Friday, January 24, 2025

Tantangan Usaha Turunan Kelapa

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id—Semula kopra yang dapat dimakan (edible copra) menjadi produk unggulan Ahmad Rozikin. Ia menjual edible copra ke Pakistan seharga Rp19.000—Rp20.000 per kg pada penghujung 2021. Namun tidak selamanya berbisnis produk turunan kelapa beromzet besar dan menguntungkan.

Hal itu dirasakan Ahmad, harga edible copra turun menjadi Rp14.000 per kg pada Desember 2023. “Harga itu tidak mencapai break event point. Jadi, saya rugi kalau harga segitu,” kata presiden direktur PT Berkah Fukuokindo Indonesia itu.

Selain harga di bawah biaya produksi, segmentasi pasar terbatas dan rendemen bahan baku cenderung rendah menyebabkan prospek bisnis edible copra tidak semenarik dahulu.  Oleh karena itu, ia beralih memproduksi produk turunan kelapa lain yaitu briket dan kokopit.

Meski begitu kondisi setiap pebisnis juga berbeda. “Bisnis hari ini lesu. Dari 16 pabrik pengolahan sabut kelapa yang saya miliki tidak ada yang jalan,” kata produsen sabut kelapa di Provinsi Lampung, Efli Ramli.

Kondisi itu mulai sejak perang Rusia dengan Ukraina. Apalagi ada perang di Palestina juga. Sebelum perang terjadi, Efli rutin memproduksi 800—1.000 ton sabut kelapa per bulan. Pemasaran produk itu ke mancanegara seperti Tiongkok, Jepang, Amerika, Belgia, dan Italia.

“Permintaannya unlimited. Artinya produksi berapapun dari kami pasti terserap. Oleh karena itu, saya bangun pabrik di 16 lokasi,” tutur chief executive officer (CEO) PT Mahligai Indococo Fiber itu. Namun sejak perang berkecamuk, harga sabut kelapa anjlok hingga 50% dan itu kurang dari break event point (BEP).  Jadi, Efli berhenti produksi.

Kondisi perekonomian global yang tidak menentu bukan satu-satunya aral berbisnis kelapa. Mencari dan bekerja sama dengan pembeli mancanegara yang terpercaya dan bertanggung jawab juga suatu keniscayaan. Ahmad Rozikin pernah tertipu penjualan edible copra seharga Rp1 miliar. “Saya hanya dibayar Rp600 juta,” kata Ahmad. Jika aral teratasi, keuntungan besar menanti produsen dan pebisnis produk turunan kelapa.

Menurut Periset Ahli Madya di Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. Ir. Ismail Maskromo, M.Si., para pebisnis harus menyurvei dahulu untuk mengetahui peluang pasar dan cara memproduksi.

 “Jadi, para pebisnis ini tidak ikut-ikutan, tetapi harus mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang produk yang dibidik,” tutur pemulia kelapa pandan wangi itu. Hal itu membuat tingkat keberhasilan di bisnis itu tinggi.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Aplikasi Anyar Pendeteksi Varietas Cabai

Trubus.id–Tim peneliti di Pusat Riset Sain Data dan Informasi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama Balai Pengujian Standar...
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img