Trubus.id — Ukuran tubuhnya teramat mungil, cuma seukuran biji kacang tanah, sekitar 9,5 mm. Dialah salah satu katak terkecil di dunia. Tubuh mungil Oreophryne minuta—spesies katak terkecil itu—memang sebuah keharusan jika ingin bertahan hidup.
Baginya hanya ada 2 pilihan sulit: hidup atau mati. Itu lantaran mereka tinggal di hulu Sungai Derewo, di Papua Barat, berketinggian 2.000 m dpl. Di daerah setinggi itu kadar oksigen tipis, kelembapan tinggi, dan intensitas matahari tinggi.
Jika memilih hidup, katak itu harus pintar beradaptasi. Jika tidak, minuta itu tentu sudah mati. Namun, duduk perkara kerdilnya tubuh katak itu memang belum jelas tersibak. Para ahli menduga perubahan tersebut wujud pertahanan diri dari kejaran predator. Adaptasi terhadap lingkungan ekstrem boleh jadi menjadi sebab lain.
Katak O. minuta ditemukan oleh Prof. Dr. Djoko T. Iskandar dan Stephen Richard pada 2000. Mereka herpetolog alias ahli katak. Djoko dari Institut Teknologi Bandung, sedangkan Stephen dari Australia. Penemuan spesies baru itu melengkapi temuan katak terkecil lain dari Amerika Selatan dan Madagaskar yang panjangnya antara 9–20 mm.
O. minuta hanya salah satu dari sekitar 45 jenis katak temuan Djoko. Temuan lain yang spektakuler adalah katak primitif asal Kalimantan. Disebut spektakuler lantaran katak itu bertipe Eropa-Asia. Amfibi di Indonesia lazimnya bertipe Asia Tenggara.
Secara fisik, katak itu bertubuh gepeng, moncongnya tipis, mata menghadap ke depan, dan kaki depan serta belakang ditutupi selaput. Adapun katak di Asia umumnya bertubuh gemuk dan tebal moncongnya.
Diduga katak itu masuk Kalimantan melalui Pulau Palawan, Filipina. Yang unik, katak tersebut justru tidak ditemukan di daerah yang lebih dekat jaraknya dari Palawan seperti Sulawesi.
Sulawesi bertanah sempit memanjang sehingga bila lahan rusak lebih cepat terasa. Karena tanahnya menyempit, banyak spesies endemik sulit pindah. Hal ini berbeda dengan daratan Kalimantan yang membulat.
Katak anggota famili Bombinatoridae itu hidup di sungai deras dan dingin bersuhu 14–22°C. Itulah sebabnya jika ditaruh beberapa jam di dalam ember, katak akan meregang nyawa. Katak tidak dapat dipelihara di akuarium karena perlu air deras dan oksigen tinggi.
Kulit katak itu mengembang sehingga melebar dan berlipat untuk mengatasi kekurangan oksigen. Harap mafhum, paru-paru amfibi yang lebih banyak hidup di air tidak begitu efisien. Sebab, perbandingan oksigen di darat dan air kira-kira 140:8.
Untuk mengatasinya, katak bercorak semburat abu-abu-kehijauan itu bersifat katatonik alias tak banyak bergerak. Spesies itu berhemat dalam mengonsumsi oksigen. Ketika ditemukan pun, ia diam dan baru bergerak saat permukaan kulit tubuhnya disentuh.