Petambak dapat memanfaatkan mulsa berulang hingga 3 kali, bahkan 8 kali periode budidaya udang.
Wartoyo memanen 15.350 kg udang vannamei dari tujuh tambak di lahan 2.000 m². Peternak di Desa Blendung, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah, itu memanen sebuah tambak lebih awal pada April 2020. Umur panen udang baru 60 hari setelah tebar. Musababnya udang-udang itu terserang penyakit. Adapun enam kolam lain panen normal, yakni 110 hari setelah tebar.
Petambak udang vannamei sejak 2015 itu memanfaatkan mulsa plastik hitam perak khusus tambak. Itulah sebabnya meski terjadi serangan penyakit di sebuah tambak, tidak menyebar ke tambak lain. Itu karena mulsa setebal 0,05 cm melapisi tambaknya. “Bila terdapat serangan penyakit, serangan hanya berada di satu titik,” kata petambak kelahiran 17 Agustus 1974 itu.
Pakai berulang
Wartoyo memilih mulsa Jempol berbahan dasar bijih plastik murni karena lebih kuat dan elastis. Ia memerlukan 3 gulungan—panjang 250 meter dan lebar 3 meter untuk sebuah tambak seluas 2000 m2. Ia menggunakan mulsa yang sama antara 2—3 siklus budidaya sehingga biaya mulsa lebih murah. Kondisi mulsa PT Hidup Baru Plasindo itu masih bagus meski penggunaan berulang.
Menurut Marketing PT Hidup Baru Plasindo, Adi Wijaya, peternak dapat menggunakan mulsa dalam jangka 1—3 tahun atau 8—9 siklus budidaya udang vannamei. Wijaya mengatakan, durasi penggunaan mulsa tergantung pada perawatan masing-masing petambak. Bila sering diinjak, mulsa mudah sobek. Menurut Wijaya mulsa tambak termasuk jenis polietilen densitas rendah (Low Desnity Polyehtylen, LDPE) yang terbuat dari bijih plastik murni.
“Bahan dasar murni membuat plastik jauh lebih elastis dan kuat. Ketika pemasangan juga lebih mudah disambung,” kata Adi Wijaya. Wartoyo mengatakan, pengulangan mulsa bergantung pada kondisi hasil panen. “Kalau hasil panen sehat, berarti mulsa bisa dipakai lagi. Kalau tidak sehat, sebaiknya diganti,” kata pria 46 tahun itu. Ia melepas mulsa dari tambak dan dan mengeringkannya sebelum membakar.
Penggunaan mulsa untuk tambak udang bertujuan untuk pemakaian jangka panjang. Riset Erfan Andi Hendrarajat menyatakan penggunaan mulsa dapat mencegah munculnya partikel besi pada pematang, dasar dan air tambak. Menurut periset dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Sulawesi Selatan itu penggunaan mulsa dapat mengeliminasi porositas dan kebocoran air tambak dan mencegah terjadinya timbunan lumpur di dasar kolam.
Para pertambak di desanya lazimnya membudidayakan udang terus-menerus. Jadi, meski begitu, para petambak tetap melepas mulsa karena harus dibersihkan. Wartoyo melepas mulsa dari tambak, membilas mulsa dengan air bersih, dan mengeringkannya. Setelah membilas, Wartoyo membentangkan mulsa di tepi tambak selama 15—25 hari. Mulsa kembali bersih dan kering. Setelah kering, ia memasang mulsa kembali menggunakan penjepit bambu bila tanah keras.
Namun, jika tanah cenderung berpasir dan lunak, ia menggunakan metode pemanasan dengan setrika. Setelah pemasangan ulang selesai, tandanya benur siap ditebar. Menurut Wartoyo tidak sulit merawat mulsa. Pilihan mulsa tambak dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi lahan. Ia menebar benur ukuran PL8 dan PL9 atau 0,001 gram per ekor. Adapun padat tebar mencapai 100 ekor per m2. Ketika panen pada 3,5 bulan berselang, ukuran udang dapat mencapai 28—40 gram per ekor atau dalam sekilogram terdapat 20—35 udang vannamei.
Kolam kecil
Mulsa tambak juga menstabilkan pancaran sinar ultraviolet. Oleh karena itu, mulsa tidak mudah rusak akibat paparan sinar matahari. Bahan plastik yang kuat membantu meminimalisir risiko kontaminan terutama dari tanah. Selain mulsa tambak ada pula plastik geomembran. Jenisnya polietilen densitas tinggi (High Desnity Polyehtylen, HDPE) dengan tiga jenis ketebalan, yakni 200, 300, dan 500 mikron. Makin tebal mulsa, kian lama potensi umur pemakaian.
Menurut Sekretaris Jenderal Shrimp Club Indonesia (SCI), I Nengah Sarjana, S.E., M.M., pengolahan tanah diperlukan untuk rekonstruksi kolam. Pembentukan kolam disesuaikan dengan kebutuhan yang diinginkan. Sekarang tambak cenderung berukuran kecil antara 1.000—2.000 m2 dan berpopulasi 150 ekor per m². Alasannya pengolahan lebih efektif. “Dengan kolam yang lebih kecil, pengambilan kemputusan dapat dilakukan lebih cepat ketika timbul masalah,” kata Sarjana. Pembudidaya udang vannamei itu mengatakan, secara umum tambak udang membutuhkan ekosistem yang baik. (Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)