Kehadirannya telah menyerap ribuan, bahkan jutaan tenaga kerja karena kegiatan ekspor pun kian meningkat. Lebih-lebih setelah tren lou han melanda, perdagangan ikan hias kian marak.
Belakangan maskoki diintroduksi dari Cina dan Thailand. Penggemar maskoki juga tak kalah banyak. Namun, sadar atau tidak, pergantian satu jenis ikan dengan lainnya membuang banyak uang, waktu, dan tenaga.
Didikte
Dahulu diskus merupakan ikan yang luar biasa diminati. Sekarang terpukul oleh lou han. Kini kembali, lou han mulai agak goyah dengan adanya maskoki. Saya tidak tahu apalagi setelah maskoki. Bisakah kita konsisten dengan yang satu tanpa menghalangi tren lain yang masuk. Seorang pedagang lou han bertutur, katanya setiap ikan akan mengalami masa jenuh. Paling lama orang tahan memelihara selama 2 tahun. Memang ada hingga sampai 5 tahun atau lebih untuk jenis siklid.
Apakah pandangan seorang pedagang dan hobiis sejati berbeda? Bila selalu terpengaruh oleh tren, pasti akan membawa keterpurukan dunia ikan hias kita. Lihatlah Jepang. Negara Matahari Terbit itu sangat konsisten dengan koi dan maskoki. Demikian Cina dan Thailand yang terusmenerus melakukan eksperimen sampai mendapatkan jenis ranchu terbaik. Untuk memperkuat konsistensi itu mereka juga menggelar kontes dan pameran.
Sama halnya lou han. Ia tercipta melalui proses panjang, bukan satu-dua tahun. Dengan kegigihan dan kesabaran para penangkar di Malaysia keluarlah ikan yang menggemparkan seluruh kawasan Asia, termasuk Indonesia.
Nah, Anda bisa bayangkan bila terjadi sebaliknya di negeri ini. Misalnya ketika terjadi tren diskus, sebagian peternak menekuninya. Organisasi pecinta diskus dibentuk dan kontes pun di gelar di manamana. Namun, ketika tiba-tiba muncul lou han, mereka banyak yang beralih. Diskus ditinggalkan. Celakanya, banyak organisasi diskus ikut-ikutan. Mereka tidak membubarkan organisasi yang lama, tetapi hanya menjalankan sekadar simbol. Ibarat pribahasa hidup segan mati pun tak mau.
Begitulah kalau organisasi yang isinya hanya pedagang yang hanya berpikir komersial. Setelah terjadi peralihan tren, banyak farm yang berpikir untuk mengganti jenis ikan yang diperdagangkan. Mereka mendatangkan bibit bagus berharga mahal. Teknologi diadopsi walau harus investasi peralatan mahal. Namun apa yang terjadi pada akhirnya? Sesudah mereka berhasil mengembangbiakkannya, eh, kompetisinya hanya sekali dua kali, malahan mulai hilang. Pasar jenuh terjadi karena kita selalu melihat tren yang baru, tanpa berusaha memperbaiki dan menjaga yang ada.
Menyimak tulisan ini sebetulnya yang menentukan kelangsungan tren suatu komoditas adalah diri kita sendiri. Suatu hal akan berakhir tergantung kita. Bila kejadian di atas terus terjadi, tanah air kita akan semakin tidak mempunyai daya saing dalam bidang ikan hias. Kita akan selalu didikte oleh pedagang-pedagang asing. Kita akan sangat membuang waktu dan uang.
Pernahkah terpikir oleh kita bila tren lou han di negeri asalnya Malaysia sudah menurun dan kita tidak ikut-ikutan. Kita tetap konsisten dengan keberadaannya. Suatu ketika orang Malaysia rindu akan lou han bagus sehingga berbalik mendatangkan dari Indonesia. Mimpi itu mungkin saja terwujud, karena untuk mendapatkan lou han berkualitas, membutuhkan waktu lama. Bisa singkat bila mau mengeluarkan kocek yang jumlahnya luar biasa.
