Wednesday, January 22, 2025

Pakar Jelaskan Strategi Kebijakan Stop Impor Pangan: SDM Petani Hingga Infrastruktur Irigasi  

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id–Guru Besar bidang Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian UGM, Prof. Subejo, S.P., M.P., Ph.D., turut menanggapi persoalan kebijakan stop impor beberapa komoditas strategis seperti beras, jagung, gula, dan garam pada 2025 ini. 

Menurut Prof. Subejo untuk mencapai target kebijakan stop impor itu tidak mudah, mengingat sektor pertanian serta sektor kelautan dan perikanan  penopang ketahanan pangan itu masih menghadapi berbagai kendala.

“Mempertimbangkan data impor komoditas strategis pada beberapa tahun terakhir, nampaknya program stop impor dalam satu tahun ini sangat sulit, rentang tiga sampai empat tahun masih lebih realistis,” ujar  Prof. Subejo dilansir pada laman UGM.

Namun, ia turut mengapresiasi semangat dan gagasan untuk menghentikan impor pada komoditas beras, jagung, gula, dan garam itu. Menurut Prof. Subejo meskipun hal itu berpotensi memiliki dampak yang sangat kompleks terhadap ketahanan pangan nasional. 

Lebih lanjut ia mengungkap bahwa data-data dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan impor keempat komoditas strategis itu masih sangat tinggi. Misalnya pada komoditas beras menyentuh angka 3 juta ton per tahun dan jagung mendekati 1 juta ton/ tahun. 

Prof. Subejo  menuturkan pada komoditas gula menyentuh angka impor yang sangat impresif senilai 4 juta ton/ tahun. Hal serupa terjadi pada komoditas garam dengan angka impor mencapai 2 juta ton/ tahun.

“Sebuah ironi mengingat 63 persen wilayah Indonesia merupakan perairan dengan garis pantai yang panjang,” ujarnya.

Ia menuturkan bahwa untuk menutup kekurangan itu, kapasitas produksi domestik dan ketahanan sektor pangan harus meningkat sangat signifikan. 

Untuk mencapai itu prasyarat menurut Prof. Subejo meliputi ketersediaan lahan produksi, infrastruktur, akses terhadap input, pembiayaan, SDM, teknologi dan inovasi, serta tata kelola dan kelembagaan yang memadai.

Mengenai skala usaha pertanian ia memaparkan bahwa berdasarkan data Sensus Pertanian 2023 menunjukkan petani yang mengelola lahan seluas 1.000 m2 hanya sejumlah 7 juta petani. 

Meski angka itu meningkat sekitar 70 persen dibandingkan 10 tahun sebelumnya, namun menurutnya layanan penyuluhan dan kapasitas SDM petani yang masih terbatas.

Ia menuturkan belum lagi sejumlah problematika lainnya menyebabkan efisiensi produksi rendah dan tingkat produktivitas relatif stagnan. 

“Pembukaan lahan-lahan pertanian baru yang memiliki kesesuaian tinggi dalam skala terbatas dan manageable harus dilakukan secara bertahap,” ujarnya.

Menurut Prof Subejo infrastruktur irigasi merupakan salah satu faktor krusial yang menentukan keberhasilan petani dalam menanam komoditas pertanian. 

Ia menuturkan berdasarkan data indeks pertanaman untuk padi, angka ini masih berada di bawah 1,5, yang berarti rata-rata lahan padi secara nasional hanya ditanami 1,5 kali per tahun. Penyebab kondisi itu terutama keterbatasan ketersediaan air.

Ia menuturkan jika pembangunan dan revitalisasi infrastruktur irigasi skala besar dan menengah yang melibatkan lintas provinsi, provinsi, kabupaten, hingga irigasi mikro di desa-desa diprioritaskan, potensi untuk meningkatkan indeks pertanaman akan sangat signifikan. 

“Selain itu, peningkatan produksi juga dapat dioptimalkan melalui penggunaan varietas padi yang adaptif terhadap keterbatasan air, seperti Padi Gamagora 7 yang dikembangkan oleh UGM,” ungkapnya.

Ia menuturkan bahwa ketergantungan sebagian masyarakat terhadap impor keempat komoditas strategis, yaitu beras, jagung, gula, dan garam, menjadi perhatian penting. 

Menurut Subejo, penghentian impor pangan tanpa diimbangi dengan peningkatan signifikan dalam produksi domestik berpotensi memperburuk ketahanan pangan jangka pendek. 

Ia menuturkan hal itu berpotensi memicu kenaikan harga pangan, menambah tekanan inflasi, dan mengurangi daya beli masyarakat, terutama kelompok berpenghasilan rendah.

Untuk menghindari dampak negatif tersebut, ia menyarankan kebijakan penghentian impor harus disertai langkah-langkah mitigasi. 

Langkah tersebut mencakup peningkatan kapasitas produksi domestik, diversifikasi pangan, penguatan sistem distribusi, serta kebijakan sosial dan bantuan pangan yang mendukung masyarakat rentan.

 “Jika kebijakan stop impor tidak didukung oleh langkah-langkah yang tepat, tentunya nanti akan ada potensi peningkatan ketegangan sosial, ketidakstabilan ekonomi, dan dampak negatif lainnya. bagi kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” jelas Subejo.

Ia menyebut kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan petani,  harus saling mendukung untuk memastikan peningkatan produktivitas pertanian, penguatan ketahanan pangan, dan stabilitas harga pangan domestik. 

Prof. Subejo menuturkan bahwa sektor swasta dan investor berperan penting dalam mendukung kebijakan stop impor yang digaungkan oleh Pemerintah. 

Menurutnya sektor swasta dan investor dapat berkontribusi melalui kemitraan dengan petani. Misalnya pembelian hasil pertanian secara konsisten ataupun melalui penyuluhan dan pendampingan teknologi. 

Ia menuturkan bahwa sektor swasta juga dapat melakukan investasi dalam teknologi pertanian seperti penggunaan Internet of Things (IoT), pengolahan pasca panen dan penyimpanan untuk memudahkan distribusi, serta dengan memberikan bantuan pembiayaan.

Prof. Subejo mengingatkan bahwa kebijakan penghentian impor untuk komoditas strategis yang diterapkan pemerintah berpotensi memengaruhi hubungan perdagangan Indonesia dengan negara-negara mitra impor utama. 

Namun, menurutnya jika kebijakan itu dilaksanakan secara bertahap, konsisten, dan disertai peningkatan efisiensi produksi serta daya saing produk nasional, proses transisi dapat berjalan lebih lancar.

Ia menuturkan apabila kebijakan tersebut berhasil mendukung produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat ketahanan pangannya.

 “Dengan efisiensi produksi yang tinggi, maka sebetulnya secara ekonomi dan faktual, memang produk nasional seharusnya mampu bersaing dengan produk dari negara manapun,” ungkapnya.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Pekebun Ungkap Peluang dan Tantangan Ekspor Durian, dari Kebun ke Pasar Global

Trubus.id–Pasar besar ekspor durian menjadi peluang bagi para petani. Menurut Ni Kadek Puspayani, harga jual durian ekspor bisa 3...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img