Monday, November 11, 2024

Stevia Unggul CM-3

Rekomendasi
- Advertisement -
Busono Edi Setiawan SSi (kiri) dan Dini Mardiani SP, membina Kelompok Tani Mulyasari Cibodas dalam penanaman stevia
Busono Edi Setiawan SSi (kiri) dan Dini Mardiani SP, membina Kelompok Tani Mulyasari Cibodas dalam penanaman stevia

Produksi CM-3 hingga 7 ton per ha, lebih tinggi 1 ton daripada stevia lawas.

Ayi Rohmat panen stevia di kebunnya saban 2 pekan sekali. Pekebun di Desa Cibodas, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu 12—24 kali panen dalam setahun. Ketua Kelompok Tani Mulyasari Cibodas itu menuai 3,6—7,2 ton daun stevia kering dari 1 ha lahan. Sekilogram kering berasal dari 10 kg segar. Padahal, umumnya dalam setahun pekebun stevia lain hanya 6—7 kali panen.

Itu lantaran Ayi menggunakan varietas stevia cibodas manis 3 atau lebih sohor dengan sebutan CM-3. Produksi tinggi menjadi daya tarik pekebun. Pekebun stevia CM-3 umumnya memanen 3,6—7,2 ton daun stevia kering dari 1 ha lahan monokultur setiap tahun. Padahal, varietas lain produksinnya hanya 3—6 ton per tahun. Jika harga jual daun kering mencapai Rp25.000 per kg, pekebun bisa mendapat pemasukkan tambahan Rp30-juta per tahun.

Stevia unggul baru, CM-3, produksinya mencapai 7,2 ton daun kering per tahun
Stevia unggul baru, CM-3, produksinya mencapai 7,2 ton daun kering per tahun

Di atas standar
Interval panen CM-3 relatif cepat. Menurut Ayi, “Jika telat panen tanaman langsung roboh (karena lebat, red),” ujarnya. Kecepatan panen itu tentu mempengaruhi arus keuangan para pekebun. Sebagai gambaran, pekebun stevia CM-3 yang menumpangsarikan dengan kopi beromzet Rp2,1-juta dari penjualan daun basah setiap kali panen di 1 ha lahan dengan populasi 40.000 tanaman. Stevia CM-3 cocok ditanam di ketinggian 1.000—1.200 meter di atas permukaan laut dan tersedia air.

Selain itu CM-3 juga genjah, panen perdana berumur 1 bulan. Stevia jenis lain baru siap panen pada umur 2 bulan. Umur produktif stevia CM-3 pun relatif panjang. Berdasarkan pengalaman Ayi, stevia CM-3 produksinya relatif stabil hingga 4 tahun penanaman. Padahal, pekebun stevia morenta 3 biasanya harus meremajakan tanaman ketika berumur 2 tahun. Kelebihan lain CM-3 adalah berkadar rebausida-A relatif tinggi.

Menurut Busono Edi Setiawan SSi, pembina Kelompok Tani Mulyasari Cibodas, kadar rebausida-A pada stevia CM-3 mencapai 60—70%. “Artinya CM-3 memenuhi standar sebagai bahan makanan dan minuman,” ujar Edi Setiawan. Selama ini penggunaan stevia amat terbatas antara lain karena kadar rebausida-A rendah, di bawah standar pabrikan. Pasar menghendaki kadar rebausida-A di atas 40%. Sementara varietas stevia yang selama ini ada hanya berkadar 20—30%. Rebaudiosida-A yang bertanggung jawab terhadap rasa manis. Kian tinggi kadarnya makin manis stevia.

Padahal, di negara lain terutama Jepang menggunakan sutebia—sebutan stevia di Jepang—justru sebagai alternatif gula pada makanan dan minuman. Bahkan, pada Desember 2008 Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration, FDA) menetapkan stevia sebagai salah satu pemanis alami nonkalori. Stevia bisa digunakan sebagai pemanis oleh penderita diabetes.

