Ketika hidroponik bersistem NFT, aeroponik, dan rakit apung berukuran mini.
Di wadah mungil seukuran tas jinjing Anda tetap dapat menyalurkan hobi hidroponik. Kini memang tersedia beragam model hidroponik jinjing untuk para pehobi. Lihat saja selada-selada yang tumbuh di atas kotak sepanjang 61 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 42 cm. Di atas wadah itu terdapat tiga talang air dengan 15 lubang tanam. Pehobi dapat menanam beragam sayuran seperti selada dan kangkung.
Tiga selang hitam kecil mengalirkan air beserta nutrisi setiap saat dari kotak menuju talang itu. “Ini instalasi hidroponik bersistem NFT,” ujar Wirawan Hartawan, perancang peranti hidroponik di Jakarta. Nutrient Film Technique (NFT) teknik hidroponik yang menjadikan akar tanaman tumbuh di lapisan nutrisi yang dangkal (2—3 mm). Nutrisi dan air tersirkulasi secara terus-menerus sehingga tanaman memperolehnya secara maksimal.
Hemat
Menurut Wirawan teknik yang dikembangkan oleh Dr AJ Cooper dari Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, Inggris, itu lazimnya untuk instalasi besar. “Minimal serasi dengan halaman rumah di perkotaan,” ujar produsen peralatan dan bahan berhidroponik di Kebonjeruk, Jakarta Barat, itu. Namun, menurut Wirawan instalasi mini NFT buatannya, “Cocok juga untuk di dalam rumah, bahkan di dalam ruangan perkantoran-perkantoran karena ukurannya mungil, bersih, dan cantik,” ujar Wirawan.
Selain itu dengan instalasi mini, para pehobi bisa menggunakannya sebagai ajang belajar sebelum mengembangkan hidroponik bersistem NFT untuk skala besar atau industri. Menurut Wirawan, meski berukuran mini, soal kualitas bahan terjamin. Untuk wadah atau guli berbentuk trapesium, ia menggunakan bahan berteknologi tinggi penangkal sinar ultraviolet (UV). “Dengan bahan anti-UV, lumut sulit tumbuh di dalam wadah,” ujarnya.
Harap mafhum, keberadaan lumut menyebabkan sistem perairan di wadah terhambat. Lumut menempel di akar tanaman sehingga membuat penampilan sayuran terkesan kotor. Sementara dari segi desain, Wirawan paham betul kebutuhan para pehobi hidroponik. “Para pehobi ingin yang ringkas, hemat, tetapi hasil sayurannya tetap bagus,” ujar pria yang menekuni hidroponik sejak 4 tahun silam itu.
Wirawan pun mendesain instalasi itu hemat listrik di samping hemat air yang memang menjadi keunggulan sistem NFT. “Kebutuhan listriknya hanya 40 watt untuk menggerakkan pompa kecil yang biasa dipakai di akuarium untuk mensirkulasi air,” ujar pria yang menyambangi berbagai negara seperti Belanda, Jerman, Thailand, Taiwan, dan Kanada untuk belajar hidroponik itu.
Untuk hasil sayuran, para pehobi juga tak perlu khawatir. Dengan guli berbentuk trapesium, penampilan sayuran tetap mulus alias terhindar dari kerusakan daun ketika daun rebah kemudian menempel pada wadah. “Bentuk guli trapesium membuat bagian bawah sayuran menggantung ketika terkulai sehingga terhindar dari kerusakan daun,” ujar Eva LA Madarona, pembudidaya hidroponik di Bandung, Jawa Barat.
Rakit apung
Menurut pakar hidroponik di Jakarta, Ir Yos Sutiyoso, guli model trapesium memiliki kelemahan. “Untuk membersihkan guli dari talang, tinggal membuka tutupnya lalu dibersihkan. Untuk membersihkan guli trapesium, kita harus memasukkan tongkat dengan kain pembersih lalu didorong sampai keluar di ujung satunya sehingga lebih repot,” kata Yos. (Baca: “Trapesium Cegah Gosong”, Trubus edisi Maret 2015). Melihat kelemahan itu, Wirawan memodifikasi bentuk guli trapesium itu. “Saya buat guli itu bisa dilepas lapis atasnya sehingga mudah dibersihkan. Tinggal dibuka lalu dibersihkan saja,” ujar Wirawan.
Sistem NFT mini juga berkembang di Thailand. Salah satunya buatan ACK Hydro Farm Co. Ltd, yang merakit instalasi NFT dengan guli sepanjang satu meter. Bedanya dengan instalasi buatan Wirawan, produsen peranti hidroponik di Suanluang, Bangkok, Thailand, itu menempatkan wadah penampung air secara terpisah dengan guli. Mereka memamerkannya pada acara Horti Asia dan Agri Asia di Bangkok pada 17—19 Maret 2015 lalu.
Selain bersistem NFT, Wirawan melalui bendera PT Hydrofarm Indonesia, juga mendesain instalasi mini bersistem rakit apung. “Instalasi rakit apung sangat cocok buat pemula yang ingin belajar hidroponik,” ujarnya. Sistem itu membuat tanaman mengapung di atas permukaaan larutan nutrisi dalam suatu bak penampung atau kolam. Dengan kondisi itu, akar tanaman terapung atau terendam dalam larutan nutrisi, sehingga tanaman bisa memanfaatkannya.
Keunggulan sistem itu membuat tanaman mendapat pasokan air dan nutrisi secara terus- menerus. Lebih menghemat air dan nutrisi. “Mempermudah perawatan karena kita tidak perlu melakukan penyiraman,” ujar Wirawan. Namun, kerugiannya oksigen susah didapatkan tanaman tanpa bantuan alat. Itu menyebabkan akar tanaman lebih rentan busuk.
