Pompa air listrik tenaga surya membantu mengatasi kendala pengairan di lahan yang jauh dari sumber air.
Di sebuah sudut sawah itu berderet rapi 24 tiang 1,5 m yang menyangga panel listrik tenaga surya yang terbuat dari bahan polikristalin 270 Wp. Panel listrik itu sumber energi untuk mengairi sawah. Sebab, sawah di Kota Bogra, Bangladesh, itu memang jauh dari sumber air. Trubus yang menjadi peserta pelatihan Organic Agroindustry Development Leadership Course in Asia, berkunjung ke sawah itu di dalam kawasan Rural Development Academy (RDA).
Direktur deputi Rural Development Academy, Mohammed Khalid Aurangozeb mengatakan, ke-24 panel surya itu mampu menghasilkan listrik 6,48 kilowatt (kW). Tenaga listrik itu digunakan untuk menggerakkan pompa yang dapat menyedot hingga 52.000 liter air per jam. Sebagai sumber air Khalid membuat sumur di dekat sawah. Kedalaman sumur mencapai 27 meter dan berdiameter 1 m.
Sekali setahun
Khalid menuturkan RDA mengembangkan teknologi sumber listrik tenaga surya untuk menggerakkan pompa air irigasi sebagai solusi bagi lahan pertanian di Bangladesh yang jauh dari sumber air. Menurut Dr Ir Yanuar J Purwanto MS dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB), sumber air yang terbatas menjadi kendala di beberapa daerah di tanahair.
“Saat ini ketersediaan sumber daya air semakin menurun akibat perubahan iklim dan degradasi lingkungan,” ujar Yanuar. Menurut guru besar Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Dr Zaki Su’ud MEng, penyebab lain kendala irigasi adalah lokasi lahan pertanian yang posisinya lebih tinggi atau jauh dari sumber air seperti sungai. Jumlah mata air yang semakin sedikit akibat gundulnya hutan juga menjadi kendala.
Kalau pun ada, debit air semakin berkurang. Akibat berbagai kendala itu produktivitas lahan pertanian menjadi tidak optimal. Kasmuri menghadapi masalah persis seperti itu. Petani asal Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, itu setiap tahun hanya sekali menikmati hasil panen padi dari sawah miliknya seluas 2.000 m2. Padahal, para petani di daerah lain minimal dua kali musim tanam dalam setahun.
Kasmuri hanya bisa menanam padi pada saat musim hujan. “Saat kemarau tak ada pasokan air,” ujarnya. Para petani padi di daerahnya sebetulnya bisa memperoleh air dari Sungai Bengawan Solo yang melintasi kabupaten yang kaya sumber minyak bumi itu. Namun, jarak dari desa tempat tinggal Kasmuri ke Sungai Bengawan Solo sangat jauh, yakni hingga puluhan kilometer.
Untuk mengalirkan air dari Sungai Bengawan Solo, para petani padi di desanya memerlukan pompa dan saluran pipa. Namun, karena memerlukan biaya investasi tinggi, akhirnya Kasmuri hanya bersandar pada kemurahan alam untuk bercocok tanam. Beberapa desa yang berjarak lebih dekat dengan Sungai Bengawan Solo sudah menggunakan pompa untuk mengalirkan air dari sungai ke sawah.
Contohnya Desa Gedongarum dan Desa Kedungprimpen. Dengan bantuan 4 unit pompa air listrik berkapasitas 10 dim dan 1 unit pompa berkapasitas 8 dim untuk menyedot air sungai menuju saluran irigasi primer, serta 39 unit mesin pompa bertenaga diesel berkapasitas 4 dim, 6 dim, dan 8 dim ke saluran irigasi sekunder dan tersier, sebanyak 503,996 ha sawah dapat terairi.
Lebih hemat
Menurut Yanuar pemakaian energi listrik untuk menggerakkan pompa juga menjadi kendala jika di areal sekitar lahan tidak terdapat instalasi listrik milik Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pemakaian bahan bakar solar juga dapat menjadi kendala karena memerlukan pengangkutan bahan bakar ke lokasi pompa dan harus dilakukan pengecekan secara berkala. Harga solar juga mahal karena harga untuk industri.
Khalid mengatakan, pemakaian energi surya jauh lebih hemat karena sumber energi mengandalkan ketersediaan sinar matahari. Itulah sebabnya Zaki memilih menggunakan sumber listrik tenaga surya untuk membantu para petani di Kecamatan Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dalam Program Pengabdian Kepada Masyarakat (PPKM) ITB. Menurut Zaki petani di sana kesulitan air karena lokasi lahan lebih tinggi dari sungai.
Untuk mengatasi kendala itu Zaki menggunakan pompa untuk menyedot air sungai ke bak penampungan. Dari bak itu air lalu dialirkan ke lahan pertanian. Sebagai sumber energi listrik untuk menggerakkan pompa, Zaki menggunakan panel surya. Semula Zaki berencana menggunakan teknologi mikrohidro yang memanfaatkan aliran sungai untuk menggerakkan dinamo dan menghasilkan listrik untuk menggerakkan pompa.
Namun, aliran sungai yang melintasi Cibalong ternyata relatif tenang sehingga daya dorongnya lemah. Menurut Zaki pompa air dengan listrik tenaga surya itu mampu mengairi lahan hingga seluas 15 hektare. Teknologi itu ternyata berdampak positif bagi para petani di Cibalong. Kini mereka dapat memanen padi hingga 2 kali setahun, sebelumnya hanya sekali. (Imam Wiguna)