Trubus.id–Budi daya rumput laut menjadi sumber pendapatan utama bagi I Nyoman Sudiatmika. Ia menuturkan bahwa jauh sebelum ada pariwisata, rumput laut telah membantu perekonomian Sudiatmika dan sang ayah.
Sudiatmika tidak menanam rumput laut di tambak, melainkan memelihara di tengah laut menggunakan tali sebagai tempat rumput laut bertumbuh. Ia menanam dua jenis rumput laut yakni Kappaphycus alvarezii–sebelumnya dikenal dengan nama Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum.
“Warna Eucheuma spinosum merah dan berukuran kecil, sedangkan Eucheuma cottonii berwarna hijau,” ungkap warga Desa Jungtubatu, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali, itu.
Ia menanam kedua jenis rumput laut itu di lahan seluas 5 hektare (ha). Populasi yang mendominasi di “kebun” milik Sudiatmika yakni E.cottonii, sisanya 1–1,2 ha yakni E. spinosum.
Sudiatmika mengungkap E.cottonii lebih banyak karena harga jula lebih tinggi mencapai Rp12.000–Rp30.000 per kg. Sementara harga E. spinosum Rp5.000–Rp10.000 per kg.
Ia kali terahir memanen rumput laut pada Desember 2024. Saat itu Sudiatmika menuai sekitar 2,2 ton rumput laut kering seharga Rp12.000 per kg, sehingga pendapatan Rp26,4 juta.
Satu kilogram rumput laut segar itu menghasilkan 800 gram rumput laut kering. Biaya produksi sekitar Rp8.000 per kg, sehingga Sudiatmika memeroleh keuntungan Rp8,8 juta. Hasil panen ia jual pada tengkulak. Tengkulak akan mengirimkan ke Surabaya, Jawa Timur dan Karawang.
“Di Karawang rumput dijadikan tepung dan ekspor ke India.” ungkap pria berumur 42 tahun itu.
Sejatinya pendapatan Sudiatmika bisa lebih tinggi lagi, asalkan harga rumput laut tengah bagus, misal Rp30.000 per kg. Maka ia dapat meraup omzet Rp60 juta dari perniagaan rumput laut itu.
Sudiatmika menuturkan bahwa budi daya rumput laut relatif mudah. Nelayan bisa memanen rumput laut sebulan setelah rumput laut terpasang di tali yang membentang di laut.
Ia tidak memanen seluruh rumput laut. Hanya rumput laut yang agak tua yang dipanen, sisanya berupa cabang kecil diikat kembali pada tali, sehingga bisa dipanen pada bulan berikutnya.
Dengan begitu nelayan hanya perlu membeli bibit sekali, selanjutnya tinggal panen saja setiap bulan. Pascapanen, Sudiatmika menjemur rumput laut itu selama 2–3 hari sebelum dijual kepada tengkulak.
Namun, kini ia tidak hanya bergantung kepada tengkulak untuk penjualan rumput laut itu. Musababnya Sudiatmika mengembangkan produk turunan rumput laut sejak 2018.
Produk olahan rumput laut besutan Sudiatmika itu seperti losion, krim perawatan wajah, sabun cuci muka, serta sabun cuci piring dan tangan.
Semula ia hanya menggunakan 250–300 kg rumput laut hasil panen sendiri untuk bahan baku ragam produk itu. Kini ia memanfaatkan 800 kg rumput laut sendiri. Artinya hampir tiga kali lipat lebih banyak daripada sebelumnya.
“Harapan saya 50% hasil panen bisa terserap dengan adanya mesin baru dan pengembangan produk serum. Realisasinya setelah Lebaran 2025,” ujar pembuidaya rumput laut sejak 2004 itu.
Menurut Sudiatmikan sabun cuci muka salah satu produk paling laku, terjual sekitar 300 kemasan per bulan.
Konsumen produk perawatan tubuh bikinan Sudiatmika tidak hanya dalam negeri. Beberapa wisatawan mancanegera seperti Australia yang berkunjung ke Nusa Lembongan itu juga memesan produk milik Sudiatmika.
Bahkan ada warga negara Australia yang berencana membeli produk perawatan Sudiatmika senilai Rp1,2 miliar. Sayang ia belum bisa memenuhi permintaan itu karena keterbatasan kapasitas produksi.
Akhirnya konsumen dari Negeri Kanguru itu hanya membeli produk senilai Rp300 juta. Penjualan ke mancanegara bukti terjaminnya kualitas produk kreasi Sudiatmika itu.
Membudi dayakan rumput laut juga menjadi sumber penghasilan tambahan bagi Imam Pudoli. Ia memanen sekitar 3 ton rumput laut kering dari tambak seluas 2 ha pada November 2024.
Harga jual rumput laut saat itu Rp5.200 per kg, sehingga ia mendapatkan omzet Rp15,6 juta. Setelah dikurangi ongkos produksi sekitar Rp6 juta, Imam mengantongi laba Rp9,6 juta setiap dua bulan.
“Budi daya rumput laut menguntungkan,” ujar warga Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat, itu.
Imam menuturkan lebih baik budi daya rumput laut daripada membiarkan uang tersimpan saja. Selain itu, budi daya rumput laut juga membuka peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar.
Ia membudidayakan rumput laut jenis Gracilaria sp., karena cocok dibudidayakan di tambak. Imam dan mayoritas warga di Kecamatan Tirtajaya memelihara rumput laut secara polikultur dengan ikan bandeng. Satu tambak berisi dua komoditas yakni rumput laut dan bandeng.
Pendapatat Imam pun jadi double. Ia memanen 250 kg (satu kilogram berisi delapan ikan) Chanos chanos di tambak dua ha pada 27 Desember 2024. Sebetulnya panen itu di luar perencanaan.
“Terjadi rob besar dan khawatir tambak jebol malah tidak jadi panen,” ungkap Imam.
Saat itu harga bandeng Rp13.000 per kg sehingga ia memeroleh omzet Rp3,25 juta.
Menurut Imam penjualan bandeng relatif mudah karena ada pengepul di sana. Pendapatan itu bisa lebih tinggi jika bobot bandeng lebih berat.Intinya Imam mendapatkan dua penghasilan sehingga pemanfaatan tambak lebih efektif dan efisien.
Apalagi ia tidak perlu memberikan pakan pabrikan, karena bandeng memakan lumput yang menempel di rumput laut.
Tidak heran ia mendapatkan untung sekitar Rp1,25 juta dari panen bandeng dadakan itu. Baca Potensi Pasar Produk Turunan Rumput Laut pada Majalah Trubus Edisi Digital Februari 2025 (klik di sini).