Monday, September 9, 2024

Tersebar di Seantero Negeri

Rekomendasi
- Advertisement -

Kopi-kopi khas hasil budidaya di berbagai daerah dan memanjakan lidah. Pengolahan tetap andil terhadap kelezatan kopi.

Trubus — Lembang, Kabupaten Bandung Barat, basah oleh gerimis. Hujan yang turun sejak dinihari belum kunjung reda. Kabut tipis menyaput area berketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut itu. Yoseph Kusuniyanto datang sembari menyajikan secangir kopi panas. Asap mengepul, aroma harum menguar. Itulah kopi katura yang bercita rasa masam segar dan lembut di lidah. Aroma kacang atau nutty hadir ketika kopi melewati rongga mulut.

Kopi arabika sigararutang banyak ditanam pekebun kopi di tanahair.

“Itu kopi sortiran,” ujar sang tuan rumah, Yoseph Kusuniyanto. Harap mafhum, musim panen pada 2017 terlambat. Umumnya panen melimpah pada Oktober. Meski kopi sortiran cita rasa khas katura masih terasa. Rasa kopi kelas spesialti tentu lebih unggul. Menurut Yoseph menjaga mutu kopi hal yang utama. Ayah tiga putri itu selalu menyortir hasil panenannya demi menjaga kualitas.

Pengaruh iklim

Menurut Yoseph ukuran biji kopi harus seragam. Ia mengolah biji patah dan kurang berkualitas secara terpisah. Karena standar ketat itulah kopi di kebun Yoseph di Desa Sukajaya, Lembang, pernah menjadi jawara pada ajang Rembuk Kopi Nusantara 2016. Menurut Yoseph lokasi kebun itu berjarak 5 kilometer dari Gunung Tangkubanparahu berketinggian ideal 1.600—1.700 di atas permukaan laut cocok untuk menghasilkan kopi premium.

Katura menghendaki ketinggian di atas 1.500 m dpl. Jika lokasi budidaya, “Kurang dari 1.500 rasa buah tidak enak,” katanya. Sarjana Ekonomi alumnus Universitas Padjadjaran itu mengatakan, unsur hara pada tanah di pegunungan kaya akan belerang, sehingga menjadi modal lebih menghasilkan kopi bercita rasa optimal. “Sebetulnya banyak cara untuk mengoptimalkan kualitas dan hasil panen. Kendalanya terbatas di modal dan sumber daya,” kata Yoseph.

Green beans kopi malabar yang diproses natural menghasilkan aroma segar buah-buahan.

Pekebun kopi sejak 2010 itu mengatakan, tanah kaya belerang bersifat asam. Tanaman menghendaki tambahan kalsium dan kalium untuk menunjang pertumbuhan. Yoseph menjual kopi dalam bentuk kopi beras atau green beans Rp120.000—Rp150.000 per kilogram. Kapasitas panen hanya 5 ton kopi ceri per musim setiap tahun. Meski mengelola lahan kopi 20 hektare, Yoseph baru memetik kopi di lahan 5 hektare.

Sebab, umur tanaman berbeda, ada yang baru tanam hingga berumur 6 tahun. Pria 51 tahun itu membudidayakan tanaman anggota famili Rubiaceae itu secara bertahap. Populasi mencapai 2.500 tanaman per hektare. Setelah pemrosesan, 5 ton kopi ceri menghasilkan 600 kg kopi beras atau green bean. Keruan saja volume panen itu belum mencukupi tingginya permintaan biji kopi.

Petani kopi di Lembang, Jawa
Barat, Yoseph Kusuniyanto.

Kopi unggul lainnya adalah kopi merapi hasil budidaya di dekat Gunung Merapi. Menurut petani kopi merapi, Sumijo, cita rasa kopi merapi paling istimewa. Kopi itu tumbuh di lereng gunung aktif yang sering menyemburkan abu vulkanik. “Abu vulkanik dan tekstur berpasir memperkuat aroma, tetapi body (kekentalan, red) tidak terlalu kuat,” kata ayah 3 orang anak itu. Sumijo mengembangkan kopi robusta dan arabika.

Dari total luas 350 hektare lahan petani kopi merapi hanya mampu menghasilkan 1 ton arabika dan 20 ton robusta dalam bentuk green bean per musim. Menurut Sumijo untuk mempertahankan cita rasa dan mutu, para petani membudidayakan kopi merapi secara organik. Mereka menggunakan pupuk organik dan penanganan hama penyakit menggunakan musuh alami. Pemupukan hanya sekali saat masuh musim hujan menggunakan kompos matang.

Wakil Ketua Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI),
Daroe Handojo.

Menurut pria kelahiran Sleman, Yogyakarta, 42 tahun silam itu, para pelanggan menggemari jenis arabika dan robusta. Kedua kopi itu memiliki citarasa yang istimewa. Hasil cupping test atau penilaian kopi untuk robusta mencapai 80 sedangkan arabika mencapai 85. “Robusta merapi unik, lebih smooth ringan dan tidak terlalu berat, sehingga banyak yang suka,” kata Sumijo.

