Budidaya tanaman subtropis dengan teknik hidroponik dan pencahayaan di kulkas.
Kulkas itu memiliki tiga pintu kaca tembus pandang. Itulah sebabnya kita dapat melihat pertumbuhan sayuran kristal Mesembryanthemum crystallinum yang hijau segar. Tumbuh? Ya, kulkas itu memang bukan lemari pendingin biasa untuk menyimpan sayuran atau buah. Peranti itu untuk menumbuhkan sayuran anggota famili Aizoaceae yang biasa tumbuh di area bersuhu 15°C.
PT Super Green, distributor peranti hidroponik di Thailand, menanam sayuran subtropis dari Afrika dan Eropa selatan itu di Bangkok, Thailand, yang panas, suhu rata-rata mencapai 32—34°C. Menurut Muna, anggota staf pemasaran Super Green, lemari pendingin itu untuk menanam tanaman subtropis agar bisa hidup di luar habitat. Sejak bibit hingga panen sayuran kristal menghuni kulkas yang dingin.
Pindah rak
Sepanjang hidupnya ice plant—julukan sayuran itu—tumbuh di kulkas. Muna mengecambahkan biji sayuran kristal varietas sabrina di potongan rockwool berukuran 3 cm x 3 cm. Ia menyusun belasan rockwool di pot tray dan meletakkannya di rak yang sudah dipasangi wadah penampung air. Air akan meresap ke rockwool sehingga media selalu lembap. Menurut Muna dalam tujuh hari, biji-biji sabrina berkecambah.
Setelah berdaun 4—6 helai, petugas memindahkan bibit beserta medianya dari nampan ke rak tengah di kulkas itu. Di rak tengah terdapat talang berlubang tempat meletakkan bibit berjarak 15 cm x 15 cm. Dengan luas rak 30 cm x 30 cm, total populasi mencapai 11 tanaman, yang dibagi dalam 3 lajur, berisi 4 tanaman, 3 tanaman, dan 4 tanaman. Akar tanaman yang menembus rockwool akan terendam larutan nutrisi di bawah talang.
Kebutuhan nutrisi tanaman dengan sistem hidroponik ala vertical culture alias budidaya secara vertikal. Di rak tengah itu terdiri atas tiga tingkat masing-masing berisi 10 tanaman. Sabrina berada di rak tengah bersuhu 15°C selama 10—15 hari. Setelah memiliki 8—10 daun, Muna memindahkannya ke rak di pinggir kanan. Cara pemindahan yakni dengan menarik talang ke luar, kemudian langsung memasang di talang sebelah kanan. Tanaman tidak perlu dicabut dari talang pembesaran.
Di rak ketiga bersuhu 15°C, tanaman berada selama 10—15 hari hingga siap panen. Tandanya daun sudah menjalar 10—15 cm dan daun melebar berukuran 1—2 cm. Artinya sejak penyemaian hingga siap panen perlu 40—45 hari. Daunnya tampak berkilauan lantaran sayuran kristal itu memiliki sel khusus yang antara lain berfungsi sebagai cadangan air. Ketika suhu di alam ekstrem, tanaman itu memanfaatkan cadangan airnya.
Bagaimana sabrina berfotosintesis? Di kulkas itu terdapat lampu light emitting diode (LED) yang memancarkan cahaya. Setiap tingkat terdapat lampu LED dengan daya 8 watt yang memancarkan cahaya putih sebagai pengganti sinar matahari. Sepanjang hidupnya sayuran kristal itu tak bersentuhan dengan tanah dan sinar matahari. Ia tumbuh di kulkas yang resik dengan sistem hidroponik.
Pemberian cahaya
Menurut ahli Fisiologi Tumbuhan dari Intitut Pertanian Bogor, Ir Edhi Sandra MSi, lampu bisa digunakan untuk pengganti sinar matahari. Lampu LED memancarkan sinar inframerah dan ultraviolet. Sinar inframerah berkaitan dengan pertumbuhan vegetatif dan perkecambahan. Adapun ultraviolet berhubungan dengan pembungaan atau pada fase generatif.
Variasi warna yang berbeda juga berpengaruh untuk setiap fase pertumbuhan tanaman. Sinar warna putih bisa disesuaikan untuk keperluan tertentu. Misalnya untuk membuat tekstur daun tanaman menjadi renyah. “Pemilihan warna sinar dan nutrisi berpengaruh terhadap rasa. Jika sinarnya rendah maka tanaman akan lebih lembut karena gula tidak berubah menjadi selulosa.
Namun, “Jika sinar tinggi maka gula berubah ke selulosa dan karbohidrat,” ungkap Edhi Sandra yang mengembangkan teknologi kultur jaringan untuk perbanyakan beragam tanaman. Saat Trubus mencicipi sabrina hasil budidaya di kulkas, tekstur renyah dan rasanya asin—meski tanpa garam. Muna mengatakan tanaman es cocok sebagai bahan salad dan sayur segar.
