Trubus.id – Bagastara G., S.T. membudidayakan 2.000 pohon jeruk siam madu di lahan seluas 5 hektare di Desa Sadu, Kecamatan Soreang, Kabupaten Bandung. Ia menargetkan hasil panen jeruk dengan kualitas tinggi dan rasa manis optimal.
Meski musim hujan, jeruk dari kebunnya tetap menunjukkan performa luar biasa. Pengukuran dengan refraktometer mencatat tingkat kemanisan mencapai 13° brix.
Biasanya, hujan membuat buah cenderung hambar, namun tidak dengan jeruk Bagas. Bulirnya langsung lumer di mulut berkat kulit septa yang lembut dan rasa yang sangat manis.
Ia menyebut jeruk hasil kebunnya sebagai jema’s—singkatan dari jeruk madu sadu sabilungan. Produk ini dijual dalam kemasan beragam, mulai dari Rp15.000 hingga Rp60.000.
Dari 2.000 pohon, Bagas mampu memanen hingga 20 ton jeruk per bulan. Hal ini dimungkinkan karena tanaman berbuah susul-menyusul sepanjang tahun.
Keberhasilan tersebut bukan hanya soal perawatan, tetapi juga soal pemilihan varietas yang tepat. Jeruk siam madu yang ditanam Bagas merupakan varietas dari dataran tinggi Berastagi, Sumatra Utara.
Ir. Sutopo, M.Si., peneliti jeruk di Balai Pengujian Standar Instrumen Jeruk dan Buah Subtropika (BSIP Jestro), Kota Batu, menekankan pentingnya pemilihan varietas. Menurutnya, jeruk siam madu optimal ditanam di dataran tinggi lebih dari 700 meter di atas permukaan laut.
Kebun Bagas berada di ketinggian 900 meter dpl, menjadikannya cocok untuk varietas tersebut. “Saat saya tanam di sini hasilnya bagus,” ujar Bagas.
Sebaliknya, seorang pekebun di dekat kebun Bagas gagal panen karena menanam varietas jeruk dataran rendah. Rasa jeruknya masam dan hanya laku sebagai jeruk peras dengan harga murah.
Hal ini membuktikan bahwa keberhasilan tidak hanya soal pupuk dan pestisida, tapi juga kecocokan lokasi dengan varietas. Kombinasi antara varietas unggul dan perawatan intensif menjadi kunci sukses.
Bagas sendiri menjalankan budidaya dengan disiplin tinggi. Ia memberikan pupuk campuran Phonska, SP36, dan KCL dengan dosis 1 kg per pohon, sebanyak 3–4 kali setahun, serta pupuk kandang sebanyak 15–20 kg per tanaman dua kali setahun.
Ia memangkas tanaman dengan pola tajuk 1-3-9 agar sinar matahari bisa menembus ke seluruh bagian tanaman. Gulma dikelola dengan bijak: dibiarkan tumbuh saat kemarau dan disiangi saat musim hujan.
Untuk menghindari gangguan hama, ia juga rutin menyemprotkan pestisida sesuai kebutuhan. Semua langkah tersebut ia lakukan untuk menjaga kualitas dan kontinuitas panen.
Kini, jeruk jema’s dari Desa Sadu bukan hanya buah yang manis, tapi juga simbol keberhasilan petani modern. Dengan pendekatan ilmiah dan ketekunan, kebun Bagas menjadi bukti bahwa pertanian bisa sangat menguntungkan.