikan yang terdeteksi sangat sedikit, yakni dari pukul 07.00—16.00. Pada hari kedua, pukul 17.00, jumlah ikan yang terdeteksi 17 ekor. Seperti pada hari pertama, setelah matahari terbenam jumlah ikan bertambah menjadi 124 ekor.

Pada pukul 19.00—21.00 jumlah berkisar 116—135 ekor. Selanjutnya pada pukul 22.00—23.00 jumlah ikan berkurang menjadi 40 ekor. Pada pukul 24.00 jumlah ikan bertambah lagi menjadi 100 ekor dan terus bertambah menjadi 178 (terbanyak) ekor pada pukul 1.00. Pada pukul 2.00 jumlah ikan turun menjadi 158 ekor. Pada pukul 3.00 dan seterusnya jumlah ikan menurun sangat dratis.

Dari data hasil pengamatan itu terlihat bahwa terdapat siklus yang sama, pada saat-saat tertentu jumlah ikan meningkat dan menurun. Dari data terlihat bahwa ikan mulai aktif pada malam hari. “Kemungkinan ikan aktif pada malam hari karena ketika itu jumlah plankton di laut berlimpah,” ujar Ridwan. Menurut Ridwan, data itu membantu para nelayan menentukan saat yang tepat menangkap ikan di rumpon. Dengan begitu para nelayan dapat menghemat biaya operasional penangkapan ikan.

Menurut peneliti Pusat Studi Sumber Daya Pesisir Laut Universitas Hang Tuah di Surabaya, Jawa Timur, Nurul Rosana, S.Pi, M.T., rumpon alat bantu penangkapan ikan di Indonesia. Para nelayan di bagian utara Pulau Jawa secara tradisional menggunakan rumpon untuk menangkap ikan-ikan kecil. Pada 1985 mereka berhasil mengembangkan rumpon untuk menangkap ikan tongkol Euthynnus sp, cakalang Katsuwonus pelamis, tuna Thunus albacares.

Mereka juga memanfaatkan rumpon untuk menangkap ikan konsumsi lain, yakni layang Decapterus sp, lemuru Sardinnela sp, dan layur Trichiurus sp. Para nelayan memasang rumpon laut di perairan lepas pantai dengan kedalaman antara 400–4.000 m. Namun, kini dengan rumpon cerdas kerja nelayan menjadi efektif. Mereka tahu kapan waktu terbaik untuk menangkap ikan. (Imam Wiguna)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Kementan Hentikan Sementara Impor Karkas dan Daging Domba, Guna Lindungi Peternak Lokal

Trubus.id–Kementerian Pertanian menghentikan sementara impor karkas dan daging domba guna melindungi peternak lokal dari persaingan harga yang tidak sehat.  “Kami...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img