Trubus.id—Sapi Krui sampai saat ini berkembang dan menjadi primadona di Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Lampung karena memiliki nilai strategis yang meliputi nilai ekonomis, nilai budaya, dan nilai kemanfaatan yang baik bagi masyarakat Pesisir Barat.
Dosen di Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Dian Kurniawati, S.Pt., M.Sc., menuturkan nilai strategis sapi Krui merupakan ternak sapi potong yang dipelihara, dibudidayakan, dan dikembangkan secara turun-temurun.
“Populasi sapi Krui mendominasi dan berkembang dengan baik serta telah menyatu secara geografis dengan kehidupan masyarakat di Kabupaten Pesisir Barat,” ujar Dian.
Nilai budaya sapi Krui dapat diketahui dari fungsinya sebagai mahar dalam adat perkawinan masyarakat Pesisir Barat. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa populasi sapi Krui di Kabupaten Pesisir Barat saat ini berjumlah 7.951 ekor (85%) dari 9.384 ekor sapi yang ada.
Masyarakat Kabupaten Pesisir Barat memanfaatkan sapi-sapi Krui sebagai penghasil daging dan menjadi pilihan utama penduduk dalam menyajikan hidangan pesta.
Masyarakat memelihara sapi Krui secara semiintensif. Peternak menggembalakan sapi itu saat pagi hingga sore dan mengandangkannya saat malam.
Populasi sapi Krui tertinggi di Pesisir Selatan (2.267 ekor) dan terendah di Pulai Pisang (157). Sapi Krui tersebar di 11 kecamatan di wilayah Pesisir Barat.
Dian menuturkan tindakan yang dilakukan untuk mengembangkan potensi sapi Krui yakni mencatatkan hewan herbivora itu sebagai plasma nutfah atau sumber daya genetik lokal Kabupaten Pesisir Barat melalui pengajuan proposal penetapan rumpun sapi Krui yang disetujui oleh Kementerian Pertanian RI sejak 18 November 2021.
Sejatinya sapi Krui merupakan persilangan antara Bos indicus dan Bos sondaicus di Kabupaten Pesisir Barat yang dikawinkan secara alami dan dipelihara secara turun temurun oleh masyarakat Pesisir Barat.
Sapi Krui berada di wilayah Pesisir Barat sejak zaman penjajahan Belanda. Sapi-sapi itu berasal dari Aceh dan Sumatera Barat yang dibawa dari Teluk Bayur (pelabuhan laut di Sumatra Barat) menuju Padang Bay (Bengkulu) lalu mampir di Teluk Stabas (pelabuhan laut di Krui, Pesisir Barat) dan menuju Tanjung Priok (pelabuhan laut di Jakarta).
Sebagian besar sapi itu diturunkan di Teluk Stabas dan selanjutnya dipelihara warga. Sapi-sapi itu berkembang biak dan tetap lestari sampai kini.