Mereka sebagian kecil dari banyak perempuan pemberani yang sukses menggeluti pertanian.
Trubus — Tempat peperangan dahsyat padang Kurusetra tak menyurutkan langlah Srikandi. Putri ketiga pasangan Raja Drupada dan Dewi Gandawati itu menjadi prajurit tangguh menghadapi musuh-musuhnya. Srikandi yang piawai memanah itu turut berperan dalam menaklukkan musuh, antara lain Bisma. Salah satu karakter istri Arjuna itu pemberani menghadapi beragam tantangan. Diva Indraswari, S.H. dan Mariko Bawi, S.H. berani berhenti bekerja, meski bergaji puluhan juta rupiah per bulan.
Keruan saja kedua orang tua mereka menentang keputusan itu. Apalagi mereka miskin pengalaman ketika hendak menerjuni bidang pertanian. Ketika Rahmah, eksportir kopi di Aceh Tengah, mengajak petani mengadopsi sistem organik, sebagian menolak. Kebanyakan yang menolak adalah kaum pria. Ternyata, banyak yang semula menolak berubah pikiran setelah dibujuk oleh istri atau saudara perempuan mereka. Rahmah menyatakan, “Itulah kekuatan perempuan. Jangan pernah meremehkan.” Mereka bagai Srikandi di bidang pertanian yang amat berani mengambil risiko.
Menurut direktur Pusat Kajian Wanita dan Gender (PKWG) Universitas Indonesia, Dr. Khaerul Umam Noer, perempuan membawa keluarga sebagai “bagasi” dalam setiap aktivitas mereka. Umam menyatakan, perempuan yang bekerja di luar rumah pun selalu teringat keluarga atau anak. Itu berbeda dengan kaum pria yang segera melepaskan beban keluarga begitu keluar rumah. Sudah begitu, pekerjaan yang dilakoni perempuan kadang dianggap sekadar nafkah tambahan. Padahal tidak jarang penghasilan istri melebihi gaji suami.
Dalam rumah tangga nelayan, peran istri vital untuk meningkatkan nilai jual hasil tangkapan suami. Istri nelayan mengolah ikan yang tidak laku dijual menjadi ikan asap, terasi, atau petis. “Harga olahan itu jauh lebih tinggi ketimbang sekadar ikan rucah,” kata Umam. Dalam rumah tangga agraris, istri lazim berbagi peran secara imbang dengan suami. Saat panen, istri ikut membantu di sawah. Ketika musim tanam, kaum perempuan justru berperan vital sebagai tenaga kerja. “Perempuan memiliki kodrat merawat atau menyuburkan. Itu sebabnya hasil tanaman mereka lebih baik,” kata anggota staf Divisi Media dan Hubungan Masyarakat Rifka Annisa Woman Crisis Center, Niken Anggrek Wulan, STP.
Secara historis, perempuan diharuskan tinggal di rumah sebagai upaya perlindungan. Tugas mencari nafkah menjadi porsi suami. Itu sebabnya dunia kerja terbentuk secara maskulin dan kurang berpihak kepada perempuan. Pekerja pria dan perempuan harus masuk kerja pada jam sama. Padahal sebelum berangkat, perempuan harus mengerjakan lebih banyak tugas. Kabar baiknya, kaum pria generasi sekarang lebih kooperatif dan mau membantu istri mengerjakan tugas rumah tangga. Sejarah bangsa Indonesia mencatat banyak perempuan hebat.
Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dien, atau Prabu Tribuana Tunggadewi adalah beberapa di antaranya. Perempuan Indonesia modern pun tidak ketinggalan mengisi posisi vital di berbagai bidang, termasuk bidang pertanian. Mereka tak ubahnya Srikandi yang berani menanggung risiko dan jitu mengambil keputusan. Selamat Hari Ibu, perempuan Indonesia. (Argohartono Arie Raharjo)