Stevia dapat dikebunkan secara monokultur maupun tumpangsari dengan naungan minimal 50%
Stevia dapat dikebunkan secara monokultur maupun tumpangsari dengan naungan minimal 50%

“Gula stevia sangat cocok sebagai gula diet nonkalori dan juga sebagai herbal,” kata Dini Mardiani, ketua Koperasi Nusantara Kiat Lestari (Nukita) yang mendampingi petani. Dini menuturkan penderita hipertensi, diabetes mellitus, dan autisme sangat cocok mengonsumsi gula stevia. Sayangnya meski tingkat kemanisan mencapai 300 kali gula tebu rasa stevia tak seperti gula tebu. Sering kali konsumen sulit menerima keberadaannya karena stevia mempunyai rasa ikutan atau after taste.

Substitusi tebu
Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Barat merilis varietas CM-3 pada Juli 2013. Peluncuran varietas stevia baru salah satu program Pemerintah Kabupaten Bandung untuk meningkatkan produksi stevia nasional. Sebab, lahan tebu di Indonesia semakin sempit. Data Kementerian Pertanian mencatat bahwa luas lahan tebu nasional pada 2012 hanya 194.900 ha. Itu merosot 55% dibanding luas lahan Sacharum officinarum pada 2010.

Pemerintah Kabupaten Bandung menjadikan stevia Stevia rebaudiana sebagai tanaman pemanis alami pengganti tebu. Menurut Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung, Ir H A Tisna Umaran MP, pemerintah berharap pada 2019 stevia menjadi salah satu komoditas unggulan. Untuk mencapai tujuan itu Pemerintah Kabupaten Bandung melakukan penanaman stevia secara massal di Desa Cibodas sejak 2011.

Desa Cibodas berketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut dan berintensitas sinar matahari tinggi cocok sebagai sentra penanaman stevia. Seratus petani dengan total luas lahan 4,5 ha mengikuti kegiatan itu. Menurut Dini Mardiani para petani menanam stevia secara tumpangsari dengan kopi. “Tujuannya agar pekebun bisa tetap mendapat pemasukan selagi menunggu panen kopi,” ujar alumnus Universitas Padjadjaran itu.

“Selain itu stevia memiliki potensi bisnis yang besar. Permintaan gula stevia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Itu setelah aspartam, pemanis rendah kalori, yang banyak dikonsumsi mulai dilarang penggunaannya,” ujar Tisna. Aspartam bersifat karsinogenik alias memicu sel kanker. Tanaman stevia di Indonesia sejatinya bukanlah komoditas baru. Tanaman asal Amerika selatan itu masuk ke Indonesia sejak 1977.

Ir H A Tisna Umaran MP, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung
Ir H A Tisna Umaran MP, Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Bandung

Semula petani di Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah yang menanam stevia. Setahun kemudian tanaman yang dikembangkan atas kerja sama pengusaha Jepang dan Indonesia itu mulai diekspor ke Jepang. Tawangmangu memang dikenal sebagai sentra stevia. Produksi stevia para pekebun di Tawangmangu kebanyakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pabrik rokok dan jamu di dalam negeri.

CM-3 sebetulnya keturunan ketiga dari varietas stevia morenta 3 asal Vietnam yang beradaptasi dengan kondisi alam Indonesia. Kelompok Tani Mulyasari Cibodas yang dibina Koperasi Nusantara Kiat Lestari (Nukita) menyeleksi tanaman sumber pemanis itu hingga muncul CM-3. Proses pengadaptasian tetuanya, morenta 3, membuat CM-3 sangat tahan terhadap serangan penyakit yang biasa menyerang tetuanya itu.

Penyakit yang umum menyerang antara lain layu pucuk. Berdasarkan pengalaman Kelompok Tani Mulyasari Cibodas, tanaman CM-3 yang terserang layu pucuk tidak lebih dari 10%. “Pada varietas lain, umumnya layu pucuk menyerang hampir 20—30% dari populasi tanaman,” ujar Dini Mardiani. Tahan penyakit itu salah satu bukti CM-3 varietas stevia unggulan. Tiga keunggulan lain adalah genjah, produksi tinggi, dan berkadar rebausida-A hingga 70%. (Rizky Fadhilah/Peliput: Rosy Nur Aprianti)

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Harga Pangan 11 November 2024: Cabai Rawit Merah dan Bawang Merah Kompak Naik

Trubus.id—Harga pangan pada 11 November 2024 berdasarkan Panel Harga Pangan, Badan Pangan Nasional pukul 17.03 menunjukkan kenaikan dan penurunan. Harga...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img