Nutrisi hidroponik
Sejatinya, ada dua jenis tanaman yang disebut ice plant, yakni Mesembryanthemum crystallinum dan Delosperma cooperi. Keduanya berhabitat asdi di Afrika Selatan. Bedanya, M. chrystallinum daunnya selalu hijau. Adapun D. cooperi daunnya berubah merah ketika musim dingin tiba. Mungkin karena itulah ia dijuluki karpet merah. Super Green membudidayakan M. chrystallinum var sabrina yang diperoleh dari Jepang.
Perusahaan itu menggunakan nutrisi standar campuran yaitu A dan B. Nutrisi kemudian dicampur dalam drum kecil (seukuran kaleng cat 25 liter). Dari bak penampungan, nutrisi mengalir ke atas dengan bantuan pompa submersible berdaya 15 watt. Nutrisi diberikan sesuai umur tanaman. Di lemari pendingin mempunyai tiga macam campuran nutrisi, yakni untuk perkecambahan, tanaman kecil, dan tanaman remaja—panen.
Saat air mengalir ke atas sekaligus membawa nutrisi ke rak paling atas lalu melepaskan di wadah. Tinggi larutan 3 cm cukup merendam bagian dasar pembibitan. Bila lebih dari 3 cm, kelebihan air akan mengalir turun ke rak di bawahnya dan seterusnya. Setelah itu air dan nutrisi turun ke drum penampungan di bawah kemudian pompa akan menarik ke atas. Begitu seterusnya.
Menurut ahli hidroponik di Jakarta, Ir Yos Sutiyoso, hidroponik sistem vertikal agak sulit untuk mengatur tekanan yang pas agar pemberian nutrisi merata untuk setiap tingkat. Biasanya rak paling atas mendapat tekanan air paling rendah, sehingga pertumbuhannya lebih buruk daripada rak di bawahnya. Namun, kekhawatiran Yos tidak terjadi pada tanaman Super Green. Sebab, mereka menggunakan pipa berbeda untuk aliran ke atas, dan aliran ke bawah.
Pemupukan serupa dilakukan di rak tengah untuk pembesaran tanaman dan rak pinggir kanan (remaja hingga panen). Perbedaan nutrisi terletak pada kepekatan karena tanaman semakin besar. Oksigen didapat dari aliran nutrisi yang membawa oksigen dan nutrisi. Tanaman tumbuh normal karena kedua unsur itu (oksigen, nutrisi) tercukupi. Dengan sirkulasi yang terus-menerus, tanaman terhindar dari busuk akar akibat perendaman.
Bukan baru
Menurut Edhi Sandra, “Sebenarnya dari segi teknologi, Indonesia tidak kalah. Hanya saja peneliti kita kurang kreatif. Kalau kreatif, Indonesia bisa lebih hebat.” Teknologi pemanfaatan lemari pendingin untuk bercocok tanam sebenarnya bukan ilmu baru, terutama di perguruan tinggi. Dengan sarana itu kita bisa menumbuhkan tanaman bukan di daerah asalnya. Misalnya tanaman di dataran tinggi, ditumbuhkan di daerah rendah.
Alat itu berupa bangunan berukuran besar atau seukuran rumah atau gudang. Semua kondisi di dalamnya diatur, mulai dari suhu, kelembapan, dan angin mengikuti kemauan tanaman. Teknologi itu lazim diterapkan untuk anggrek yang disebut orchidarium, terutama phalaenopsis. Keindahan anggek ditampilkan dalam ruangan khusus. Tidak terbatas anggrek dataran rendah, anggrek dataran tinggi juga bisa diperlakukan sama.
Keuntungan teknologi itu, misal pada sayuran, yaitu bisa dipasarkan di supermarket dengan kondisi sangat segar. Dengan sistem hidroponik dikombinasikan dengan suhu dan cahaya yang dapat diatur, konsumen bisa memetik sendiri sayuran yang diinginkan. Kelemahannya, ”Hidroponik sekarang masih anorganik. Pekebun kebanyakan belum mengerti cara mengkonversi hara organik,” ujar Edhi Sandra.
Oleh karena itu ia Edhi membuat formula seperti dalam kultur jaringan yang menggunakan media organik dari air kelapa dan pisang. Formula itu berguna untuk memberikan nutrisi alami bagi tanaman yang dibudidayakan bukan di alam. Kelebihannya, murah dan mudah dibuat. Jadi teknologi penanaman di ruang berpendingin itu sangat memungkinkan berkembang di Indonesia, meski biaya tinggi. Namun, bila dihadirkan berskala industri akan lebih ekonomis. (Syah Angkasa)