Kontes
Salut atas kontes-kontes yang mulai diisi oleh beragam jenis ikan hias. Adanya keragaman, para penangkar dan hobiis termotivasi, ternyata ikannya masih diperhitungkan. Begitu juga dengan organisasi pelestari lou han, semoga tidak seperti macan ompong. Ketika ikannya mulai ketinggalan zaman, mereka melepaskan organisasi dan menjarangkan kontes.
Saya yakin Anda tidak akan rugi membela kepentingan para penangkar dan hobiis negeri ini. Memang banyak yang menilai ikan hasil penangkaran kita berkualitas rendah. Itu lantaran tahap peralihan yang terus-menerus tadi akibat selalu mengejar jenis yang sedang tren. Kita selalu tidak mempertahankan dan memperbaiki yang sudah ada. Buktinya lihat arwana yang tetap konsisten. Toh, ikan hasil ternakan mereka tidak kalah. Hal itu karena penangkaran berkelanjutan seperti yang dilakukan Jepang.
Peran Departemen Perikanan dan Kelautan juga harus lebih kuat lagi. Antara lain merangsang para pelaku ikan hias, baik penangkar, hobiis, maupun pedagang, untuk tetap mengadakan kontes. Pasalnya, kontes salah satu indikator masih semarak atau tidaknya jenis ikan tertentu. Bantulah mereka dengan memberikan kemudahan izin usaha dan fasilitas pendukung.
Mudah-mudahan kata-kata we’re done when we’re done, dapat mengetuk hati nurani kita. Apakah kita mau terus mengekor pada luar negeri? Apa kita selalu mengharapkan impor untuk mendapatkan ikan yang the best. Boleh saja ikanikan jenis baru masuk. Namun, juga jangan lupakan keberadaan ikan lama. Karena suatu saat booming ikan itu akan datang lagi. Dan kita siap karena proses eksperimen yang terus-menerus.
Kini keputusan di tangan kita. Bila kita mau era lou han atau pun ikan lain berakhir, pasti berakhir. Yang pasti apakah kita terus mau terjebak pada kegiatan yang merugikan bernama impor? Apakah kita tidak percaya pada potensi diri kita sendiri? *** 60 *) Ricky Tirtojoyo, ahli pemasaran dan pengamat ikan hias
Antara Cabai dan Cula
Apakah sebetulnya “buah terlarang” yang membuat Nabi Adam keluar dari Taman Firdaus? Banyak yang berpikir apel, tapi ada juga yang bilang anggur. Namun, seandainya Anda harus bercerita pada para lansia di atas 40 tahun, katakan afrodisiak.
Apa itu afrodisiak? Aphrodisiakum atau aphrodisiaka adalah tanaman pembangkit gairah seksual. Kata itu berasal dari Aphrodite, dewi cinta libido dalam mitologi Yunani. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (USFDA), afrodisiak dikenal sejak 5.000 tahun lalu. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari akar-akaran, batang, daun, hunga, hingga buah-buahan.
Anggur paling populer sebagai pembangkit gairah hidup. Ia sering dikaitkan dengan idiom-idiom bercinta. Namun, bila Anda suka mengkonsumsi jamu gendong, tentu cabai puyang lebih langsung ke sasaran. Masyarakat Jawa mengenal tanaman afrodisiak seperti jahe, kapulaga, tapak liman, dan cabai puyang. Berbagai macam bumbu (bawang, ketumbar) dan rempah-rempah juga termasuk afrodisiak. Tidak perlu dimakan, dicium baunya pun sudah cukup.
Aroma pembangkit gairah biasanya datang dari minyak asiri. Diperkirakan ada 150 hingga 200 tanaman yang mengandung minyak asiri. Di antaranya nilam. Ia menjadi bahan minyak wangi, kosmetik, dan farmasi. Para pekebun dan penyuling nilam dari ujung utara Sumatera hingga ujung timur pulau Jawa.
