Hutan sekalipun layak sebagai lokasi budidaya jamur. Demi konservasi dan tambahan pendapatan masyarakat di sekitar hutan.

Trubus — Di bawah tegakan kopi itu tumbuh puluhan jamur berwarna putih. Bentuknya persis paha ayam. Itulah jamur paha ayam Coprinus comatus. Di lahan seluas 100 meter persegi itu tumbuh 16 pohon kopi setinggi 2 meter. Di bawah setiap tanaman selalu tumbuh jamur paha ayam. Padahal, lazimnya jamur itu tumbuh di media baglog atau kayu di kumbung jamur. Praktikus agroforestri asal Bandung, Jawa Barat, Setra Yuhana, sengaja menanam jamur paha ayam di bawah tegakan.

Setra mengembangkan jamur di bawah tegakan di berbagai lokasi seperti Desa Ganjarsari, Cikalong Wetan, Kabupaten Bandung Barat, Pangalengan, Kabupaten Bandung, dan Cianjur, Jawa Barat—masing-masing 100 meter persegi. Ia menerapkan konsep agroforestri untuk konservasi agar masyarakat di sekitar hutan memperoleh penghasilan tambahan. Agroforestri menggabungkan komoditas sayuran dengan tanaman keras atau kayu-kayuan.
Panen berulang
Menurut Setra komoditas sayuran kerap mengalahkan pohon kayu. Masyarakat menebang pohon sebagai lokasi budidaya sayuran. Musababnya komoditas sayuran menjanjikan pendapatan lebih cepat, sehingga tanaman keras kerap terpinggirkan. Oleh karena itu, Setra memilih jamur sebagai komoditas pengganti sayuran. Jamur menghendaki tegakan karena membutuhkan kelembapan agar tumbuh.
Alumnus Jurusan Manajemen Universitas Winayamukti itu mulai membuat demonstrasi plot atau demplot jamur paha ayam pada pertengahan 2018. Kepala Cabang Dinas Kehutanan Wilayah IV itu memperoleh bibit jamur paha ayam dari pekebun jamur di Cugenang, Cianjur, Jawa Barat, Triono Untung Piryadi. Menurut Triono cita rasa jamur paha ayam sangat enak. Namun, masyarakat masih belum mengenal jamur yang tumbuh di tanah itu.

Menurut Setra menanam jamur di hutan sesuai dengan konsep hutan buah, yakni menanam ragam tanaman buah berdasarkan perbedaan kanopi pohon. Tanaman diatur berjenjang agar berbuah. Setra mencontohkan, pohon tertinggi durian, lalu petai, sirsak, kopi, di bawah tegakan kopi barulah menanam jamur paha ayam. Tanaman lain seperti manggis dan kapulaga juga bisa sebagai penaung jamur paha ayam.
Ia memilih jamur paha ayam karena budidayanya relatif mudah. Menurut Setra kunci budidaya jamur paha ayam asalkan kelembapan 80—90%. Selain itu gunakan tanah lembut sebagai media. Oleh karena itu, perlu pengayakan tanah agar mempermudah tumbuhnya jamur. Kiat lain, menanam jamur di guludan untuk mencegah air tergenang ketika hujan. Menurut Setra menanam jamur di tanah relatif sederhana.
Setra mengatakan, sekali penanaman masyarakat dapat menuai hingga 2—3 kali. Apalagi jika siklus hutan sudah stabil, bisa menghasilkan simbiosis mutualisme. Masyarakat bisa memanen jamur sepanjang tahun.
Menguntungkan

Harga jual jamur paha ayam mencapai Rp40.000—Rp50.000 per kilogram. Bandingkan dengan harga jamur tiram rata-rata Rp12.000—Rp15.000 per kilogram. Menurut Setra membudidayakan jamur paha ayam menguntungkan. Produksi mencapai 2,5 kg per m². Di kumbung petani bisa meletakkan 1.000 baglog per 100 meter persegi. Harga sebuah baglog jamur paha ayam Rp5.000. Artinya biaya baglog Rp5 juta plus biaya olah tanah Rp500.000 menjadi Rp5.500.000. Produksi sebuah baglog rata-rata 0,25 kg jamur dalam 2 pekan. Total sekali panen 250 kg, sehingga beromzet Rp10-juta. Laba mencapai Rp4,5 juta per 100 meter persegi.
Menurut pria kelahiran Bandung, Jawa Barat, 57 tahun silam itu pengembangan jamur sangat relevan dengan pelestarian hutan. Musababnya masyarakat akan memanen hasil hutan bukan kayu, yakni jamur paha ayam. Pokok kayu di hutan akan utuh sebagai naungan jamur. Masyakarat diharapkan tidak memanen kayu di hutan agar kelembapan terjaga dan jamur pahan ayam terus berkembang. (Muhamad Fajar Ramadhan)