Permintaan produk organik dunia besar. Pasar ekspor terbuka.
Perniagaan produk organik dunia mencapai US$84,7 miliar setara Rp1,143,45 triliun per tahun (kurs 1 dolar Rp13.500). Itulah temuan International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM). Menurut pengamat ekonomi pertanian, Dr. Bayu Krisnamurthi, perkiraan ekspor produk organik Indonesia baru sekitar US$39 juta atau Rp526,5 miliar per tahun. “Itu hanya perkiraan karena belum terdata secara resmi, mungkin nilainya bisa lebih besar,” kata Bayu.
Artinya kontribusi Indonesia dalam ekspor produk organik masih kecil. Padahal, potensi ekspor produk organik sangat besar. Bayu mencontohkan harga beras organik asal Indonesia yang dipasarkan di Jerman Rp95.000 per kg. Harga jual itu lebih tinggi daripada harga rata-rata beras organik di pasar domestik yang hanya Rp20.000—Rp30.000 per kg. Menurut Bayu Indonesia sudah lama menjadi pengekspor produk organik.
Pasar ekspor
Pertanian organik yang berorientasi ekspor justru membuka peluang baru. Banyak petani sejahtera karena mengekspor produk organik. Padahal sebelumnya kesulitan menjual di pasar domestik. Menurut Presiden IFOAM, Zhou Zejiang, permintaan produk organik di luar negeri tinggi. Beberapa negara konsumen tertinggi produk organik di antaranya Amerika Serikat, Tiongkok, dan negara-negara di Eropa. Produk utama yang digemari contohnya beras, kacang-kacangan, produk ternak, dan kopi.
“Termasuk bahan bumbu masakan, kain. dan kosmetik,” kata Zhou kepada Majalah Trubus. Jika ingin mengekspor produk organik kualitas harus baik, terintegrasi, dan terjamin membudidayakan secara organik. Produsen produk organik dituntut bekerja sama dengan badan sertifikasi dan eksportir/importir agar profesional. “Pastikan badan yang melakukan sertifikasi terpecaya sehingga meyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan betul-betul organik. Imbasnya reputasi penjual baik,” kata pria yang dua kali berkunjung ke Indonesia itu.
Menurut Bayu sertifikasi organik tebagi menjadi tiga. Pertama klaim dirinya sendiri. “Asalkan pembeli percaya dengan klaim penjual tidak menjadi masalah,” kata doktor alumnus Institut Pertanian Bogor itu. Kedua klaim orang lain. Misal suatu pemerintah daerah menyatakan klaim petaninya organik. Ketiga barulah sertifikasi yang dilakukan oleh badan resmi. Menurut Zhou banyak standar beragam di berbagai negara tujuan ekspor.
Mungkin ratusan standar beragam. Baik standar nasional atau standar pemerintah. Pria asal Nanjing, Tiongkok, itu menambahkan Jepang memiliki standar individu. Jika ingin mengirim produk organik ke Negeri Sakura produsen wajib bertemu langsung pembeli. Agar bisa memenuhi apa saja syarat yang diajukan konsumen. Harap mafhum, Jepang terkenal dengan mayoritas importir produk organik.
Namun, secara umum standar produk organik adalah budidaya tanpa pupuk kimia, pestisida, dan antibiotik. Transaksi terjadi ketika produsen dan konsumen bertemu. Kemudian produk organik yang ditawarkan produsen ada dalam daftar permintaan. Menurut Zhou produk organik adalah produk terbarukan. Bisa dibilang produk masa depan. “Tidak peduli suka atau tak suka. Organik adalah wajah pertanian masa depan. Jadi melakukannya adalah ciri pertanian maju,” katanya. Organik adalah solusi sehat bagi petani dan konsumen.
Eksklusif
Menurut Zhou Indonesia nomor 15 secara luasan untuk produsen organik. Juga nomor 4 dari populasi dunia. Kelebihan Indonesia bisa panen 2—3 kali dalam setahun karena berada di garis ekuator. Kendalanya perlu teknologi agar bisa memproduksi produk yang benar-benar organik. Kemudian butuh pasar. Kuncinya dengan korporasi dan pertukaran informasi. “Saya harap Indonesia bisa memberikan lebih dan proaktif untuk bergabung di IFOAM Asia. Kemudian bisa saling belajar satu sama lain. Informasi permintaan pasar pun bisa diketahui bersama. Aktiflah dan Anda akan mendapat manfaat,” papar Zhou.
Menurut Bayu produk organik istimewa. Kelebihan lain punya nilai lingkungan sehingga fitur lingkungannya harus ditampilkan dalam perniagaannya. Mantan wakil Menteri Perdagangan itu mengatakan, petani yang menerapkan sistem pertanian organik sebagian besar petani kecil. Sekitar 85% rata-rata petani kecil. Bukan bisnis utama perusahaan besar. Hal itu merupakan kesempatan untuk petani Indonesia.
Menurut Bayu agar produk organik Indonesia laku perlu ada cerita dalam produk. “Tampilkan keeksotisan produk misal ancient java rice,” kata Bayu. Dalam pergerakan pemasaran organik pemerintah sulit jadi penggerak. Oleh karena itu, perlu dibuat tidak tergantung pemerintah. Jika pasar ekspor terpenuhi pasar domestik pun siap menampung. Pasalnya pasar organik di tanah air pun besar. Yang teredukasi makin banyak.
Namun, Bayu tetap menyarankan mengutamakan pasar ekspor sebelum pasar domestik. Pelaku pemasaran sayuran daring, Tantyo Bangun, mengungkapkan hal serupa. Sebab, permintaan produk organik dalam negeri kini meningkat. Pembeli dari kalangan muda makin peduli akan kualitas produk. Menurut Bangun kendala dalam pemasaran organik dari hulu. Pasalnya saban tahun jumlah petani yang turun ke lapangan jumlahnya makin merosot. Hal itu tentunya menyebabkan kekurangan pasokan produk organik. (Muhamad Fajar Ramadhan)