Namun yang paling banyak dipakai adalah cabai jawa atau Piper retrofractum. Batang dan daun mengandung minyak asiri. Fungsinya membangkitkan badan lemah, penawar sakit lever, dan memulihkan tenaga ibu yang baru bersalin. Cabai jawa juga dimanfaatkan sebagai obat tidur atau heksobarbital oleh masyarakat Madura, Kalimantan, dan Malaysia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperhitungkan 80% manusia di Bumi mengandalkan sumber-sumber alam sebagai sarana pengobatan. Nilai pasar jamu-jamuan di seluruh dunia tiap tahun lebih dari 200-miliar dolar Amerika. Trennya akan terus meningkat hingga 2050 dengan nilai mencapai 5-triliun dolar.
Perniagaan afrodisiak
Seandainya pembangkit gairah itu hanya tiram laut dan tanaman budidaya seperti nilam, tentu tak ada yang berang. Namun, perniagaan afrodisiak diikuti pembantaian makhluk langka seperti badak, berbagai jenis ular, burung, dan harimau. Juga tanaman yang tidak dikebunkan seperti tongkat ali Eurycoma longifolia, atau pasak bumi di Kalimantan. Akibatnya hewan maupun tumbuh-tumbuhan berkhasiat itu semakin sukar didapat.
Penyelundupan satwa liar bernilai lebih dari tujuh miliar dolar setiap tahun. Inilah yang membuat badan-badan konservasi seperti WWF, The Nature Conservancy, dan Concervation International, selalu mengkampanyekan pelestarian alam. Di antaranya bentuk penyadaran bahwa setangkai cabai bisa menyulut gairah hidup. Tidak perlu menggunakan empedu kobra, jantung gajah, atau cakar beruang yang membahayakan keseimbangan alam. Pengembangan alternatif digalakkan, dari berburu menjadi berbudidaya.
Promosi industri herba di Malaysia paling sistematik. Dato’ Chua Jui Meng, Menteri Kesihatan Malaysia memberlakukan Undang-undang Perobatan Tradisional sejak 2000. Sistem pengobatan tradisional berikut segala perlengkapannya menjadi bagian dari upaya memperbaiki kesehatan bangsa. Rakyat pun menindaklanjutinya dengan penyelamatan dan pengembangan tanamtanaman obat. Pada 2010 nanti, negeri jiran itu bertekad menjadi pemimpin industri herbal paling andal di pasaran internasional.
Asosiasi teknologi dan industri kerajaan Malaysia (MIGHT) mencatat impor negara-negara Eropa untuk produkproduk botani (herba, tumbuhan obat, tumbuhan aromatik, dan hewan akuatik) semakin besar dari tahun ke tahun. Sejak 20 tahun terakhir volumenya tidak kurang dari 80-ribu ton setiap tahun. Pasaran penambah gairah hidup saja mencapai 12,4-miliar dolar dan terus meningkat 12—16% setiap tahun. Selain untuk konsumsi jamu-jamuan, produksi tanaman obat dunia masuk di dalam subsektor farmasi, yang anggarannya sekitar 235-miliar dolar.
Bebas efek samping
Di Indonesia, upaya mengembangkan pasar jamu berlangsung dari abad ke abad. Industri jamu Jago di Semarang, misalnya, sejak berdiri 1918 perusahaan keluarga itu telah mencapai generasi keempat. Presiden komisarisnya yang terkenal humoris, pianis, dan kelirumologis, Jaya Suprana. Semua jamu produksinya dinyatakan bebas efek samping. Teristimewa jamu-jamu pembangkit gairah hanya memberikan satu efek untuk pria: ke depan!
Jaya Suprana menuturkan, “Produk afrodisiak bukan asal comot dari mitos dan takhyul, melainkan hasil kerja sama penelitian ilmiah dan uji klinik dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dipimpin Prof Dr Danutirto.
