
Penangkapan secara besar-besaran mengancam populasi betok di alam. Budidaya jalan keluarnya.
Ketika air menyusut, betok masih mungkin bertahan. Sebab, organ labirin di kepala mampu mengambil oksigen langsung dari udara. Saat kekeringan terjadi, ikan anggota famili Anabantidae itu berjalan di daratan dengan tutup insang terbuka dan menuju cekungan yang masih menyisakan air. Sebutannya di mancanegara adalah climbing perch. Itu karena kemampuan betok merayap di area yang airnya terbatas. Ahli Zoologi dari Jerman, Marcus Eleiser Bloch, menabalkan nama spesies testudineus yang berarti mirip kura-kura.
Secara umum, sosok betok relatif kecil, panjangnya 25 cm, tetapi kebanyakan kurang dari ukuran itu. Anabas testudineus itu menghuni rawa-rawa seperti di Pulau Kalimantan. Dari sekitar 143 jenis ikan rawa, papuyu alias betok sering tertangkap bersama 17 ikan lain seperti baung dan sepat. Menurut Rohansyah dan rekan dalam “Media Sains,” masyarakat Kalimantan Selatan mengenal dua varian papuyu: biasa dan galam.
Sosok kedua jenis ikan itu berbeda morfologi. Papuyu galam kehitaman dan jingga di perut. Berbeda dengan papuyu biasa yang perutnya kehijauan dan putih. Ukuran papuyu biasa lebih besar yaitu 15,5 cm dan papuyu galam 12,5 cm. Keduanya menjadi ikan “kuliner” bagi suku Banjar di Kalimantan Selatan. Beberapa penganan suku Banjar berbahan baku betok. Oleh karena itu di Pulau Kalimantan hampir semua orang mengenal betok.
Peram
Masyarakat Tanah Banua menyukai daging papuyu karena citarasanya gurih. Beberapa olahan betok yang khas antara lain papuyu bakar dan wadi papuyu. Untuk membuat wadi, masyarakat Banjar memeram betok dengan garam. Lamanya pemeraman bervariasi mulai 1 malam, 7 hari, 6 bulan, hingga setahun. Wadi papuyu banyak dibuat saat musim hujan dan berakhir ketika panen raya ikan.
“Saat itu ikan berlimpah sehingga kalau tidak diawetkan berbulan-bulan bisa terbuang,” kata Arbaniyah, warga Desa Mahang Sungai Hanyar, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Kalimantan memang surganya betok. Data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan menunjukkan, total produksi nasional betok pada 2010 mencapai 150 ton dengan sebaran produksi terbesar terdapat di Kalimantan, terutama di Kalimantan Tengah.

Budidaya betok di Kalimantan tersebar di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Pada 2010 produksi betok dari Kalimantan menyumbangkan sekitar 60% produksi nasional. Banyak orang mencari betok karena harganya tinggi mencapai Rp60.000—Rp70.000 per kg. Saat ini sebagian besar papuyu yang beredar di pasaran berasal dari tangkapan alam. Volume tangkapan ikan itu cenderung meningkat setiap tahun.
Menurut Data Statistik Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, volume produksi betok di perairan umum pada 2011 mencapai 13.546 ton. Jumlah itu meningkat 4% dibandingkan 2010 sekitar 12.967 ton. Di perairan Kalimantan Tengah masih banyak ditemukan betok berukuran 4—5 cm, sementara ukuran itu tidak dijumpai di perairan Kalimantan Selatan. Sebab penangkapan betok di Kalimantan Selatan lebih sering terjadi ketimbang di Kalimantan Tengah.
Selain itu perairan rawa di Kalimantan Tengah lebih luas daripada Kalimantan Selatan. Jika penangkapan terus berlangsung populasi papuyu di alam semakin berkurang. Akibatnya ikan anggota famili Anabantidae itu punah. Hasil pengkajian di Laboratorium Basah, Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, menunjukkan betok berpotensi sebagai komoditas ikan budidaya.
Budidaya mudah
Saat ini benih betok budidaya merupakan hasil tangkapan alam. Padahal, kelangsungan hidup benih dari alam relatif rendah, yaitu 20—30%. Bandingkan dengan kelangsungan hidup benih hasil pemijahan mencapai 80—90%. Penggunaan induk dari daerah berbeda seperti Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan serta pemijahan secara in-situ menghasilkan produksi benih lebih tinggi (fekunditas, penetasan, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan).
Induk berbobot 100 g menghasilkan 10.000 telur dengan keberhasilan pembuahan dan penetasan mencapai 90%. Telur menetas setelah 2—3 hari di dalam akuarium. Peternak lantas memasukkan benih ke dalam kolam pendederan seluas 4 m x 5 m berkedalaman 1 m. Sebelumnya kolam pendederan dikeringkan supaya bakteri penyebab penyakit hilang. Setelah kolam kering, tebarkan 10 kg pupuk kandang sebagai pakan alami.
Selanjutnya isi kolam dengan air setinggi 25 cm. Jika ketinggian air lebih menyebabkan ikan keluar kolam. Tambahkan hapa—sejenis jaring terbuat dari kain kasa—pada kolam untuk mengamati pertumbuhan ikan pada hari ke-15. Pendederan berlangsung selama 1 bulan. Saat itu ikan berukuran 1—3 cm. Kepadatan ikan mencapai 50—75 per m2. Betok mendapat pakan komersial berupa pelet yang dihaluskan.
Betok sangat mudah merespon pemberian pakan buatan. Pemeliharaan betok di kolam relatif mudah. Pertama pergantian air tidak perlu dilakukan terus-menerus, bahkan jika air tidak diganti sama sekali. Kedua climbing fish itu dapat hidup pada kondisi air ekstrem. Misal ketinggian air yang rendah sekitar 1 cm dan keruh.
Pemasangan plastik di sekeliling kolam penting karena betok dapat meloncat dari kolam saat musim hujan. Menurut Rohansyah dan rekan dari Fakultas Pertanian Universitas Achmad Yani, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, duri-duri keras pada operkulum (tutup insang) berfungsi sebagai “kaki” saat melintasi permukaan tanah menuju habitat yang sesuai. Kejadian itu lazim berlangsung saat musim kemarau saat tempat tinggal betok mengalami kekeringan.
Pembesaran climbing gouramy itu di kolam selama 6—7 bulan. Saat itu panjang ikan 10—15 cm dan laku terjual Rp60.000—Rp70.000 per kg. Untuk mendukung perkembangan budidaya betok perlu pengkajian ketersediaan induk. Harap mafhum betok belum terdomestikasi secara sempurna. Dengan induk bagus budidaya betok dapat berkembang. (Dr Ir H Untung Bijaksana MP, pengajar Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, Kalimantan Selatan)