Trubus.id — Malaria termasuk penyakit yang sulit disembuhkan. Oleh karena itu, Indonesia masih mengimpor obat malaria artemisinin combination based therapy (ACT) dari Tiongkok. Sebenarnya, untuk mengobati malaria, masyarakat bisa memanfaatkan herbal lokal yang secara ilmiah memiliki kandungan antimalaria.
Yayuk Ambarwulan, herbalis di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, mengatakan, penyembuhan malaria relatif sulit karena pemicunya parasit.
Lazimnya, hanya demam malaria yang hilang, sedangkan jumlah parasitnya berkurang. Ketika tubuh lemah dan parasit berkembang biak, demam muncul lagi.
“Tanaman yang pahit seperti pasak bumi serta daun dan bunga pepaya bisa menghambat perkembangan parasit malaria dalam tubuh,” kata Yayuk.
Menurut Roihatul Muti’ah, peneliti di Jurusan Kimia Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim, pengobatan penyakit malaria selalu menggunakan klorokuin (4-aminoquinoline). Namun, kini terjadi gejala resistensi klorokuin pada P. berghei.
Prof. Dr. Ir. Yuli Widyastuti, M.P., peneliti di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional (B2P2TOOT), mengatakan penggunaan obat alternatif bisa menjadi pilihan. Hal ini karena lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping.
Pengembangan kekayaan lokal dalam penyediaan obat antimalaria baru sangat strategis untuk dilakukan. Obat alternatif yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi malaria adalah daun sungkai Peronema canescens. Hal itu sebagaimana riset yang telah dilakukan oleh Dhea Prasiwi dan rekan dari Program Studi Pendidikan Kimia, Universitas Bengkulu.
Mereka menguji fitokimia (uji flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, steroid-terpenoid, dan uji fenolik) untuk mengetahui golongan senyawa metabolit sekunder dalam daun sungkai.
Tim peneliti mengambil sampel daun tanaman anggota famili Verbenaceae itu dan mencuci bersih. Setelah itu, mereka mengeringkannya dengan cara diangin-anginkan tanpa sinar matahari langsung. Tujuannya, mengurangi kadar air dan mencegah daun rusak.
Setelah kering, tim menghaluskan daun sungkai menggunakan blender. Selanjutnya, mereka mengekstraksi daun sungkai untuk mengisolasi senyawa yang terkandung di dalamnya.
Hasil penelitian menunjukkan fraksi etanol daun jati sabrang—sebutan lain sungkai— terbukti menghambat pertumbuhan parasit P. berghei dalam sel darah merah mencit Mus musculus jantan. Dosis 0,084 gram memiliki persentase penghambatan yang paling besar. Bisa dikatakan dosis itu paling efektif dan berpotensi sebagai antimalaria.
Fraksi etanol daun sungkai juga menghambat pertumbuhan parasit P. berghei dalam darah mencit yang lebih baik ketimbang obat sintesis kloroquin.