Melalui modernisasi, diversifi kasi, spesialisasi, dan inovasi produk, jamu Jago bisa merambah pasar mancanegara. Hal ini juga dilakukan oleh Martha Tilaar dengan Sari Ayu, dan Mooryatie Sudibyo dengan Mustika Ratu. Kekayaan alam mereka manfaatkan dengan khidmat, sekaligus membuktikan keampuhan herbal bagi manusia.
Dari klinikpria.com pasaran pegagan dianggap sekelas dengan Ginkgo biloba. Ia menduduki klasemen teratas di Eropa maupun Amerika untuk meningkatkan daya ingat, mempertangguh memori, memperbaiki konsentrasi, dan menjaga semangat atau mentalitas. Ekstrak serbuk kering ginkgo dengan dosis 40 mg tiga kali sehari dapat memperbaiki peredaran darah.
Untuk penderita disfungsi ereksi, dosis 60 mg sehari selama 12—18 minggu terbukti memulihkan kemampuan ereksi pada 50% penderita. Menurut Rani Kartika Utami, pengamat tanaman obat, “Ginkgo bukan memperbaiki ereksi secara langsung. Tapi, kemampuannya memperbaiki peredaran darah di otak memudahkan terjadinya persepsi erotik akan menimbulkan libido.”
Sementara itu, tongkat ali alias pasak bumi masih terus diteliti serius di Universiti Malaysia, Sabah. Khasiatnya sebagai antioksidan. Akar-akaran pembangkit gairah juga telah lama dipergunakan untuk mengatasi hipertensi, badan remuk-redam, dan malaria. Pasak bumi yang banyak didapati di Sumatera, Kalimantan, dan Malaysia kaya kandungan aktif eurycomanol yang dapat mengusir malaria. Khasiatnya tidak kalah dengan chloroquine.
Tanaman yang konon berkhasiat langsung menimbulkan ereksi, antara lain Pimpinella pruacen yang banyak tumbuh di Pegunungan Dieng, Jawa Tengah. Masyarakat setempat menyebutnya purwoceng.
Mempercantik dan mempermuda
Obat kuat tentu bukan melulu untuk pria dan berurusan semata-mata dengan kehidupan seksual. Kaum perempuan juga mengenal dream cream body. Produk krim tubuh itu terbuat dari rose untuk membuat kulit lembut dan kalem. Kandungan minyak lavender selain berfungsi sebagai afrodisiak, juga untuk mengobati dan menyeimbangkan kulit. Kulit yang kering dan kasar menjadi halus berkat pelembap dari campuran berbagai bahan dari kulit vanili, kenari almon, kakao, dan pisang organik.
Praktek-praktek demikian, konon sudah dilakukan oleh perempuanperempuan cantik penghuni Bumi sejak 3.000 tahun sebelum Masehi. Buktinya bisa dilihat bila Anda menemukan bejana-bejana atau botol parfum, pot-pot wangiwangian dari zaman Cleopatra di Mesir. Seorang penulis dan peneliti Perancis, Tisserand, juga mengaitkan berbagai sisi terapi aroma ini dengan falsafah Timur, termasuk keseimbangan yang dan yin, dan obat-obatan Tiongkok purba.
Hal ini mestinya menyadarkan kita, ada berkah dan peluang yang hebat di antara cabai dan cula. Bukan menggalakkan perburuan badak yang sudah punah, atau meningkatkan konsumsi cabai per kapita. Namun, menyusuri likuliku, dan menemukan ceruk bisnis yang menguntungkan, sambil mensyukuri dan mengembangkan kekayaan alam. Jangan biarkan afrodisiak hanya menggairahkan libido, tapi juga menggairahkan kehidupan ekonomi, mempercantik ibu-ibu, dan membuat hidup di Bumi lebih berharga. *** *) Eka Budianta, naturalis, kolumnis majalah Trubus, dan penulis buku sastra, pariwisata, dan pendidikan lingkungan.