Friday, January 17, 2025

Seri Walet 262 : Pohon Penentu Mutu Sarang

Rekomendasi
- Advertisement -

Menanam pohon di sekitar rumah walet meningkatkan mutu sarang walet.

Vegetasi sekitar rumah walet mempengaruhi mutu sarang walet. (Dok. Trubus)

Trubus — Willy menanam bibit akasia dan lamtoro di sekitar rumah walet miliknya di di Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, pada 2010. Pohon-pohon itu kini menjulang dan menjadi habitat beragam serangga—pakan alami bagi walet. Selain adaptif di berbagai kondisi, akasia bisa menjadi hunian serangga pakan alami walet. Kelebihan lain akasia saat tumbuh besar daunnya jatuh bisa menjadi humus.

Oleh karena itu, peternak walet sejak tahun 2000 itu menyarankan menanam pohon, terutama dua pohon itu di sekitar rumah walet. “Kelebihan lain membuat suhu sekitar rumah walet lebih sejuk,” kata Willly. Namun, pria yang juga menekuni budidaya lebah trigona itu menyarankan penanaman pohon jangan terlalu dekat dengan rumah walet. Musababnya bisa merangsang hama seperti tikus masuk ke rumah walet.

Asam sialat tinggi

Selain menyediakan pakan, vegetasi membuat lingkungan lebih sejuk.

Willy mengatakan, “Penanaman pohon jangan sampai menutup lubang masuk dan jalur terbang burung.” Sebab, mengganggu akses keluar-masuk burung. Menurut pakar walet di Jakarta, Dr. Boedi Mranata, budidaya walet sangat tergantung kondisi alam, terutama ketersediaan serangga yang menjadi pakan walet di suatu daerah. Kalau sumber pakan baru itu terlalu jauh dari rumah, dia akan mencari rumah baru yang lebih dekat.

Oleh karena itu, penting menjaga lingkungan dan pembatasan gedung walet agar budidaya di suatu daerah bisa berkelanjutan. Itu senada dengan penelitian anggota staf Badan Karantina Pertanian, Dr. drh. Helmi. Doktor dari Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor itu mengatakan, makin banyak dan beragam vegetasi di sekitar rumah walet berpengaruh pada mutu sarang. Salah satu yang mempengaruhi adalah kandungan asam sialat.

Dr. drh. Helmi meriset keragaman serangga sebagai pakan dan kualitas sarang walet. (Dok. Supri Handoyono)

Menurut peneliti dari Charles Sturt University, Bing Wang, asam sialat adalah gula beratom C-9 yang merupakan turunan asam N-asetilneuraminat. Asam sialat berperan membangun gangliosida membran sel otak manusia (Lihat Trubus edisi Juli 2018 “Sarang Walet Menjaga Otak,” halaman 64—65). Helmi mencontohkan, kandungan asam sialat di rumah yang memiliki banyak vegetasi lebih tinggi dibandingkan rumah walet dengan sedikit vegetasi.

Kandungan asam sialat di sarang walet dari rumah walet dengan banyak vegetasi mencapai 11,24% dari bobot sarang. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan sarang walet yang dipanen pada rumah burung walet dengan sedikit vegetasi yang hanya 10,16% dari bobot sarang. Faktor lainnya yang berpengaruh adalah keanekaragaman vegetasi. Sarang walet dari daerah perkebunan mengandung asam sialat lebih sedikit, rata-rata 10,60%.

Bandingkan dengan sarang walet dari rumah yang berada di hutan memiliki kadar asam sialat 11,33%. Hutan cenderung bervegetasi heterogen. Artinya kandungan asam sialat atau mutu sarang berkolerasi dengan vegetasi. Menurut Helmi makin beragam vegetasi populasi dan keragaman serangga sebagai pakan alami walet pun makin banyak. Semakin sedikit vegetasi, serangga yang hidup di sekitar rumah walet pun terbatas.

Pakan alami

Serangga sebagai pakan alami yang terbatas berimbas pada asupan nutrisi walet yang terbatas pula, sehingga mutu atau kandungan asam sialat menjadi rendah. Begitu pula pada rumah walet dekat perkebunan yang memiliki vegetasi homogen. Keanekaragaman serangga sebagai sumber pakan walet pada perkebunan homogen terbatas. Itu berimbas pada nutrisi yang didapat walet.

Lamtoro, salah satu habitat serangga pakan alami walet.

Pada hutan heterogen ketersediaan serangga sebagai pakan alami walet lebih melimpah. Makin beragam pakan, nutrisi yang terpenuhi makin tinggi, sehingga mutu atau kandungan asam sialat lebih tinggi. Serangga yang dimakan walet adalah serangga terbang berkoloni. Spesies yang dominan dari ordo Hymenoptera (62,6%), Coleoptera (19,6%), dan Hemiptera (17,4%). Ordo Hymenoptera meliputi famili Formicidae (keluarga semut), Chalcidoidae (keluarga tawon kalkun), dan Braconidae (keluarga tawon).

Contoh famili Formicidae adalah keluarga semut terbang. Pada ordo Coleoptera ditemukan serangga dari famili Bothricidae (keluarga lalat kecil) dan Staphylinidae (keluarga kumbang kelana). Pada ordo hemiptera serangga dari famili Delphacidae (keluarga wereng). Serangga yang dimakan walet menggambarkan lokasi rumah walet. Contohnya famili Bothricidae, Staphilinidae dan Delphacidae adalah hama pada padi dan tebu.

Berarti rumah walet berada pada sekitar sawah dan perkebunan tebu. Contoh lainnya serangga famili Notonectidae atau serangga air kemungkinan dimakan ketika walet minum di sungai. Willy mengatakan, ketersediaan pakan di alam melimpah ketika musim hujan. Harap mafhum populasi laron—yang menjadi pakan walet—juga melimpah. Namun, meski ketersediaan pakan sangat banyak, kadang-kadang peternak sulit panen sarang karena burung tengah bertelur. Meski pada saat itu pertumbuhan sarang juga cepat. (Muhamad Fajar Ramadhan)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Rumah Kaca Nepenthes Kebun Raya Cibodas

Trubus.id–Pembukaan rumah kaca Nepenthes di Kebun Raya Cibodas menjadi salah satu langkah penting dalam upaya konservasi tanaman endemik di...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img