Trubus.id—Kehidupan Gianah berubah drastis setelah sang suami meninggal dunia pada 2015. Semula ia hanya seorang ibu rumah tangga. Setelah sang suami wafat, Gianah mesti bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Semula hanya sang suami yang mencari nafkah untuk keluarga. Sang ibu menyarankan Gianah untuk memproduksi dan menjual jamu tradisional. Sebelumnya sang ibu yang melakoni pekerjaan sebagai produsen dan penjual jamu keliling.
Gianah pun setuju karena sang Ibu bersedia membantu membuat jamu tradisional. Kini setiap pukul 04.00 Gianah dan sang ibu membuat aneka jamu tradisional. “Pembuatan jamu sekitar 1 jam,” kata perempuan asal Desa Ringinsari, Kecamatan Kandat, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur, itu.
Aneka jamu
Terdapat lebih dari 5 jenis jamu tradisional kreasi Gianah. Sebut saja kencur, kunyit asam, gebyokan, luntas, dan kunci suruh. “Beras kencur dan kunyit asam merupakan jamu yang paling laku,” kata ibu 2 anak itu.
Menurut Gianah kunyit asam baik untuk perut, sedangkan beras kencur untuk kesehatan tubuh. Jamu beras kencur terbuat dari beras dan kencur. Adapun kunyit asam berbahan kunyit dan asam jawa.
Setiap jamu memang memiliki bahan baku berbeda. Jamu gebyokan yang paling banyak bahan bakunya. Isi jamu gebyokan terdiri dari kunyit, kencur, temu kunci, daun beluntas, daun asam jawa (sinom), daun jambu biji, dan daun katuk.
“Jamu gebyokan untuk ibu menyusui agar produksi air susu ibu lebih banyak,” kata Gianah. Sementara jamu kunci suruh yang terbuat dari temu kunci dan daun sirih berkhasiat untuk mengatasi keputihan.
Gianah menggunakan bahan baku terbaik untuk memproduksi aneka jamu itu. Biasanya bahan baku berasal dari penjual langganan. Gianah hanya menelepon penjual dan bahan baku pesanan dikirim ke rumah. Jadi, Gianah tidak repot mesti ke pasar atau ke warung. Dengan cara itu pasokan bahan baku jamu selama ini relatif aman.
Pembuatan jamu ala Gianah cukup mudah dan sederhana. Untuk membuat jamu kunyit asam, ia menyediakan 0,5 kilogram (kg) kunyit dan 1,5 ons asam jawa. Setelah itu ia membersihkan dan mengiris kunyit. Ia juga mengupas asam jawa.
Gianah menggunakan blender untuk menghaluskan kunyit dan asam jawa. Selanjutnya ia memeras ramuan kunyit dan asam jawa itu di atas kain halus yang terbentang. Sesekali ia menambahkan air pada lumatan kunyit dan asam jawa yang diperas sehingga air mengucur ke wadah penampungan.
Tahap selanjutnya Gianah menambahkan garam dan gula secukupnya. Setelah cita rasa yang diinginkan tercapai, jadilah jamu kunyit asam. Kemudian ia memasukkan kunyit asam ke dalam botol air mineral bervolume 1,5 liter dan 0,6 liter.
Secara umum pembuatan jamu tradisional lainnya produksi Gianah hampir sama. Hanya beda bahan baku. Saat Trubus berkunjung pada awal Desember 2023, Gianah tengah membuat jamu luntas, gebyokan, beras kencur, sinom, dan gula asam.
Harga jamu
Setelah semua jamu masuk dalam botol, ia memindahkan dan mengatur botol-botol berisi jamu dalam rombong. Rombong berupa tempat meletakkan botol terbuat dari kayu dan dapat dipasang di jok motor.
Saat Trubus berkunjung, Gianah menjajakan 26 botol jamu ke sebelah utara Desa Ringinsari. Lokasi keliling Gianah saat itu meliputi Desa Blabak, Kecamatan Kandat dan Desa Joho (Kecamatan Wates).
Tempat keliling Gianah tidak melulu di kedua desa itu. Hari berikutnya ia berkeliling ke daerah selatan Desa Ringinsari. Tepatnya di Desa Sumberejo (Kecamatan Ngasem) dan Desa Ringinrejo (Kecamatan Ringinrejo). Produksi jamu Gianah lebih banyak saat kunjungan ke kedua desa itu. Alasannya, “Konsumen di daerah selatan lebih banyak yang membeli botolan,” kata perempuan berumur 48 tahun itu.
Gianah menjual satu botol jamu bervolume 1,5 liter seharga Rp12.000. Adapun harga jamu dalam botol bervolume 0,6 liter mencapai Rp5.000. Ia juga menjual jamu dalam kantong plastik yang berharga Rp2.000. Biasanya anak-anak yang membeli jamu dalam kantong plastik. Gianah berjualan jamu pukul 09.00— 14.00.
Ia bisa pulang lebih cepat jika jamu terjual semua. Kadang ia langsung pulang jika hanya tersisa sedikit jamu. Gianah mendapatkan omzet sekitar Rp250.000 per hari. Setelah dikurangi ongkos produksi, ia mengantongi laba sekitar Rp150.000.
“Alhamdulillah lumayan dengan penghasilan itu,” kata perempuan kelahiran 1 Maret 1975 itu. Usaha jamu tradisional Gianah bukan tanpa kendala. Peningkatan harga bahan baku seperti gula mengurangi laba Gianah. Siapa sangka langgeng dan lancarnya usaha jamu tradisional Gianah juga karena andil BRI.
Saat memulai usaha jamu tradisional, pembelian bahan baku dan blender menggunakan pinjaman kredit usaha rakyat (KUR) BRI. Ia membeli blender berkualitas bagus agar awet. Perkenalan Gianah dengan KUR BRI karena informasi dari kawan.
“Bunga KUR BRI ringan sehingga memudahkan pembayaran. Selain itu mantri BRI juga lebih mengayomi. Jadi, lebih enak diajak mengobrol,” kata Gianah.
Kontribusi BRI
Tidak heran ia selalu mengandalkan KUR BRI jika memerlukan modal usaha. Buktinya pada 2022 Gianah kembali mengajukan KUR BRI. Sebagian dana KUR BRI untuk membeli bahan baku jamu.
“Adanya KUR BRI sangat membantu usaha jamu tradisional saya,” kata perempuan yang memiliki kebun tebu sewaan seluas 700 m2 itu.
Pada 2022 Gianah dan produsen jamu lain yang tergabung dalam Kelompok Jamu Tradisional mendapatkan bantuan dari BRI.
Bantuan berupa identitas klaster, rombong, blender, dan papan klaster. Identitas klaster menunjukkan Gianah sebagai bagian program klasterku hidupku. Rombong sangat membantu usaha jamu tradisional Gianah dan produsen jamu lain di Desa Ringinsari sehingga bisa menyimpan botol jamu dengan aman.
Blender juga bermanfaat untuk menghasilkan jamu yang lebih berkualitas. Adapun papan klaster untuk identitas Desa Ringinsari sebagai sentra jamu tradisional.
Latar belakang BRI memberikan bantuan karena ingin berkontribusi langsung kepada Gianah dan produsen jamu lain di Desa Ringinsari. Tujuan bantuan itu untuk memudahkan usaha jamu tradisional sehingga bisa berkembang lebih baik lagi.
Selain itu agar pemasaran jamu lebih maksimal. BRI berharap bantuan itu dapat digunakan sebaik-baiknya. Untuk pinjaman dan simpanan pun diharapkan terus berkelanjutan. (Riefza Vebriansyah).