Trubus.id — Petani muda mutlak diperlukan agar pertanian di Indonesia makin berkembang dan berkelanjutan. Apalagi, zaman berkembang begitu pesat. Oleh karena itu, dibutuhkan sumber daya manusia yang terjun di sektor pertanian yang mampu beradaptasi dengan zaman.
Menurut Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr., Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Alam Manusia Pertanian (BPPSDMP), berdasarkan data yang ada mayoritas petani Indonesia berumur tua dan berpendidikan rendah.
Petani berumur lebih dari 45 tahun sebanyak 71% dan 69% petani merupakan lulusan sekolah dasar (SD), tidak lulus SD, bahkan tidak sekolah. Oleh karena itu, sangat diperlukan adanya regenerasi petani muda.
Senada dengan hal itu, Dr. Iwan Setiawan, S.P., M.Si., ahli agribisnis di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, menyebutkan, regenerasi petani di Indonesia sangat penting.
Kehadiran petani muda sangat penting untuk usaha hulu-hilir pertanian. Alasannya, pada saat ini kebanyakan aspek hilir masih dipegang oleh perusahaan. Jadi, pemuda harus memegang aspek agroindustri. Pemuda dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah suatu produk.
“Saya mengevaluasi program petani milenial di Jawa Barat. Mereka didorong pada sektor on farm,” kata Iwan.
Namun, untuk usaha hulu-hilir dibutuhkan orang berkeahlian vokasi atau sarjana. Sumber daya manusia (SDM) harus disiapkan sehingga nilai produk pertanian pada usaha kecil, mikro, dan menengah (UMKM) agroindustri berkembang luas, baik secara daring maupun luring.
Menurut Iwan, petani muda juga sebaiknya melakukan pengawalan penyediaan benih, pupuk, alat dan mesin, penyediaan informasi, serta modal. Misalnya, penerapan finansial teknologi dan peningkatan nilai tambah produk pada usaha hilir.
Selain itu, pemasaran produk dan cara pengembangan produk supaya biaya produksi ekonomis dan berumur luas. Peran pemuda bukan hanya memanfaatkan peluang pasar lokal (dalam negeri), melainkan harus ke arah ekspor.
“Pemuda pun berperan dalam mengelola kelembagaan pertanian yang meliputi kegiatan promosi, dan resi gudang,” papar Iwan.
Sistem pertanian Tiongkok maju karena di sana banyak petani muda dan sistemnya yang bagus. Petani berusia tua (nonproduktif) tidak diperbolehkan bekerja. Petani tua juga mendapatkan pensiunan. Jadi, tiap petani ada asuransi yang diatur oleh pemerintah.
Meskipun menjadi petani, mereka mendapat gaji setelah pensiun. Dengan begitu, usaha pertanian yang dikelola diwariskan kepada sang anak yang usianya masih muda. Malaysia juga mulai mengadopsi sistem itu.
Jadi, tegas Iwan, mau tidak mau petani tua harus pensiun sehingga tidak mengganggu lahan usaha bidang pertanian yang seharusnya dikerjakan oleh para pemuda. Agar sukses menjadi petani, para pemuda harus konsisten. Sambil berjalan, pertama harus dibangun kesiapan supaya regenerasi berhasil.
Perlu juga dipersiapkan dari mental sampai dengan kebutuhan-kebutuhan pertanian. Sudah mulai menggunakan rencana bisnis, rencana pasar, model bisnis, evaluasi, inovasi, dan pengembangan lanjutan. “Pemerintah, akademisi, pebisnis, dan media pun mesti mendukung petani muda. Dengan pemihakan itu maka pemuda sustain,” jelas Iwan.