Trubus.id-Lazimnya agrowisata berisi tanaman buah yang langsung bisa disantap. Pengunjung memetik sendiri buah seperti belimbing, anggur, dan lengkeng kemudian langsung menyantapnya. Namun, berbeda dengan desa wisata yang berlokasi di Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali.
Terdapat 300 hektare hamparan kebun kakao yang dijadikan obyek agrowisata.Hal paling menarik di agrowisata milik pemerintah daerah Kabupaten Kolaka itu yakni wahana terintegrasi dengan kebun kakao milik masyarakat yang tertata api dan cukup terawat.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Kolaka, Hasbir Jaya Razak, S.P., sekaligus pengelola Kampung Cokelat, “Dengan adanya Kampung Cokelat itu diharapkan bisa dijadikan education center untuk anak-anak sekolah di Kolaka.” Salah satu fasilitas di tempat itu adalah Unit Pengolahan Hasil (UPH) Kakao.
UPH itu bertugas untuk memproduksi olahan kakao seperti pasta dan serbuk yang siap dikonsumsi. Kakao yang diproduksi oleh Kelompok Tani Merta Abadi di Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali, telah diakui mancanegara. Buktinya kelompok tani itu berhasil mengekspor 1 ton biji kakao pada 2022.
Menurut Ketua Kelompok Tani Merta Abadi, Kadek Suantara, pembeli baik lokal atau mancanegara menyukai kakao dari Desa Ekasari lantaran memiliki aroma yang khas. Dengan pencapaian begitu, pantas apabila Desa Ekasari ditetapkan menjadi Desa Kawasan Kakao Organik oleh bupati Jembrana.
Desa wisata itu juga menjadi tempat studi bagi orang-orang yang ingin belajar dan praktik langsung tentang kakao. Harapan itu terwujud. Para turis lokal dan mancanegara kerap mengunjungi Desa Ekasari. Bahkan desa itu menjadi daerah tujuan para delegasi dari 40 negara yang menghadiri acara Indonesia International Cocoa Conference (IICC) pada 2023.
Praktik langsung
Di Desa Ekasari para pengunjung bisa praktik langsung mengenai tata cara memetik buah kakao yang benar-benar matang. Yakni pada umur buah 5—6 bulan. Buah berwarna merah salah satu tanda buah siap untuk dipanen. Setelah itu pengunjung menyaksikan pengolahan buah kakao. Pekerja membuka buah untuk mengeluarkan biji yang ditutupi pulp putih berserat.
Biasanya dalam setiap satu buah kakao menghasilkan 35— 50 biji kakao. Sementara kulit buahnya digunakan sebagai pakan sapi. Selanjutnya pekerja menumpuk biji-biji kakao di atas tikar, daun pisang, atau dalam kotak dan ditutup. Bakteri dan khamir di udara menyebabkan terjadinya perubahan pada komponen kimiawi dalam pulp sehingga menjadi alkohol dan asam asetat saat fermentasi.
Fermentasi bisa memakan waktu hingga 5—7 hari. Tahapan fermentasi merupakan hal yang paling penting dalam pengolahan buah kakao. “Di sinilah awal mula pembentukan citarasa kakao agar rasa dan aromanya lebih kuat,” kata Kadek. Selama fermentasi, tumpukan biji kakao dibolak-balik setiap hari agar panas selama fermentasi merata.
Selanjutnya pekerja memasukkan biji terfermentasi dalam solar dryer dome untuk pengeringan. Tujuannya untuk menurunkan kadar air biji yang awalnya 60% menjadi 6—7%. Setelah dikeringkan, berat biji berkurang hampir setengahnya. Kemudian pekerja menyortir biji berdasarkan ukuran dan kualitas. Selanjutnya pekerja mengemas biji kakao untuk dikirim ke pabrik cokelat.
Terdapat pabrik pengolahan cokelat yang mengolah biji kering menjadi berbagai produk turunan cokelat seperti cokelat batangan, pasta, dan cacao butter pada 2023. Kelompok Tani Merta Abdi bersama produsen lain membentuk Rumah Produksi Bersama Kakao Jembrana dan memiliki produk dengan merek Cobana. Merek itu diambil dari singkatan cokelat bahagia Jembrana.
Dengan adanya agrowisata, pekebun kakao berharap dapat meningkatkan pendapatan. Bila para pekebun merasa untung, mereka semangat dan bergairah merawat kebun serta menjadi inspirasi bagi pekebun lain. Ahli kakao di Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Badan Riset dan Inovasi Nasonal (BRIN), Prof. Dr. Ir. Rubiyo, M.Si., menyambut baik penetapan agrowisata berbasis kakao.
“Agrowisata dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing bagi pekebun kakao,” kata Rubiyo. Dengan begitu para pekebun baru bermunculan dan mempercepat adopsi inovasi berbagai teknologi di dunia perkakaoan. Sebut saja teknologi sangrai, pecah kulit, pembuatan kakao bubuk, dan pasta.