Monday, April 28, 2025

Hempaskan PBK dan BBK pada Tanaman Kakao

Rekomendasi

Trubus.id-Data Badan Pusat Statistik (BPS) Dharmasraya menunjukkan bahwa luas perkebunan kakao mencapai 3.758 hektare (ha) dengan hasil produksi mencapai 2.415 ton biji kakao kering pada 2021. Kakao telah menjadi tulang punggung ekonomi di Kabupaten Dharmasraya, Provinsi Sumatra Barat, sejak 2022.

Potensi besar terhampar di sana. Namun, sejumlah permasalahan serius kerap menjadi kendala. Menurut dosen di Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas, Dr. Zahlul Ikhsan, S.P., M., salah satu permasalahan yang dihadapi oleh pekebun kakao di sana yakni serangan penggerek buah kakao (PBK).

Sebanyak 60% tanaman kakao terserang oleh PBK pada 2019. Serangan hama itu menyebabkan kualitas biji menurun 35—58%. berpotensi kehilangan hasil sebanyak 64,2—82,2%. Serangan PBK mengakibatkan persentase biji cacat meningkat. Sehingga mengakibatkan kenaikan biaya panen. Selama ini pekebun kakao mengendalikan PBK dengan cara menggunakan insektisida sintesis.

Padahal penggunaan insektisida sintesis secara terus menerus dapat menyebabkan ledakan populasi hama. Munculnya hama sekunder seerta hama menjadi resisten terhadap insektisida itu. Dampak negatif lain yakni menyebabkan pencemaran lingkungan hingga mengundang penyakit pada manusia.

“Perlu adanya upaya penanganan alternatif yang ramah lingkungan,” ujar Zahlul. Salah satu solusi mengatasi PBK yakni dengan penerapan pengendalian hama terpadu (PHT). Konsep itu mencakup sejumlah tindakan seperti rampasan buah, pemangkasan tajuk tanaman, sanitasi, dan panen terjadwal.

Kondom plastik

Alternatif lain pekebun dapat menerapkan penggunaan kondom plastik transparan yang dikenakan pada buah kakao. Tujuannya untuk meberikan perlindungan pada buah kakao dari serangan PBK. Cara kerja dengan cara mencegah ngengat betina meletakkan telur pada buah. Namun, keberhasilan itu sangat ditentukan oleh ukuran buah yang tepat.

Ukuran buah yang terlalu kecil atau terlalu besar dapat menimbulkan masalah seperti layu pentil atau kesulitan pemasangan kondom. Oleh sebab itu implementasi kondomisasi memerlukan perhatian khusus terhadap detail teknisnya. Hasil penelitian Zahlul, di Jorong Lawai, nagari Gunung Medan, Kecamatan Sitiung, Kabupaten Dharmasraya, menunjukkan penggunaan kondom buah mampu mengurangi jumlah buah yang terserang.

Semula sejumlah 89,96% buah terserang menjadi 40% saja. Metode itu juga mampu mengurangi jumlah kerusakan biji yang terserang dari 35,45% menjadi hanya 2,46%. Ukuran buah kakao terbaik untuk kondomisasi yakni 5—8 cm. Meskipun demikian Zahlul mengingatkan kondomisasi buah tidak boleh mengabaikan dampak lingkungan. Plastik yang dipilih harus memperhatikan ukuran dan kebutuhan buah.

Tujuannya untuk memastikan perlindungan maksimal tanpa memberikan dampak negatif yang berlebih pada lingkungan. Upaya itu tentu saja harus sejalan dengan prinsip keberlanjutan. Yakni mengurangi ketergantungan terhadap insektisida sintesis dan mengurangi dampak pencemaran. Kendala lain yang kerap dialami oleh pekebun kakao yaitu serangan penyakit busuk kakao (BBK).

Menurut peneliti di Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sunjaya Putra, S.P., M.P., penyakit itu menurunkan produksi 20—40%. Penyakit BBK disebabkan oleh cendawan Phytophthora palmivora. Cendawan itu dapat mempertahankan hidupnya dalam bentuk miselium dan klamidospora pada bagian tanaman yang terinfeksi.

Keberadaanya di dalam tanah sehingga sulit untuk dikendalikan. hingga saat ini belum ditemukan fungisida yang betul-betul efektif dan ekonomis untuk menghambat perkembangan PBK. Jumlah kerugian akibat BBK bisa mencapai 100% di daerah dengan curah hujan dan kelembapan tang tinggi.

Sunjaya melakukan riset untuk mengendalikan BBK.  Upaya pengendalian BBK dapat dilakukan melalui penggunaan cendawan antagonis Trichoderma viride dan peningkatan dosis pupuk kalium (K). Itu terbukti dalam penelitian yang dilakukan Sunjaya di Desa Sukabandung, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung.

Hasil penelitian menunjukkan, kombinasi T. viride dan pupuk KCl dosis 125 g/pohon menghasilkan intensitas serangan terendah (7,79%) dengan daya hambat terhadap penyakit sebesar 68,84%. Manfaat lain yang diperoleh produksi biji kering juga meningkat mencapai 1.327,86 kg/ha/tahun (166,86%). Efektivitas fungisida T. viride tidak berbeda dibandingkan dengan fungisida kimia (mancozeb).

Biasanya pekebun menggunakan fungisida kimia dalam mengendalikan BBK. Makin tinggi dosis pupuk K, semakin tinggi pula daya hambat terhadap penyakit. Trichoderma memiliki beragam manfaat seperti memicu pertumbuhan dan pekembangan tanaman.

Sunjaya menyatakan kadar kalium yang optimum berkorelasi positif dengan akumulasi lignin ke dalam berkas pembuluh dan sel-sel sklerenkim dinding sel tanaman. Bampak positifnya ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit pun ikut meningkat.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Perkembangan Budi Daya Melon Memudahkan Pekebun

Trubus.id-Puluhan tahun silam budi daya melon di dalam greenhouse belum populer. Pekebun membudi dayakan melon secara konvensional. Pada guludan...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img