Trubus.id—Thio Setiowekti menanam bibit stevia di lahan seluas 150 m2. Sejatinya tidak luas, tetapi ia dapat memasok bibit stevia untuk 5 pekebun mitra yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa Barat. Ia menjual bibit setinggi 15—30 cm yang terdiri dari 3—4 cabang seharga Rp5.000.
Pekebun stevia di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat itu memproduksi 1.000 bibit saban bulan. Lantas bagaimana Thio memproduksi bibit di lahan sempit? Rahasianya ia memanfaatkan batang hasil panen.
Panen stevia biasanya dengan sistem ratun yakni memangkas tanaman hingga pangkal tanpa cabut akar. Bibit itu berasal dari batang hasil panen. “Produsen meminta daun tanpa batang,” kata Thio. Alasannya tingkat kemanisan tertinggi itu ada pada daun stevia.
Usai memanen daun, Thio akan menggunting batang sebagai bibit. Sebatang tanaman 15—30 cm bisa menghasilkan 2—4 bibit. Parameter setek calon bibit terdiri atas 2—3 ruas. Lantas Thio menancapkan setek batang stevia itu pada nampan berisi media tanam campuran antara tanah, kompos, dan abu sekam dengan perbandingan 6:2:2.
Menurut Thio setek mengering jika media tanam kurang lembap. Namun apabila penyiraman optimal, tingkat keberhasilan pembibitan hingga 70%. Sebulan setelah penanaman, setek memiliki perakaran baru.
Setelah perakaran terbentuk, Thio memindahkan bibit ke polibag yang lebih besar. Selang 2—3 bulan pertumbuhan bibit kian optimal. Bibit setinggi 20—30 cm terdiri atas 3—4 cabang berukuran ideal sehingga siap untuk penanaman di lahan.
Lazimnya selang 3 bulan setelah penanaman, tanaman panen perdana. Panen berikutnya selang 21 hari setelah panen sebelumnya. Potensi peningkatan panen sekitar 10% dari panen sebelumnya.