Trubus.id—Penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampel momok bagi para pekebun. Menurut Guru Besar, Fakultas Pertanian, IPB University Prof. Dr. Purnama Hidayat PBKo berpotensi menurunkan produksi tanaman kopi.
Ia menuturkan misalnya di Sumatra Utara tingkat serangan bisa sampai 50% dan di Provinsi Lampung bisa 20—30%.
“Adapun di Jawa Barat masih agak relatif rendah, karena mungkin terkait praktik budi daya dan iklim,” ujar Purnama.
Menurut Purnama produksi kopi di Indonesia sekitar 800.000 ton per tahun. Akibat serangan hama anggota famili Scolytidae itu dapat berpotensi menurunkan produksi 10—20%.
Gejala serangan sejak buah kopi masih hijau. Cirinya terdapat lubang kecil di ujung. Ketika masih hijau sudah menyerang, masuk lalu beranak pinak.
“Mahasiswa meneliti jumlahnya di dalam bisa berisi 60 ekor. Uniknya lagi yang betina akan keluar, dan jantan di dalam. Betina itulah yang akan menggerek buah kopi lagi dan bertelur di dalamnya,” ujarnya.
Cara petani mengetahui serangan yakni saat direndam biji kopi itu mengapung, karena bagian dalam sudah rusak terserang. “Ketika itu sudah rusak, harusnya diambil dan dipendam supaya tidak menjadi sumber baru,” ujarnya pada IPBTV.
Menurut Purnama pengendalian PBKo bisa dengan sanitasi. Artinya kalau terdapat hama atau rontokan di bawah pohon yang terserang itu mesti dikubur.
Petani juga dapat menggunakan perangkap, sehingga serangga betina itu akan tertarik dan masuk ke perangkap. Menurut Purnama sejatinya di lapangan terdapat musuh alami, baik virus, bakteri, dan cendawan.
“Ada mahasiswa saya yang meneliti parasitoid sampai 9 jenis,” ujarnya.
Artinya di alam ini sebenarnya ada yang bisa mengendalikan populasi hama itu. “Di alam jika tidak dirusak manusia terdapat keseimbangan,” ujarnya.
Ia menuturkan untuk penggunaan insektisida mesti bijak, selektif, dan tidak membunuh musuh alami.