Olah
Kopi lezat lain berasal dari kebun Wildan Mustofa di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Pada ajang international Specialty Coffee Association of America (SCAA) Expo April 2016 tercatat 2 kopi asal kebun Wildan masuk nomine dari 20 kopi terbaik (Lihat Trubus Edisi 561 Agustus 2016). Menurut Wildan selain teknis budidaya di kebun faktor pascaproduksi pun sangat berperan menentukan cita rasa kopi.

Kebun kopi milik Yoseph Kusuniyanto di Desa Sukajaya, Lembang, Jawa Barat.

Contoh penyimpanan kopi di gudang. Beberapa faktor yang harus diperhatikan adalah suhu, kelembapan, cahaya, dan oksigen. “Makin tinggi keempat parameter itu, makin cepat pula penurunan kualitas kopi,” kata Wildan. Ayah 3 anak itu mengatakan, penyimpanan kopi yang baik pada suhu 10—15° C. Adapun penyimpanan dalam bentuk gabah lebih disarankan. “Kulit biji menahan suhu dan kelembapan sehingga kualitas kopi relatif stabil,” katanya.

Menurut Wildan jika penyimpanan optimal, selama satu tahun penurunan cupping skor diperkirakan hanya 2 poin tanpa mengurangi tampilan bentuk. Menurut Wildan secara umum konsumen lebih suka kopi hasil penyimpanan selama 2—3 bulan. “Kurang dari 2 bulan rasanya masih agak greenish dan lebih dari 3 bulan rasanya kurang optimal. Namun, dengan penyimpanan baik penurunan tidak terlalu kentara,” kata alumnus Institut Pertanian Bogor itu.

Pekebun kopi dan pemilik kedai kopi merapi di Sleman, Yogyakarta, Sumijo

Oleh karena itulah Wildan memilih mengekspor kopi hanya pada musim panen raya. Keuntungannya adalah megurangi biaya penyimpanan, arus kas, dan lebih aman dari hama saat pengiriman. Kopi lain asal Pangalengan yang juga sohor adalah kopi malabar. Menurut bagian pemasaran Malabar Mountain Coffe, Asep Syam Arif, terdapat total 70 hektare lahan kopi di sekitar Gunung Malabar.

Varietas seperti sigararutang, linies 795, p88, typica, timtim, ateng super, dan andungsari ditanam secara berkelompok. Asep mengatakan, indikator kopi masuk pada katagori spesialti pada pascapanen. Pekebun tetap melakukan perambangan meski memetik biji merah. Perambangan adalah merendam ceri kopi merah untuk memisahkan ceri baik dan kurang baik. Ceri yang kurang baik indikatornya mengambang.

Penjemuran tepat menghasilkan cita rasa kopi khas. (Dok. Trubus)

“Yang mengambang pun tetap diproses, hanya prosesnya dipisahkan dengan ceri kopi yang tenggelam,” kata Asep. Ayah 3 anak itu menambahkan syarat spesialti adalah primary (seluruh biji kopi menghitam) dan secondary defect (sebagian biji kopi menghitam) di bawah 5%. Selain itu nilai cupping harus di atas 80. Menurut Asep cara penyangraian atau roasting pun mempengaruhi cita rasa kopi. Kopi spesialti rata-rata disangrai hingga warna biji kopi cokelat terang ke cokelat medium agar cita rasanya keluar.

Penyangraian terlalu gelap mengakibatkan cita rasa kopi pahit. “Adapun yang menghendaki penyangraian hingga warna kopi gelap untuk minuman campuran dengan susu,” kata Asep. Malabar Mountain Coffee memasarkan kopi segmen spesialti. Dari mulai kopi beras atau green beans hingga olahan minuman kopi ala kafe. Tidak hanya mengisi kafe sendiri, Malabar Mountain Coffe juga memasok beberapa roaster dan kafe lain seluruh Indonesia.

“Pasar ke kafe dan roaster di Jakarta, Surabaya, Kalimantan, dan sebagian kota di Jawa Timur dan Jawa Tengah,” kata Asep. Itu bukti penggemar kopi lezat tersebar di seantero Nusantara. Demikian pula berbagai daerah di Indonesia menyimpan kopi-kopi terlezat. (Muhamad Fajar Ramadhan/Peliput: Muhammad Awaluddin)

Previous article
Next article
- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Melalui Edukasi dan Promosi, Komunitas Acteavist Indonesia Aktif Kenalkan Teh ke Generasi Muda

Trubus.id–Komunitas Acteavist Indonesia aktif memperkenalkan teh ke generasi milenial melalui edukasi dan promosi.  Salah satu penggagas Acteavist Indonesia, Cakra...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img