Sesaat kemudian keempat pria penumpangnya telah melingkari sebuah meja di sudut ruangan restoran tak berdinding itu. Setelah memesan hidangan laut, satu per satu mulai beranjak menuju sederet kolam di samping restoran. Di dalamnya ratusan koi berkualitas siap memanjakan mata pengunjung.
Bila Anda bertandang ke Semarang, sempatkan mampir di restoran hidangan laut di kawasan perumahan Candi Asri. Rumah makan di sudut kawasan perumahan elit itu salah satu tempat makan favorit warga Kota Atlas dan sekitarnya. Maklum, selain hidangan lezat yang disajikan, pemandangan di sekelilingnya menarik.
Dibangun di lereng bukit, sebagian wajah Semarang jelas terlihat dari sana. Bukan itu saja, sederet kolam koi yang dibangun di pinggir bangunan restoran ikut memperindah suasana.
Santai dan bersantap
Meski berada di alam terbuka, koi yang dilepas istimewa. Wajar saja karena tempat itu sebenarnya berfungsi juga sebagai showroom koi yang dipadukan dengan wisata.
“Di sini siapa pun boleh berkunjung, bukan hanya mereka yang hobi koi saja,” ujar Hadi Wijaya, sang pemilik. Di Terminal Koi Center—nama tempat itu—orang bisa datang menikmati keindahan koi sambil bersantai dan bersantap di restoran bersama keluarga.
Letak restoran yang berdampingan dengan showroom koi jadi poin plus tersendiri. “Pengunjung restoran yang awam tentang koi bisa mengenal koi di sini,” kata Hadi. Sebaliknya buat penggemar ikan asal Jepang itu restoran hidangan laut itu jadi tempat favorit. Sambil bersantap mereka bisa sekaligus memilihmilih koi bermutu yang diminati.
Ramai pengunjung
Tiga tahun lalu, pemandangan di sana tak seperti itu. Deretan kolam koi semula areal pemancingan dan rumah makan. Belakangan pengusaha properti itu mengubah kolam pemancingan menjadi ruang pamer koi—ikan cantik yang digemarinya.
Maklum waktu itu belum banyak pusat-pusat penjualan kerabat ikan mas itu di Semarang. Perubahan itu justru menguntungkan. Pengunjung restoran jadi lebih betah dan jumlahnya terus bertambah. Kini minimal 50 keluarga bersantap di sana setiap Sabtu dan Minggu.
Semula koi yang ditampilkan sekadar berkualitas ornamen taman. Harganya rata-rata antara Rp100.000—Rp500.000 per ekor. Termahal paling hanya Rp5-juta. Hadi belum berani memamerkan koi-koi berkualitas kontes karena ragu dengan kemampuan hobiis di Semarang. “Yang berharga Rp5-juta saja, hanya 1—2 orang yang tertarik membeli. Apalagi kalau sampai puluhan juta rupiah,” tuturnya. Keikutsertaan dalam Semarang Koi Club membalikkan pikiran itu.
Impor langsung
Beberapa hobiis kerap harus bolakbalik menyambangi gerai-gerai di Jakarta, Surabaya, Bandung untuk mencari koi berkualitas kontes. Bahkan ada juga yang langsung ke Jepang. Melihat itu Hadi pun memberanikan diri memamerkan koi berkualitas. Mula-mula yang diboyong ikan asal pusat-pusat penjualan koi di Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Belakangan, koi asal Jepang diimpor langsung dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah. Kohaku, sanke, tanso, dan ogon tersedia di sana. “Ternyata, meski dijual mahal, koi kualitas kontes tetap laku,” kata pria berpenampilan trendi itu. Malah, koi berharga wah seperti itu banyak dicari.
Tak melulu ikan jumbo, Hadi pun memboyong bayi-bayi koi untuk dibesarkan. Makanya kemudian ia membangun kolam-kolam pembesaran.
Ikan-ikan jumbo yang telanjur “hamil” di ruang pamer langsung dipisahkan. “Ikan bunting penampilannya kurang bagus,” katanya. Untuk mewadahinya, ia membangun area pembenihan.
Sebanyak 16 petak kolam tersedia di sana untuk beragam fungsi. Mulai dari kolam untuk induk, perjodahan, pemijahan, pendederan, hingga kolam pembesaran. Total jenderal 2 ha lahan terpakai untuk kolam koi.
Jadi bisnis
Padahal, sebelumnya, tidak pernah terlintas di benak distributor keramik itu untuk memiliki gerai yang menyediakan koi-koi berkualitas kontes. Krisis moneter pada 1997—1998 membuat bisnis properti yang digeluti tersendat-sendat. “Harga properti turun, sementara biaya dan bunga utang melonjak tajam,” kenang pengembang kawasan Candi Asri itu.
Untuk menghibur duka, ia pun membangun kolam-kolam pemancingan di lahan tersisa di kawasan Candi Asri. Alasannya, di masa krisis tak ada lagi yang tertarik membeli tanah dan rumah. Karena itu, lahan kosong yang masih tersisa dipakai sendiri.
Ia jatuh cinta pada ikan berpola indah itu waktu diajak teman bisnis berkunjung ke sebuah koi center. Pasalnya, “Liukan indahnya bikin segala permasalahan bisnis lenyap dari pikiran,” papar Hadi. Tanpa ragu beberapa ekor langsung diboyong ke rumah.
Lantaran masih merasa awam, ia rajin membuka-buka literatur tentang koi. Tak hanya itu, ia pun bergabung dengan koi klub di Semarang. Hasilnya, koi kini tak sekadar hobi tapi juga bisnis. Gerai koi berkualitas yang selalu ramai dikunjungi jadi salah satu buktinya. Sukses memasyarakatkan koi lewat kafe koi itu pula yang mengantarkannya ke kursi ketua Semarang Koi Club. (Fendy R Paimin)