Pemupukan hayati pada jagung terbukti meningkatkan hasil panen.

Ruslanudin kaget sekaligus senang. Pada medio 2014 petani di Desa Batulawang, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat itu memanen 17 ton jagung manis dari lahan 1,5 hektare. Sebelumnya ia menanam Zea mays di lahan 1.000 m² dan mendapat hasil panen 600—800 kg. Itu setara dengan 9—12 ton di lahan 1,5 hektare. Sudah 14 tahun produktivitas jagung Ruslan ajek di angka itu.
Kini peningkatan hasil panen jagung garapan Ruslan melonjak 41%. Saat itu harga jagung Rp2.500 per kg sehingga omzet Ruslan Rp42,5-juta. Setelah dikurangi ongkos produksi Rp15-juta, maka Ruslan mengantongi untung Rp27,5-juta. Semula paling banter omzetnya cuma Rp30-juta jika berladang jagung di lahan 1,5 hektare. Sejatinya kebun itu milik Siswati Musman. Ruslan membantu Siswati berkebun jagung dan sayuran.
Permintaan tinggi
Siswati mengatakan, “Baru 10—15 hektare lahan yang tergarap, sisanya belum tergarap.” Ia kali pertama berkebun jagung sejak 2013. Saat itu salah satu kakak mengamanahkan Siswati untuk mengolah lahan pertanian. Ia tertarik membudidayakan jagung karena salah satu komoditas yang yang diminati pasar. Saat ini ia mendapat tawaran memasok 500 kg jagung ke pasar modern.

Permintaan itu belum terpenuhi semua karena ia baru mampu memproduksi 200 kg jagung. Kriteria jagung kesukaan pasar swalayan antara lain berpenampilan mulus tanpa bekas serangan hama dan penyakit serta satu kilogram berisi tiga buah. Dari total kapasitas produksi, baru 25% yang masuk pasar premium. Sementara sisanya yang 75% terdistribusi ke pasar tradisional di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Permintaan pasokan untuk pasar tradisional pun tinggi. Seorang kawan di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, siap menampung berapa pun jumlah produksi jagung Siswati. Oleh karena itu Siswati tidak pernah absen bertani jagung. “Jagung juga termasuk tanaman yang relatif tahan kekeringan sehingga cocok dikembangkan saat kemarau,” kata perempuan kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, itu.
Sejak awal 2016 Siswati mulai menyusun jadwal berladang jagung agar produksi berkelanjutan. Panen jagung di lahan Siswati selalu lebih tinggi dibanding kebun tetangga. “Itu yang membuat petani sekitar bertanya-tanya kenapa jagung saya hasilnya lebih tinggi,” kata Ruslan. Siswati dan Ruslan terakhir kali panen maize pada Februari 2016. Saat itu mereka memanen 8 ton jagung dari lahan 2 hektare.

Sementara petani lain di lokasi sama menerima 4 ton jagung. Menurut Ruslan sebetulnya hasil panen per hektare bisa mencapai 15 ton. Bandingkan dengan produktivitas jagung di kebun petani tetangga yakni maksimal 8 ton per hektare. Penurunan produksi jagung di lahan Ruslan dan petani lain karena saat itu cuaca buruk. Ketika itu kemarau panjang dari mulai tanam hingga panen jagung.
Pupuk hayati
Lalu apa rahasia Siswati dan Ruslan sehingga mampu memproduksi jagung lebih tinggi daripada petani lain? “Kami menggunakan pupuk organik plus mikrob dan hayati untuk budidaya jagung dan merawat tanaman dengan baik,” kata Siswati. Mayoritas petani jagung tetangga Siswati memanfaatkan pupuk kimia untuk merawat tanaman pangan penghasil karbohidrat itu. Mereka juga kadang kurang intensif merawat jagung.
Siswati dan Ruslan memanfaatkan pupuk organik yang mengandung mikoorganisme penyubur tanah seperti Mycorrhiza sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., Tricoderma sp., dan Azospirillum sp.. Bisa dibilang pupuk organik plus mikrob itu sebagai pupuk organik hayati. Peneliti budidaya jagung dari Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan, M Akil, mengatakan, pupuk hayati adalah pupuk yang mengandung mikroorganisme hidup yang bermanfaat mendorong pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan pasokan hara.
Sementara pupuk hayati yang mereka gunakan terbuat dari sekumpulan bakteri yang dapat bersimbiosis mutualisme dengan tanaman. Selain mikrob penyubur, pupuk hayati itu juga berisi Rhizobium sp., Aspergillus niger., dan Lactobacillus sp.. Bagaimana duduk perkara pupuk organik dan hayati meningkatkan produksi jagung? Menurut Ali Zum Mashar mikrob dalam pupuk hayati mengolah zat anorganik, organik, dan biotik di sekitar tanaman.
Menurut produsen pupuk organik hayati di Jakarta Utara itu proses pengolahan itu memacu, mengendalikan, dan meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman seperti jagung. Periset di Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Bogor, Dra Harmastini Sukiman MAgr, menuturkan pupuk organik memperbaiki tanah rusak, sedangkan pupuk hayati menyediakan hara bagi tanaman sehingga produktivitas meningkat.

Peningkatan produksi jagung dengan pupuk hayati sejalan dengan riset Dwi Retno Lukiwati dan rekan dari Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah. Menurut Lukitawati pemberian cendawan mikoriza arbuskular pada pupuk kandang yang diperkaya fosfat, dan Urea menghasilkan 17,1 ton jagung manis per hektare.
Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan lahan jagung yang diberi campuran pupuk kandang, pupuk BP, dan ZA yang mencapai 11,8 ton per ha.
Mulai dari pupuk dasar hingga pemupukan susulan Ruslan menggunakan pupuk organik dan hayati (Lihat Tanam Jagung Ala Ruslan). Tidak mengherankan jika hasil produksi tanaman anggota famili Poaceae itu di lahan Siswati dan Ruslan menjulang daripada petani lain. (Riefza Vebriansyah)