Untuk mengatasinya, Wirawan melengkapi instalasi berukuran panjang 53 cm, lebar 43 cm, dan tinggi 17 cm itu dengan sebuah alat pembuat gelembung udara. “Dayanya juga rendah hanya butuh 2 watt,” ujarnya. Instalasi buatan Wirawan itu memiliki 16 lubang tanam dengan kapasitas 30 liter air.
Pemula
Wirawan juga mendesain sistem rakit apung lain. Instalasi mini itu cocok untuk tanaman hias atau tanaman bumbu-bumbuan seperti basil. Ukuran kotak induk sepanjang 62,5 cm, lebar 43 cm, dan tinggi 17 cm. Dalam kotak induk itu terdapat 6 kotak lagi yang berisi media tanam berupa hidroton. Instalasi itu juga hemat. “Kapasitas satu instalasi 18 liter air dan membutuhkan daya listrik sebesar 2 watt,” ujar Wirawan.
Menurut Wirawan, penggunaan instalasi mini dengan teknik rakit apung, membuat kegiatan para pemula yang ingin belajar berhidroponik menjadi mudah dan menyenangkan. “Oleh karena itu, saat mengisi pelatihan-pelatihan hidroponik, saya menyarankan para pemula untuk menggunakan teknik itu sebelum ke NFT atau aeroponik,” ujarnya.
Wirawan juga membuat instalasi mini untuk tanaman bunga atau buah. Instalasi itu disebut mini dutch bucket. Cara kerja hidroponik model dutch bucket itu sederhana. Awalnya tangki penampung berkapasitas 35 liter memompa nutrisi melalui pipa berukuran 2,5 cm. Nutrisi kemudian didistribusikan ke setiap pot melalui selang kecil berukuran 2,5 inci. Di bagian dasar pot terdapat pipa yang akan mengembalikan nutrisi ke tangki penampungan.
“Intinya nutrisi akan terus disirkulasi, sehingga kandungan oksigen terlarutnya jadi tinggi,” ujar pria kelahiran 1960 itu. (Baca: “Model Anyar Hidroponik”, Trubus November 2014). Mini dutch bucket merupakan bentuk dutch bucket tunggal. Jika dutch bucket besar terdiri dari delapan pot berukuran 35 cm x 35 cm x 35 cm dan disusun menjadi dua baris, bentuk mininya hanya satu pot.
Wirawan melengkapi instalasi dutch bucket dengan atap anti-UV dan lampu light-emitting diode (LED). Tujuannya untuk menambah intensitas cahaya saat tanaman diletakkan di dalam ruangan. Menurut Wirawan instalasi mungil itu, “Cocok untuk display di dalam ruangan dan kami lengkapi dengan lampu LED juga,” ujar Wirawan.
Aeroponik
Nun di Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Kunto Herwibowo juga merakit instalasi hidroponik mini. Kunto menggunakan wadah plastik berukuran 1 m x 0,8 m x 0,7 m untuk membudidayakan sayuran dengan sistem aeroponik. Sistem itu memberikan air dan nutrisi tanaman dalam bentuk butiran kecil atau kabut. “Pengabutan berasal dari air dari bak penampungan yang disemprotkan menggunakan nozel sehingga nutrisi lebih cepat terserap akar tanaman,” ujar pebisnis hidroponik sejak 2010 itu.
Tanaman mendapat pasokan air, oksigen, dan nutrisi secara berkala. Keunggulannya lebih menghemat air dan nutrisi. Namun, kelemahan aeroponik membutuhkan daya tinggi lantaran kebutuhan listriknya juga tinggi. “Kebutuhan listriknya 60 watt untuk menghidupkan pompa yang menyemprotkan air dan nutrisi dari dalam wadah,” ujar alumnus Institut Teknologi Indonesia itu.
Ajud Tajrudin di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, juga membuat instalasi mini dengan teknik sumbu. Ia memanfaatkan stirofoam bekas keranjang buah untuk membuat hidroponik. “Berhidroponik tidak harus mahal,” ujar Tajrudin. Oleh karena itu ia memanfaatkan barang-barang tak terpakai di sekitarnya untuk merangkai kit hidroponik. Karena ukurannya yang kecil, ia mudah membawa atau memindahkan kit hidroponik itu.
Ajud yang aktif sebagai ketua Asosiasi Hidroponik Karawang kerap memberikan penyuluhan tentang hidroponik. Untuk memudahkan memberi contoh para peserta, ia membuat kit hidroponik itu. Satu papan stirofoam terdiri atas 15 lubang tanam untuk membudidayakan bayam merah, kangkung, dan selada. Agar larutan nutrisi tidak merembes keluar, ia melapisi stirofoam dengan plastik hitam. Pupuk yang digunakan AB mix.
Menurut Kunto, instalasi atau kit hidroponik berukuran mini memudahkan para penghobi untuk memindah-mindahkan lantaran ukurannya kecil dan ringan. “Misalnya sudah mau panen tetapi kita harus bepergian atau liburan, ya tinggal kita masukkan mobil kita bawa sekalian. Atau tinggal kita angkat lalu kita titipkan di kerabat,” ujarnya. Wirawan Hartawan menuturkan hal senada. “Dengan ukuran mini, kita bisa menjadikan hidroponik kit sebagai hadiah atau cenderamata,” ujar pemilik Grup Tarra itu. (Bondan Setyawan/Peliput: Desi Sayyidati Rahimah dan Syah Angkasa)