Pengolahan herbal yang baik meningkatkan kualitas herbal
Rosiana merasakan perutnya mual dan kembung, meriang, serta nyeri di persendian. Perempuan 47 tahun itu segera menuju dapur untuk mengambil rimpang jahe. Ia segera membersihkan rimpang, menggeprek atau memukul agar rimpang pipih, kemudian merebusnya dalam 2 gelas air bersih. Setelah mendidih Rosiana segera mematikan api, menunggu hingga hangat, kemudian meminumnya bersama gula merah.
Namun, air rebusan jahe kali ini berbeda. Warga Ciracas, Jakarta Timur, itu tidak merasakan rasa pedas pada wedang jahe buatanya. Sensasi hangat yang biasanya muncul, seolah hilang. Penyebabnya adalah Rosiana menggunakan rimpang jahe bertunas. Senyawa aktif dalam rimpang itu pun berkurang drastis ketika rimpang mulai bertunas. Itulah sebabnya ia membeli jahe segar dan mengolahnya kembali sehingga merasakan sensasi pedas.
Kurangi kadar air
Sapto Waluyo dari Taman Sringanis—produsen obat tradisional di Bogor, Jawa Barat—mengatakan, bila rimpang muncul tunas tidak dapat digunakan lantaran sudah kembali muda. Kandungan zat aktif berkurang. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkanya adalah ditanam lagi hingga panen. Selain itu hindari memanfaatkan rimpang kisut atau kering karena kandungan senyawa aktif juga rusak.
Menurut Prof Dr Sumali Wiryowidagdo MSi Apt dari Pusat Studi Bahan Alam Universitas Indonesia, pemrosesan atau pengolahan bahan herbal tidak boleh terlalu lama dari sejak panen. Itu mengurangi atau menurunkan kadar bahan berkhasiat yang terdapat bada bahan herbal. Waktu pemanenan pun harus diperhatikan, karena kandungan zat berkhasiat akan maksimal pada usia panen tertentu, muda, sedang atau tua.
”Kandungan optimal dapat terjadi pada pagi, siang, atau sore maka harus diperhatikan pula waktu pemanenanya,” kata Prof Sumali. Herbal seperti rimpang-rimpangan tidak dapat disimpan terlalu lama. Menurut Sapto herbal segar hanya mampu bertahan sebulan. Itulah sebabnya harus diolah menjadi bahan kering untuk menjaga keawetannya. Cara terbaik untuk mengawetkan adalah dengan mengeringkan atau mengurangi kadar air pada herbal segar.
Sebelum pengeringan, bersihkan rimpang dengan cara mencuci dan menyikat untuk menghilangkan tanah yang menempel pada rimpang. Setelah bersih, potong rimpang induk berukuran besar agar mempermudah saat pengeringan dan mendapatkan hasil yang sempurna. Untuk rimpang besar, Sapto menyarankan untuk memotong dengan ukuran yang sedang, tidak terlalu tebal ataupun tipis. “Sekitar 0,5 cm, agar pengeringannya sempurna,” kata Sapto.
Sapto menyarankan penjemuran yang baik sejak pagi hari sampai pukul 10.00. Bila pada pukul 10.00 belum kering, angkat rimpang dan lanjutkan penjemuran pada keesokan hari. Peneliti di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Dr Ir Nurliani Bermawie, menjelaskan penjemuran pada pagi untuk mengurangi kadar air pada bahan herbal. Setelah pukul 10.00 bahan herbal ditutup dengan kain tipis berwarna hitam.
Tutup rimpang
Penutupan rimpang untuk mengurangi menguapnya minyak asiri dan zat berkhasiat yang terdapat pada bahan. penutupan ini juga bermanfaat agar warna dari bahan tidak kusam dan rusak. “perubahan warna dan aroma dari bahan aslinya merupakan indikator bahan herbal berkurang kualitasnya,” kara Dr Nurlianie. Sapto mengatakan, penjemuran di bawah sinar matahari langsung tidak boleh membalik rimpang.
Pembalikan menguapkan kandungan zat aktif atau khasiat rimpang. Menurut pria 33 tahun itu pada temulawak Curcuma xanthorriza, misalnya, terlihat dengan hilangnya warna kuning atau karakter pada rimpang yang dijemur. Pada bahan herbal daun, akan berwarna hitam, zat hijau daunnya akan hilang. Pada daun pengeringan yang baik akan menghasilkan daun kering yang tetap berwarna hijau.
Prof Sumali menyarankan penjemuran tidak langsung, yakni dengan cara mengangin-anginkan sampai kering. Selain karena adanya pengotor, juga panas matahari tidak stabil. Namun untuk bahan yang sulit kering dapat dikeringkan di bawah teduhan sinar matahari, dengan kontrol suhu yang stabil. Pengeringan yang baik di bawah 60°C. Pengeringan pada suhu di atas itu menyebabkan enzim rusak sehingga khasiat yang terkandung dalam herbal akan berkurang.
Kandungan air pada herbal setelah pengeringan hanya 10%. Indikasinya bila kita remas, maka daun akan patah. Pada bahan rimpang, mudah kita patahkan. Pengeringan terbaik menggunakan oven karena suhu stabil, menghilangkan risiko kontaminan yang tercampur pada bahan herbal. Untuk bahan umbi atau rimpang, Sapto mengoven selama 2—3 hari penuh untuk memastikan bahan kering sempurna.
Menurut Nurliani setiap bahan memerlukan cara pengeringan berbeda. Untuk temu-temuan atau rimpang pengeringan terbaik adalah penjemur atau oven. Beberapa jenis daun misalnya mint, pengeringan hanya perlu diangin-anginkan. Cara lain, pegawetan simplisia juga bisa dengan cara iradiasi menggunakan sinar gama. Namun, cara itu hanya dilakukan di Badan Tenaga Atom Nasional.
Bila bahan kering sempurna bertahan lebih lama bisa mencapai 6 bulan hingga 1 tahun. Bahan herbal kering atau dapat digunakan sebagai herbal. Khasiat dari bahan basah dan ekstrak adalah sama selama pada dosis yang dianjurkan. Pengeringan hanya untuk memperpanjang masa simpan. Sapto menuturkan, ekstrak kering yang dimasukkan ke dalam kapsul dapat bertahan hingga 2 tahun. Bahan herbal kering dianggap rusak bila terjadi penggumpalan pada ekstrak, munculnya bau tidak sedap dan munculnya cendawan. (Muhammad Awaluddin)