Trubus.id–Pasar besar ekspor durian menjadi peluang bagi para petani. Menurut Ni Kadek Puspayani, harga jual durian ekspor bisa 3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan pasar lokal.
“Harga montong di pasar lokal Rp35.000/kg, sedangkan untuk pasar ekspor Rp105.000—Rp120.000 per kg,” ujar petani durian montong di Desa Suli Indah, Kecamatan Balinggi, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah,
Artinya potensi omzet perniagaan pun bisa meningkat 3 kali lipat jika memasok pasar ekspor. Perempuan yang akrab disapa Puspa itu menuturkan terbukanya pasar ekspor membuat petani tidak kesusahan menjual terutama ketika pasokan berlebih atau panen raya.
Puspa yang mengebunkan durian seluas 2 hektare (ha) itu memasok durian montong kepada eksportir sejak 2018.
“Sekali pengiriman sebanyak 24 ton,” ujarnya. Dalam setahun Puspa bisa mengekspor 2—3 kali atau setara 48—72 ton durian kupas beku.
Tantangan
Meski peluang pasar durian terbuka lebar, mengekspor durian tidak semudah membalikkan telapak tangan. Para pelaku mesti menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk.
Contoh Puspa yang mesti minimal mengumpulkan sebanyak 24 ton durian montong kupas beku setara 1 kontainer 20 feet untuk sekali pengiriman. Jumlah itu setara 72—80 ton buah durian segar.
Durian beku itu lazimnya dikemas dalam wadah plastik 5 kg food grade atau dikenal dengan kemasan koral. Durian montong kupas beku Puspa berasal dari kebun sendiri dan mitra.
Puspa menghasilkan 1—2 ton buah dari hasil kebun sendiri, sedangkan sisanya dari 30 pekebun mitra yang tersebar antara lain di Kabupaten Poso dan Kabupaten Parigi Moutong (Provinsi Sulawesi Tengah) dan Kabupaten Mamuju, Provinsi Sulawesi Barat.
Adapun konsumen menghendaki pengiriman rutin setiap pekan. Artinya perlu volume besar dan pasokan rutin untuk memenuhinya.
“Kendala pasokan biasanya akibat serangan hama dan penyakit saat masa budidaya atau di kebun,” ungkapnya.
Salah satunya serangan cendawan penyebab kanker batang dan buah rontok muda mengakibatkan mutu rendah (daging mengkal bercitarasa hambar) hingga gagal panen. Serangan hama penyakit itu lazim ditemui pada durian montong.
Menurut pengusaha durian kupas sekaligus eksportir durian di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat, Edy Hartono, kendala lain jika ingin mengisi ceruk pasar ekspor mesti memiliki sertifikasi kebun.
“Durian di Kalimantan Barat kebanyakan berasal dari hutan atau belum dari hasil budidaya intensif kebun, adapun lembaga untuk sertifikasi kebun baru di Sulawesi Tengah,” kata pemilik Pondok Ale-ale itu.
Meskipun demikian Edy tetap optimis untuk mengisi ceruk pasar ekspor seperti Tiongkok. Jika semua aral itu bisa teratasi, bisnis ekspor durian kian langgeng.
Pasar domestik
Menurut pekebun durian di Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, I Ketut Kari, pasar ekspor durian sejatinya memang menggiurkan.
Namun Ketut belum sanggup memenuhi permintaan ekspor rutin itu. “Bahkan ada salah satu perusahaan atau eksportir yang menawari menyimpan kontainer di dekat kebun agar memudahkan pengiriman, tetapi belum saya sanggupi,” kata Ketut pada Majalah Trubus Edisi Februari 2024.
Itu menandakan pasar mancanegara masih kekurangan pasokan. Ketut lebih berfokus mengembangkan sistem dan fondasi kebun terlebih dahulu.
Menurut Ketut jika sistem dan fondasi sudah baik akan kian mudah menjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitas produk untuk memasok pasar mancanegara.
Pekebun durian sejak 1995 itu kini tengah fokus menggarap kebun durian seluas 40 ha. “Saat ini baru tergarap sekitar 20 ha, rerata populasi terdiri atas 100 tanaman per ha,” kata Ketut.
Jenis durian yang ia tanam meliputi montong, musang king, ochee atau duri hitam, matahari, masmuar, bawor, namlung petailing, teka, dan super tembaga.
“Jika pasokan sudah stabil barulah membidik pasar ekspor,” kata Ketut.
Menurut Ketut pasar lokal pun sejatinya tak kalah menjanjikan. “Selama ini tidak pernah kesulitan menjual durian karena selalu terserap habis, bahkan banyak konsumen datang sendiri ke kebun,” katanya.
Omzet Ketut dari perniagaan si raja buah itu sekitar Rp3 miliar per ha per tahun dengan populasi rerata 100 tanaman dengan umur tanaman produktif minimal 5 tahun.
“Omzet itu dari jenis rata-rata seperti montong, jenis premium seperti super tembaga, ochee, dan musang king bisa lebih tinggi lagi,” katanya.
Survei Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan konsumsi daging buah durian di Indonesia pada 2020 mencapai 2,3 kg per kapita per tahun. Bandingkan pada 2016 yang hanya 1 kg per kapita.
Artinya konsumsi durian rata rata meningkat sekitar 20% per tahun. Lonjakan itu kian besar jika membandingkan dengan dekade sebelumnya. Pada 2005 setiap orang mengonsumsi 0,21 kg durian.
Konsumsi melonjak menjadi 0,78 kg (2006) dan 1,92 kg (2007). Konsumsi durian yang cenderung meningkat menjadi peluang para pekebun untuk mengisi potensi pasar lokal dan ekspor.