Trubus.id—Komoditas kakao (Theobroma cacao) menjadi buah bibir sejak awal 2024. Terutama di kalangan para pelaku industri cokelat baik dari hulu hingga hilir.
Pasalnya harga komoditas yang sohor dengan sebutan penganan para dewa itu meroket. Penyebab peningkatan harga itu beragam. Salah satunya perubahan iklim. El nino pada 2023 menyebabkan kekeringan sehingga menurunkan produksi kakao 30—50%.
Pasokan yang kian berkurang tentu menyebabkan harga melambung saat permintaan kian tinggi. Permintaan kakao pun lazimnya meningkat terutama menjelang hari raya seperti Idulfitri dan Natal.
Peneliti di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, Dr. Agung Wahyu Susilo menuturkan terdapat beberapa hal yang menjadi tantangan produksi kakao nasional yakni perubahan iklim dan menurunnya tingkat kesuburan lahan.
Faktor lain akses petani terhadap teknologi unggul yang masih belum merata yang menyebabkan produktivitas dan kualitas hasil masih rendah, regenerasi SDM petani belum baik akibat rendahnya minat generasi muda dalam agribisnis kakao, serta kelembagaan petani dan akses permodalan yang masih terbatas.
Penerapan good agricultural practices (GAP) dan pascapanen tepat merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas kakao. Agung menjelaskan indikator penerapan GAP kakao yakni produktivitas kakao yang tinggi 2—3 ton per hektare (ha) per tahun dan pemanfaatan tanaman penaung.
“Indikator lain yakni serangan OPT terkendali dengan penggunakan pestisida yang rasional serta input produksi dan pengelolaan GAP secara optimal dengan pola konservasi lahan,” ujar papar Agung pada webinar bertajuk Strategi Membangun Kakao Produksi 4 Ton, Biji Besar dan Mutu Prima yang digelar Gamal Institute (24/09/2024).
Agung juga menjelaskan strategi produksi kakao produktivitas 4 ton per ha. Pertama pemilihan lahan sesuai kapasitas produksi yakni kelas lahan S1 atau S2 dan minim risiko serangan penyakit vascular streak dieback (VSD) (>300 meter di atas permukaan laut).
“Intensitas serangan VSD semakin rendah dengan semakin rendah dengan semakin tinggi tempat tumbuh kakao dan intensitas curah hujan,” ujar Agung dalam paparannya.
Strategi lain yakni memilih bahan tanam unggul. Misalnya klon-klon kakao lindak yang adaptif perubahan iklim seperti Sulawesi 1, Sulawesi 2, MCC 02, ICCRI 09, dan Sulawesi 3. Sementara hibrida unggul kakao misalnya ICCRI 06H dan ICCRI 08H
Untuk pola tanam intercropping ia menjelaskan jenis penaung yang ideal untuk kebun kakao itu seperti lamtoro Leucaena sp., namun dapat disesuaikan dengan komoditas lokal produktif. Berikut perbandingan produktivitas kakao dengan jenis tanaman penanung.
Pelindung | Produksi kakao pada umur (kg/ha) | Ratarata | |||
11 | 12 | 13 | 14 | ||
Lamtoro | 1.515 | 1.470 | 1.729 | 1.189 | 1.324 |
Kelapa | 1.291 | 1.210 | 1.722 | 1.693 | 1.396 |
Penerapan GAP kakao secara konsisten selaras dengan pola agroforestry dapat memberikan penghasilan tambahan dari tanaman penaung.
Hal penting lainnya yakni pemupukan mesti tepat dosis, jenis, waktu, dan cara. Tujuan pemupukan untuk menambah unsur hara yang kurang di dalam tanah.
Untuk dosis pemupukan perlu data analisis tanah. Pekebun juga dapat menerapkan teknik fertigasi untuk efisiensi pemupukan.
Dalam budi daya kakao pekebun juga perlu menjadwalkan pemangkasan tanaman kakao. Manfaat kegiatan itu seperti untuk membentuk kerangka cabang yang seimbang dan kuat, sebaran daun produktif, mengatur aerasi dan pertunasan.
Pengendalian hama dan penyakit terpadu juga perlu dilakukan. Ia menjelaskan serangan OPT pada budi daya kakao itu yang perlu diwaspadai seperti VSD yang menyebabkan kematian tanaman rentan, kehilangan hasil akibat busuk buah 60—90%, dan PBK 70—100%.
Cara efektif untuk mengendalikan itu yakni dengan memilih bahan tanam yang tepat. Adapun pengendalian OPT itu seperti melalui cara kultur teknis, mekanis, hayati, dan kimiawi.
Selain budi daya faktor penentu mutu biji kakao juga meliputi varietas tanaman, geografis lokasi penanaman, dan penanganan pascapanen mulai dari fermentasi hingga pengemasan. Agung menyimpulkan kunci sukses budi daya kakao produksi tinggi dan bermutu itu meliputi:
- Kesesuaian lahan
- Pemilihan bahan tanam unggul
- Pemupukan secara tepat
- Implementasi standart GAP secara konsisten
- Penanganan pascapanen