Trubus.id — Purwaceng dikenal sebagai tanaman kaya manfaat. Bukan hanya untuk kejantanan pria, melainkan juga biasa dijadikan sebagai obat kanker. Kendati demikian, sering kali sebagian masyarakat salah memaknai kata purwaceng.
Rohman, salah seorang pekebun purwaceng di Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, mengatakan, meski namanya purwaceng, pada dasarnya bisa dikonsumsi siapa saja, termasuk perempuan dan anak kecil.
Rohman menjelaskan, potongan kata “ceng” pada purwaceng kerap dimaknai tegangnya alat kejantanan pria, padahal artinya bukan itu.
“Purwa itu permulaan, sedangkan ceng itu berarti kenceng (kencang). Jadi, makna purwaceng permulaan atau tekad yang kencang. Purwaceng salah satu tanaman herbal, tetapi bukan khusus untuk pria. Sekali lagi, bukan khusus pria,” kata Rohman.
Khasiat purwaceng
Dr. Otih Rostiana, M.Sc., peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), mengatakan, bagian purwaceng yang berkhasiat kesehatan adalah akar dan daun.
“Akar memiliki kandungan bioaktif paling tinggi. Jika akarnya saja sangat sedikit, jadi dicampur daun,” kata Otih.
Sosok tanaman purwaceng sekilas mirip seledri karena satu keluarga. Oleh karena itu, cara panen dengan mencabut keseluruhan tanaman. Menurut Otih, keberadaan purwaceng liar sudah jarang sejak 1990-an.
Beruntung ada pihak-pihak yang masih mengembangkan purwaceng seperti Rohman. Ia menanam purwaceng di lahan 1,5 kali lapangan bulu tangkis. Di lahan itu juga berisi tanaman jeruk dan carica.
Hasil panen per bulan tidak menentu sesuai permintaan. Kebun milik Rohman menghasilkan minimal 2 kuintal purwaceng basah setiap bulan. Rohman mengolah purwaceng segar menjadi serbuk dan sediaan kering.
Selain Rohman, pekebun purwaceng juga berada di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Haryoso beserta 20 orang membudidayakan purwaceng di lahan 5 hektare yang berada di beberapa tempat.
Mereka menumpangsarikan purwaceng dengan terung belanda dan kopi arabika. Haryoso dan rekan yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial menanam purwaceng sejak 2020.
Menurut pemasok purwaceng ke produsen herbal, Uswatun Khasanah, sebetulnya Haryoso dan rekan mengenal purwaceng sejak 2003. “Kemungkinan karena keterbatasan lahan dan tuntutan ekonomi, jadi baru sekarang menanam purwaceng,” kata Uswatun.
Perlu waktu sekitar setahun agar akar purwaceng tumbuh agak besar sehingga sekilas mirip ginseng asal Korea Selatan. Ia dan Haryoso bekerja sama menghasilkan purwaceng berkualitas prima.
Menurut Uswatun, untuk menghasilkan 1 kg purwaceng kering diperlukan 10 kg tanaman segar. Haryoso menjual akar purwaceng segar seharga Rp100.000 per kg. Saat ini Haryoso menjual hasil panen ke universitas untuk penelitian dan produsen jamu. Sebetulnya, ada orang Malaysia meminta pasokan 2 ton purwaceng basah per bulan.
“Namun harga dan manajemen terlalu ribet sehingga belum terealisasi,” kata Haryoso.