Tuesday, February 11, 2025

Menjerat Ulat Tentara

Rekomendasi
- Advertisement -

Perangkap hama ngengat portable dan hemat listrik.

Robby Wijaya masygul melihat petani bawang merah di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, kewalahan menghadapi serangan hama ulat bawang. Harap mafhum, serangan ulat tentara Spodoptera exigua itu mampu menurunkan produksi hingga 90%.

Pada 2015 munculah ide untuk membuat alat perangkap hama yang lebih efektif dan efisien. Robby bersama keempat rekannya dari Jurusan Teknik Mesin, Universitas Negeri Malang itu yaitu Ni’matus Sholihah, Ekki Septian Putra, Yusuf Mahesa, dan M Borneafandri A membuat alat perangkap hama ulat bawang. Mereka menggunakan lampu light emitting diode (LED) bertenaga baterai. Alat itu, berbentuk tabung berbahan plastik setinggi 30 cm.

Tahan 12 jam

Ngengat menempel pada P-MOAT karena tertarik pada warna dan aromanya.

Peranti baru itu ringan dan mudah dipindahkan atau portabel. Mereka memberinya nama portable moth atractor technology (P-MOAT). “Selain hemat energi, cahaya lampu LED luas jangkauannya. Sementara tenaga baterai cukup aman dan fleksibel,” ujar Robby. Petani tak perlu bersusah-payah mengulur kabel untuk menerangi lahannya agar ngengat—atau hama ulat pada fase dewasa—itu berdatangan.

Robby dan rekan memasang baterai pada alat itu seperti pada telepon genggam, sehingga petani tinggal mengisi daya (charge) ketika tenaga baterai habis. Baterai itu bisa tahan hingga 12 jam. “Ngengat dari ulat bawang terbang sekitar pukul 17.00 sampai 00.00. Alat ini sudah cukup durasinya,” ujar Robby. Untuk membuat alat itu, Robby menggunakan lampu LED model strip roll atau yang bisa dililitkan pada pipa.

Daya listriknya mencapai 12 volt dengan kekuatan lampu 60 watt. “LED strip roll jangkauan cahayanya bisa sampai 20 meter, kalau LED biasa hanya sekitar 5—10 m,” ujar Robby. Ia melilitkan LED sepanjang 2,5 meter di sebuah pipa sepanjang 25 cm. Kemudian Robby memasukkan pipa itu ke sebuah tabung plastik berwarna kuning. Harap mafhum, warna kuning menarik hama serangga.

Para perancang lalu membungkus tabung dengan plastik transparan (wraping). Mereka juga mengoleskan lem yang mengandung senyawa penarik hama atau feromon plus minyak asiri sebagai pestisida nabati. “Lem itu bisa tahan meski terkena air hujan hingga tujuh pekan,” ujar Robby. Satu alat mampu menampung sekitar 94 ngengat dewasa. Petani mengoleskan kembali lem, jika alat sudah dipenuhi ngengat.

Hemat

Menurut Robby untuk lahan sehektare butuh sekitar 20—30 unit P-MOAT. Ia menjualnya Rp150.000 per unit. Sementara lem dijual terpisah seharga Rp50.000 per 50 cc. “Lem itu bisa dioleskan ke P-MOAT hingga 20 kali,” ujarnya. Jika hama sudah memenuhi tabung P-MOAT, petani tinggal membuka dan membuang plastiknya lalu melapisi kembali dengan plastik wrap yang baru plus diolesi lem.

Tim perancang P-MOAT dari Universitas Negeri Malang bersama para petani bawang merah.

Keunggulan P-MOAT dibandingkan dengan alat perangkap yang banyak digunakan petani adalah lebih hemat, lebih aman, dan lebih menarik bagi hama. Lampu LED pada alat itu bisa berkedip-kedip, sementara alat perangkap lain hanya menyala. “Dengan lampu yang bisa berkedip, alat kami lebih disukai hama karena menarik perhatian,” ujar Robby. Dari segi biaya juga lebih hemat.

Petani mengeluarkan biaya listrik Rp250.000 per bulan untuk lahan 100 m². Jika budidaya bawang merah selama 3 bulan, biaya listrik mencapai Rp750.000. “Itu baru biaya listrik untuk 6 lampu neon, belum termasuk biaya pemasangan instalasi lampu dan lampu yang mencapai Rp60.000 per unit. Sementara jika menggunakan P-MOAT, cukup 6 unit seharga total Rp900.000 yang bisa digunakan berulang-ulang,” ujar Robby.

Melihat beragam keunggulan itu, banyak petani yang menggunakan alat buatan Robby dan rekan. Salah satunya, Joko Kustono, petani kentang di desa Ngadas, Poncokusumo, Malang, Jawa Timur, yang tertarik menggunakannya. Ia membeli 10 unit untuk mengendalikan hama thrips pada tanaman kentang. “Banyak thrips yang menempel pada P-MOAT, tetapi masih saya amati terus efektivitasnya,” ujar Joko.

Namun, menurut pengamatan petani yang sudah turun-temurun menanam kentang itu, P-MOAT lebih banyak menjerat thrip dibandingkan dengan cara lain yang pernah ia lakukan yaitu menggunakan kertas kuning. Sayangnya, ia tak menghitung jumlahnya, tetapi secara kasat mata P-MOAT lebih banyak menjerat hama. “Waktu saya olesi lem dari rumah saja sudah didekati serangga. Padahal belum sampai lahan,” ujar Joko.

Pembimbing Robby dan rekan sekaligus pengajar di Fakultas Teknik, Universitas Negeri Malang, Dr. Widiyanti, M.Pd., menuturkan, P-MOAT merupakan alat inovatif yang sangat membantu petani. “P-MOAT lebih efektif dan lebih hemat dibandingkan dengan alat lain yang menggunakan lampu neon dan di bawahnya diberi air. Pertama, P-MOAT aman sementara alat yang sudah banyak beredar itu rawan nyetrum. Kedua alat yang menggunakan air itu jarak dengan lampu memungkinkan ngengat masih bisa kabur sebelum masuk ke air,” ujar pengajar mata kuliah Kimia Teknik itu. (Bondan Setyawan)

Previous article
Next article
- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Anggur Berbuah Lebat dan Artistik

Trubus.id–Anggur berbuah lebat nan artistik memanjakan setiap mata yang memandang. Termasuk saat memasuki rumah tanam milik Dody Kusuma sangat...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img